Lawan Putusan Hakim, Pengusaha Cabul di Kediri Ajukan Banding

Kamis, 26 Mei 2016 - 20:57 WIB
Lawan Putusan Hakim, Pengusaha Cabul di Kediri Ajukan Banding
Lawan Putusan Hakim, Pengusaha Cabul di Kediri Ajukan Banding
A A A
KEDIRI - Terdakwa kasus pencabulan anak di bawah umur Soni Sandra (63) menuding putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota dan Kabupaten Kediri lebih banyak dipengaruhi opini publik daripada fakta di persidangan.

Vonis hukuman penjara 9-10 tahun atau 19 tahun (akumulasi) dinilai tidak adil. Karenanya bos PT Triple S rekanan utama Pemkab Kediri itu memutuskan melawan keputusan PN dengan mengajukan banding.

“Iya klien saya (Soni Sandra) resmi mengajukan banding,“ ujar Arifin SH, kepada wartawan, Kamis (26/5/2016).

Seperti diketahui, PN Kota Kediri memvonis Soni Sandra dengan hukuman 9 tahun penjara, ditambah denda Rp250 juta. Sedangkan PN Kabupaten Kediri memvonis 10 tahun penjara dengan denda Rp300 juta.

Dengan demikian, terdakwa Soni akan menjalani hukuman penjara 19 tahun dengan denda Rp550 juta. Dia terbukti melakukan serangkaian tipu muslihat, kebohongan dengan sadar dan sengaja, sehingga terjadi persetubuhan.

Di persidangan disebutkan, Soni selalu mencekoki korbannya dengan pil yang diduga sebagai obat perangsang. Setelah muncul reaksi pusing, muka merah, dan gigi gemertak, mantan pemain Timnas PSSI itu melucuti pakaian korban dan menggaulinya.

Perbuatan asusila itu terjadi dalam kurun waktu Juli 2014-April 2015. Ada tujuh anak yang menjadi korban pelampiasan nafsunya. Namun dalam perjalanannya, tersisa lima anak karena dua diantaranya mencabut laporan.

Kelima korban itu adalah AK (15), IY (16), dan NA (16) dengan lokasi pemerkosaan di hotel kawasan Kota Kediri. Sedang dua korban lainnya, yakni CA (16), dan AP (13), diperkosa di hotel wilayah Kabupaten Kediri.

Usai memuaskan hajat, Soni memberi uang Rp400-600 ribu kepada setiap korbanya. Informasi yang dihimpun, jumlah korban ada 15 anak. Sumber lain menyebut 58 anak sebagai korban pemerkosaan, bukan pencabulan.

Sayangnya, data yang muncul ke permukaan publik itu tidak disertai bukti laporan ke kepolisian. Karenanya, mengacu laporan yang masuk ke kepolisian hingga pelimpahan ke pengadilan, jumlah korban Soni Sandra hanya lima anak.

“Opini publik yang menyudutkan klien saya itu tidak terbukti,“ terang Arifin.

Selain opini publik unjuk rasa yang digelar sejumlah lembaga swadaya masyarakat menurut Arifin juga mempengaruhi keputusan PN. Tekanan dari luar itu membuat majelis hakim tidak mampu menjatuhkan vonis dengan adil.

“Faktor eksternal telah mempengaruhi keputusan majelis hakim menjadi tidak adil,“ ungkapnya.

Arifin mengaku, sudah menghitung semua langkah termasuk disahkanya Perppu Kekerasan Seksual Anak yang menghukum pelaku dengan hukuman tambahan kebiri kimia.

Menurut dia, tidak ada peraturan yang berlaku surut. Karenanya, Perppu Kebiri itu tidak akan berlaku bagi kliennya (Soni Sandra). “Kalaupun ada perubahan perundangan, sesuai azas hukum pidana, hukuman yang dikenakan adalah yang teringan. Jadi bukan hukuman kebiri,“ pungkasnya.

Sementara pihak Kejaksaan Negeri Kediri juga menyatakan banding atas putusan pengadilan negeri setempat. Kajari Kabupaten Kediri P Firman Priyadi mengatakan, vonis hakim belum memenuhi unsur keadilan.

Sebab sebelumnya, JPU telah mengajukan tuntutan hukuman 14 tahun penjara. “Kami memutuskan banding, karena memang vonis hakim kami nilai belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,“ pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5875 seconds (0.1#10.140)