Krisis Air dan Limbah Ancam Kota Cirebon

Kamis, 15 Oktober 2015 - 01:07 WIB
Krisis Air dan Limbah Ancam Kota Cirebon
Krisis Air dan Limbah Ancam Kota Cirebon
A A A
CIREBON - Menipisnya ketersediaan air hingga penambahan volume sampah maupun limbah mengancam Kota Cirebon, Jawa Barat. Maraknya pembangunan kini belum didukung daya lingkungan yang memadai.

Setidaknya, sejak 2012 hingga saat ini, Pemerintah Kota Cirebon telah mengeluarkan 110 perizinan hotel maupun perumahan. Dampak lain dari itu, Kota Cirebon menghadapi ancaman kemerosotan daya dukung lingkungan, seperti krisis air hingga bertambahnya volume limbah.

Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Cirebon Agung Sedijono menyatakan, maraknya pembangunan memungkinkan air tanah tergerus hingga berdampak pada krisis air. Dia memastikan, debit air dapat berkurang secara signifikan jika pembangunan tak disertai daya dukung terhadap lingkungan.

"Bayangkan berapa jumlah kamar di setiap hotel yang airnya harus selalu mengucur. Dampaknya kan sudah terasa sekarang, di beberapa wilayah di Kota Cirebon debit air sudah mulai menyusut," paparnya, Rabu (14/10/2015).

Bukan hanya debit air, volume limbah yang akan keluar dari kawasan hotel maupun perumahan pun dipastikan bakal bertambah. Limbah dengan bermacam kandungan, menurutnya, harus diawasi ketat.

Dia menyebutkan, pengawasan di antaranya berlaku untuk mengetahui ketaatan setiap hotel serta pengelola perumahan terhadap ketentuan yang mengharuskan mereka memiliki kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sesuai standar baku lingkungan.

Kolam IPAL bahkan harus dimiliki semua perusahaan yang bergerak di bidang lain. "Kalau limbah berupa sampah pastinya akan menumpuk di TPA. Tapi, kalau limbah cairan tak bisa sembarangan dibuang begitu saja ke saluran pembuangan," tambahnya.

Dia mengatakan, limbah yang dibuang ke saluran pembuangan harus memiliki izin wali kota. Untuk meminta izin ini, perusahaan pendiri hotel maupun perumahan dimaksud, harus memenuhi persyaratan dokumen lengkap mengingat untuk membuang ke saluran umum harus sesuai dengan baku lingkungan yang telah ditetapkan.

Terpisah, Kepala Bidang Fisik dan Lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Arief Kurniawan menyebutkan, sejak 2012 hingga kini telah dikeluarkan 110 izin pembangunan. Pembangunan yang diizinkan memiliki maksimal luas enam hektare.

"Kalau satu perusahaan saja memakan luas satu hektare, maka sudah ada beberapa luas lahan yang kini berpindah tangan dan sebagiannya sudah dibangun," ungkapnya.

Meski begitu, Bappeda tak bisa menghalangi ketika perusahaan yang mengajukannya telah mengantongi perizinan lengkap. Apalagi, selama hal tersebut diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3053 seconds (0.1#10.140)