Pembunuh Sadis Ini, Tak Mampu Berdiri Usai Divonis Mati

Senin, 18 Mei 2015 - 18:54 WIB
Pembunuh Sadis Ini, Tak Mampu Berdiri Usai Divonis Mati
Pembunuh Sadis Ini, Tak Mampu Berdiri Usai Divonis Mati
A A A
JOMBANG - Ikhsan Pratama, terdakwa kasus pembunuhan tiga anggota keluarga Hendriyadi tak mampu berdiri usai hakim Pengadilan Negeri (PN) Jombang menjatuhkan hukuman mati terhadapnya.

Pemuda ini langsung tertunduk, dia bahkan tak kuasa bangkit dari kursi pesakitan dan harus dibantu petugas untuk berdiri.

Putusan hakim yang diketuai I Putu Agus Adi Antara itu sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang juga menuntut mati terhadap Ikhsan Pratama.

Hakim menilai, Ikhsan Pratama secara sadar telah melakukan pembunuhan terhadap Delta Fitriani, istri Hendri dan dua anaknya yakni Rivan Hernanda (11) dan Yoga Saputra (9).

Putusan mati ini sekaligus menolak semua eksepsi yang diajukan terdakwa. Dalam putusan hakim, tak ada hal yang meringankan terdakwa, sehingga harus divonis terberat, yakni hukuman mati.

Bahkan hakim mengurai sejumlah fakta dan keterangan saksi yang justru memberatkan mantan karyawan Hendriyadi itu.

Salah satunya, terdakwa tak pernah menunjukkan penyesalan kendati telah menghilangkan tiga nyawa sekaligus.

”Menurut keterangan saksi, saat ditangkap polisi, terdakwa justru mengacungkan dua jempol tanda puas,” kata I Putu Agus Adi Antara.

Hakim juga mengurai ada motif dendam atas pembunuhan ini. Pemuda berumur 19 tahun itu menaruh dendam setelah dituduh mencuri oleh mantan majikannya, yakni Hendriyadi.

”Berdasarkan keterangan saksi ahli dan saksi lainnya serta hasil persidangan, hakim menilai terdakwa secara sah dan meyakinkan telah membunuh tiga nyawa dan melukai satu orang dengan kondisi sadar. Terdakwa pantas dihukum mati,” tambah Putu.

Di sisi lain, vonis terberat itu disambut gembira oleh Hendriyadi yang hadir dalam persidangan bersama puluhan kerabatnya. ”Alhamdulillah, hakim akhirnya memenuhi tuntutan jaksa. Hukuman ini kami rasa adil,” ujar Hendriyadi.

Menurutnya, Ikhsan Pratama dinilai pantas mendapatkan hukuman berat itu lantaran telah menghabisi istri dan dua anaknya serta sempat melukai dirinya. Dia berharap, majelis hakim segera melaksanakan vonis yang dijatuhkan.

”Kalau bisa eksekusi mati segera dilakukan. Perbuatan Ikhsan tak bisa dimaafkan dan memang harus dihukum setimpal,” tandasnya.

Sementara Syaifuddin, kuasa hukum Ikhsan Pratama mengaku masih akan berkonsultasi dengan terdakwa dan keluarganya terkait vonis mati itu. Karenanya, dia tak bisa memutuskan apakah kliennya itu menerima atau sebaliknya mengajukan banding.

’’Kita diskusikan dulu dengan yang bersangkutan dan keluarganya. Nanti akan ada sikap selanjutnya,” kata Syaifuddin usai persidangan.

Dia menambahkan, selama ini pihaknya mewakili terdakwa sudah melakukan upaya pembelaan melalui surat permohonan keringanan hukuman yang diajukan terdakwa kepada majelis hakim.

Selain itu, terdakwa juga sudah berkali-kali meminta maaf terhadap korban. ”Dari fakta-fakta persidangan sudah diakui, namun kami masih punya hak untuk melakukan
upaya hukum,’’ timpalnya.

Diketahui, tanggal 22 Oktober tahun lalu Ikhsan Pratama melakukan rangkaian pembunuhan terhadap keluarga Hendriyadi di Perum Sambong Permai Blok E Nomor 11, Desa Sambong, Kecamatan Jombang.

Secara bergiliran Ikhsan membunuh istri dan dua anak Hendriyadi. Sementara Hendriyadi sendiri mengalami luka parah akibat tebasan pedang saat melakukan perlawanan.

Pembunuhan itu dilatarbelakangi pelaku yang dendam akibat dituduh Hendriyadi sebagai pencuri.

Pelaku dituduh telah mencuri uang senilai Rp7 juta dan beberapa potong kain milik Hendriyadi di toko miliknya. Pelaku ditangkap oleh warga beberapa jam usai menuntaskan dendam kesumatnya.

Dalam persidangan sebelumnya, JPU Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang mengajukan tuntutan hukuman mati terhadap pelaku.

JPU menilai, perbuatan yang menghilangkan tiga nyawa dan melukai satu korban itu merupakan perbuatan keji.

Ikhsan didakwa dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP, 335 ayat 1 dan 2 KUHP, Pasal 80 ayat 3 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan yang terakhir Pasal 2 ayat 1 UU Darurat 12/1951 tentang menyimpan senjata tajam.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9932 seconds (0.1#10.140)