Tangis Pilu Istri Korban Petrus: Saya Capek, Janji Tak Pernah Ditepati

Jum'at, 13 Januari 2023 - 20:10 WIB
loading...
Tangis Pilu Istri Korban Petrus: Saya Capek, Janji Tak Pernah Ditepati
Wahyu Handayani, salah satu istri dari korban kekejaman OPK. Foto/MPI/Yohanes Demo
A A A
YOGYAKARTA - Penembakan misterius (Petrus) pernah menjadi momok paling menakutkan bagi para pelaku kejahatan, bromocorah, preman, dan para bandit jalanan. Operasi senyap mematikan tersebut, ternyata juga sering menyasar orang-orang yang berlawanan arah dengan penguasa Orde Baru.



Dengan alasan menciptakan stabilitas keamanan, timah panas dari para pelaku Petrus sering menyasar kemana-mana. Kehadiran pelaku Petrus yang tak pernah mampu terdeteksi, menjadikan mereka seperti malaikat maut pencabut nyawa. Peristiwa Petrus sudah terjadi puluhan tahun silam, namun masih menyisakan pilu bagi Wahyu Handayani.



Wanita yang kini sudah memasuki usia senja tersebut, merupakan seorang istri korban Petrus, atau juga dikenal dengan Operasi Pemberantasan Kejahatan (OPK). Dia hanya bisa menangis, ketika harus mengingat dan menceritakan masa-masa di mana suaminya setiap hari diburu orang tak dikenal karena dianggap sebagai kriminal.



"Saya sebenarnya capek dikasih janji terus, mau dibantu ini-itu, tapi sampai Bapak (Kentus) meninggal enggak pernah ditepati," kata Wahyu saat ditemui di rumahnya, Jumat (13/01/2023).

Tangannya bergetar. Sebatang rokok di sela jemarinya sesekali ia hisap, barangkali untuk menenangkan batinnya. Wahyu Handayani, atau biasa disapa dengan nama Bu Nuk, adalah istri dari almarhum Kentus, salah satu target Petrus yang sempat menghebohkan Kota Jogjakarta pada tahun 1983-1985.

Meski Kentus bisa selamat dari timah panas para Petrus, tapi sejak tragedi itu hidup keluarganya tak pernah sama lagi. "Bapak itu seperti diasingkan. Kerja enggak bisa, perusahaan enggak ada yang mau nerima kerja dia karena takut," ujarnya.

Selepas ditahan di Koramil dan Polresta Jogjakarta, Kentus yang sebelumnya bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah sekolah di daerah Jogjakarta, kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.

Dari proses hukum yang dijalani, Kentus terbukti tak terlibat dalam aksi kejahatan yang dituduhkan kepadanya. "Padahal waktu itu semua pengusaha diundang, ditanya, apa pernah dimintai uang sama Bapak (Kentus), semuanya jawab enggak pernah," kata dia dengan nada bergetar.



Hingga akhirnya Kentus diajak temannya menjadi seorang kenek bus, dengan gaji yang tak seberapa. Sementara disaat bersamaan, keempat anaknya semakin besar, kebutuhan biaya hidup keluarga makin banyak terutama untuk membiayai sekolah. "Pernah anak saya pulang sekolah nangis. Pas saya tanya katanya diusir karena belum bayar," katanya lagi.

Bahkan, saking seringnya mendapatkan janji-janji dari pemerintah, ia tampak tidak terlalu antusias mendengar pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang mana pemerintah berjanji akan memulihkan hak-hak korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat, yang salah satunya adalah korban Petrus.

"Komnas HAM dulu sering menghubungi saya, katanya mau dibantu. Tapi sampai sekarang ya cuma janji, saya cuma ditanya perlu bantuan apa, tapi ya enggak dibantu," ujar Wahyu.

Bahkan hingga suaminya meninggal dunia karena sakit, bantuan-bantuan yang dijanjikan tak pernah datang. Kekecewaan itu ia lampiaskan dengan membuang semua berkas-berkas dari Komnas HAM.

Permintaannya tak muluk-muluk. Sebagai seorang ibu dari empat anak yang saat ini memiliki hidup serba pas-pasan, ia hanya meminta pembayaran kerugian yang harus ia tanggung selama ini.



Pasalnya, selepas kejadian itu, ia seorang diri harus berjibaku menafkahi keluarga. Sebab, gara-gara tragedi Petrus itu, suaminya tak bisa bekerja, dan keluarganya hidup dalam situasi yang serba sulit.

"Dihitung saja berapa kerugian yang keluarga saya tanggung karena bapak, membesarkan anak, menyekolahkan anak, sampai biaya berobat bapak, itu kan sangat banyak. Dan sampai sekarang, kami masih hidup dalam trauma, sampai sekarang kalau keingat lagi masa-masa itu saya pasti nangis," tutupnya.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2015 seconds (0.1#10.140)