Tolak Pasien Kritis hingga Meninggal, Puskesmas Diamuk Warga

Senin, 19 Oktober 2015 - 16:46 WIB
Tolak Pasien Kritis hingga Meninggal, Puskesmas Diamuk Warga
Tolak Pasien Kritis hingga Meninggal, Puskesmas Diamuk Warga
A A A
BANTUL - Puluhan warga Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan, mengamuk di Puskesmas II Banguntapan. Mereka menendang beberapa perabotan yang ada di luar dan di dalam puskesmas.

Lebih jauh, warga bahkan melempar kursi tunggu pasien. Beberapa di antaranya juga menendang, serta memukul-mukul mobil ambulans yang terpakir di halaman puskesmas.

Aksi spontan ini membuat pasien serta petugas Puskesmas Banguntapan II tunggang langgang menyelamatkan diri. Beruntung, saat kejadian puluhan aparat TNI dan Satpol PP Bantul melakukan pengamanan.

Tak berselang lama, belasan anggota Brimob Gondowulung juga datang ke lokasi kejadian. Satu persatu massa berhasil dibujuk tidak berbuat anarkis. Sedang salah satu warga yang kedapatan membawa senjata tajam langsung diamankan.



Setelah dilakukan negosiasi, aparat keamanan dan warga melakukan berdialog di aula Balai Desa Banguntapan yang letaknya berdampingan dengan gedung Puskesmas Banguntapan II.

Ketua Karangtaruna Tamanan Banguntapan Ibnu mengatakan, aksi warga di Puskesmas Banguntapan II merupakan puncak kekecewaan terhadap pelayanan puskesmas yang dianggap sangat buruk.

Warga kecewa karena pelayanan yang buruk menyebabkan beberapa warga meninggal dunia. “Pekan kemarin, ada tiga kejadian yang membuat kami marah karena Puskesmas tidak melayani dengan baik,” katanya, Senin (19/10/2015).

Ibnu menambahkan, kejadian pertama berlangsung pada Sabtu 10 Oktober 2015. Saat itu ada warga yang mengalami kecelakaan di Jalan Imogiri Barat. Namun ketika dibawa ke Puskesmas, pasien tidak segera ditangani.



Warga meminta untuk ada rujukan ke rumah sakit, namun tidak diberikan. Bahkan, ketika meminta pinjaman mobil ambulans untuk membawa pasien ke rumah sakit tidak diperkenankan.

Akibatnya, pasien yang tengah sekarat itu meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi berturut-turut, pada 15 Oktober dan 16 Oktober 2015. Namun begitu tidak ada penyesalan dari pihak puskesmas.

“Masak pasien sudah kritis harus menunggu 15 menit baru ditangani. Kami mau pinjam ambulans mengantar pasien yang kritis juga tidak boleh dengan alasan harus izin kepala puskesmas. Padahal kepala puskesmasnya tidak ada di tempat,” terangnya.

Terpisah, Rusdi, warga Tamanan Kulon menambahkan, pada 16 Oktober 2015 dia mengantarkan tetangga yang kebetulan kos di dekat rumahnya. Saat itu, tetangganya sudah pingsan dari rumah, dan dia antar dengan becak ke puskesmas.

Sampai di puskesmas, ada tiga petugas, satu laki-laki dua wanita mengenakan pakaian putih-putih. Tetapi ketiga orang itu tidak langsung menangani pasien, tetapi menyuruhnya langsung dibawa ke rumah sakit.



Karena diminta ke rumah sakit, dia lantas meminta kepada pihak puskesmas untuk membawa pasien dengan ambulans. Tetapi pihak puskesmas menolak karena alasannya harus seizin kepala puskesmas.

Karena kecewa, dia dan anaknya lantas marah-marah dan bertengkar dengan petugas medis tersebut. “Dan akhirnya petugas itu bersedia mengeluarkan ambulans. Tetapi ketika diangkat ke ambulans tetangga saya sudah meninggal,” tuturnya.

Rupanya kejadian itu juga terjadi pada warga lainnya. Ny Kris, warga Kauman mengaku, dirinya juga pernah mengalami persoalan yang sama.

Saat itu, suaminya sakit dan dibawa ke puskesmas oleh anaknya. Saat itu, suaminya sedang kritis dan oleh pihak puskesmas diminta dirujuk ke rumah sakit. Namun pihak puskesmas menyuruh anaknya pulang dan mencari kendaraan lain ke rumah sakit.

Ketika dia bersama anaknya sampai ke puskesmas dengan membawa kendaraan roda empat yang dia sewa, ternyata nyawa suaminya sudah tidak ada. Dia menyesalkan perlakuan pihak puskesmas kepada warga.

Menurutnya, pihak puskesmas bisa langsung membawa suaminya ke rumah sakit karena sudah kritis dengan ambulans. Namun saat itu pihak puskesmas enggan mengeluarkan ambulans karena harus seizin dari kepala puskesmas.



“Masak ambulans tidak boleh digunakan untuk mengantar pasien rujukan dengan alasan harus seizin kepala puskesmas. Padahal kepala puskesmasnya tidak ada di tempat,” tuturnya.

Tak hanya perihal meminjam mobil ambulans, warga juga menilai puskesmas tidak mengakomodir keinginan pasien untuk meminta rujukan ke rumah sakit. Padahal rujukan tersebut sangat penting bagi pasien.

Banyak warga yang terpaksa periksa ke rumah sakit membayar dengan uang pribadi karena tidak membawa surat rujukan dari puskesmas.

“Saya sudah beberapa kali mengantarkan warga miskin ke sini (puskesmas) untuk minta rujukan dan meminjam ambulans. Tetapi ditolak oleh Puskesmas,” sambung Kepala Dukuh Glagah Kidul Ridwan.

Menanggapi hal itu, Kepala Puskesmas Banguntapan II Sugondo mengakui jika pelayanan di puskesmas tempatnya bertugas masih buruk. Namun persoalan tersebut sudah lama terjadi, jauh sebelum dia menjadi Kepala Puskesmas Banguntapan II tahun 2011.



Pihaknya juga sudah mengetahui persoalan-persoalan yang dikeluhkan warga dan sudah berusaha memperbaiki kinerja anak buahnya. “Tetapi kejadian-kejadian yang dikeluhkan warga selalu terulang, padahal saya sudah berusaha," jelasnya.

Terkait dengan pemakaian ambulans, dia berdalih kalau pihaknya sering melakukan penolakan karena memang prosedur penggunaannya harus seizin dari kepala puskesmas.

Namun agar keluhan warga tidak terulang, dia menandaskan akan melanggar prosedur tersebut. Dia mempersilahkan warga untuk menggunakannya selama untuk mengantar pasien.

Terpisah, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinas Kesehatan Bantul Bintarto mengungkapkan, pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terkait keluhan warga.

Dia berharap, kejadian meninggalnya pasien akibat kelalaian puskesmas tidak terjadi lagi. Dia juga menandaskan akan memperbaiki sistem rujukan yang selama ini dikeluhkan warga.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9518 seconds (0.1#10.140)