Mengabdi untuk Dunia Medis dan Persib

Minggu, 26 April 2015 - 09:50 WIB
Mengabdi untuk Dunia Medis dan Persib
Mengabdi untuk Dunia Medis dan Persib
A A A
HANYA tim terbaik, bukan satu atau dua individu terbaik yang bisa jadi juara. Dalam sepak bola pemeo itu sering dialamatkan kepada tim yang selalu gagal menjadi juara meski dihuni banyak pemain bintang.

Pada akhirnya memang hanya kerja sama tim yang apik dan baik yang bisa menghasilkan gelar juara. Individu terbaik memang dibutuhkan, tapi memiliki banyak individu kelas satu tanpa bisa bersatu sama saja bohong.

Semua unsur harus saling mendukung demi menciptakan sebuah tim yang solid. Karena itu peran setiap orang di tim dianggap sama pentingnya. Tak terkecuali peran dokter di dalam sebuah tim sepak bola. Hal itu dirasakan oleh Pelatih Djadjang Nurdjaman dan seluruh anggota skuat Persib Bandung ketika menjuarai kompetisi Indonesia Super League (ISL) musim 2014. Menurut Djanur bukan hanya peran pelatih dan para pemain saja. Kesuksesan lahir, juga karena peran banyak pihak, tak terkecuali seorang dokter.

Peran dokter dalam tim sepak bola memang jarang terendus media dan penikmat sepak bola. Namun, dari seorang dokter biasanya pelatih meminta rekomendasi apakah para pemainnya cukup bugar untuk dimainkan. Hal itu juga yang kerap dilakukan Djanur sebelum menghadapi sebuah laga. Sosok dokter yang selama ini setia mendampingi Djanur adalah Mohamad Rafi Ghani. Pria kelahiran Bandung, 10 Juli 1969 ini, sudah cukup lama mengabdikan diri di Persib. Sepintas tugasnya terlihat simpel yakni memonitor kesehatan pemain.

Tapi jika ditelisik lebih jauh, sama rumit dan pusingnya seperti yang dirasakan pelatih dalam menyusun program latihan, menentukan strategi, taktik, dan komposisi pemain utama. Rafi selama ini bertanggung jawab atas berbagai hal mencakup sejumlah hal yang kaitannya dengan kesehatan pemain seperti asupan makanan, suplemen vitamin dan lainnya. Hal itu bertujuan hanya untuk memastikan kondisi pemainnya tetap terjaga dan dapat diturunkan setiap pelatih membutuhkannya. Enam tahun sudah dilalui Rafi bersama Persib dengan penuh tantangan, suka dan duka.

Menjadi seorang Dokter di sebuah tim sepak bola tidak pernah terpikirkan sebelumnya dalam benak ayah dua anak ini. Ditemui di Mes Persib, Jalan Ahmad Yani, Bandung, Rafi menceritakan awal mula dirinya meniti karier sebagai dokter bagi para atlet hingga kemudian bergabung bersama Persib. Berikut petikan wawancara KORAN SINDOdengan Mohamad Rafi Ghani ;

Seperti apa awal perjalanan Anda berprofesi sebagai seorang dokter?

Awalnya saya berprofesi sebagai dokter praktek di salah satu klinik di Kabupaten Bandung dan sempat menjadi dokter di beberapa pertandingan dalam cabang olahraga bela diri seperti kick boxingdan gulat. Saya selalu berusaha bekerja tanpa memikirkan jumlah penghasilan yang didapat dan saya cukup menikmatinya tentu dengan dukungan penuh dari keluarga.

Lalu bagaimana bisa bergabung menjadi dokter di Persib Bandung?

Tahun 2009, lupa lagi tanggalnya. Yang saya ingat hari Jumat dihubungi Sekretaris Tim Persib, Yudiana diminta untuk jadi Dokter tim Persib. Tapi karena saya ada pasien, saya minta waktu. Di situ saya kaget, karena belum pernah terbayang menangani sebuah tim sepak bola. Lalu saya memberi kabar kepada istri, malah istri memberikan support. Saya langsung mengiyakan untuk bergabung dengan Persib.

Keesokan harinya saya diminta langsung ke Jakarta untuk mengambil lisensi kedokteran. Karena saya langsung ke Jakarta bukan menemui tim, lucunya, saat mengisi formulir, saya tidak tahu Manajer dan Pelatih Persib siapa. Karena pada saat itu saya hanya tahu Persib main saja. Saya jujur tidak tahu, manajer siapa, dan baru tahu saat itu manajernya Pak Haji Umuh Muchtar dan pelatihnya Jaya Hartono. Setelah mendapatkan lisensi, baru saya diperkenalkan dengan tim.

Seperti apa persisnya tugas yang dilakukan seorang Dokter Tim Persib?

Yang pasti memperhatikan kesehatan pemain, apakah dalam keaadan fit atau tidak. Menghitung jumlah kalori pemain. Pada saat kita berangkat ke markas lawan memperhatikan kebutuhan pemain, terutama untuk nutrisi. Lalu koordinasi dengan fisioterapis dan masseur. Jika saat mendampingi tim keluar, saya koordinasi dengan tim setempat, kalau ada cedera harus dibawa kemana dan ke rumah sakit mana, jadi ada prepareuntuk hal-hal yang tidak diinginkan.

Siapa pemain Persib pertama yang jadi ‘pasien’ Anda?

Saat masuk Persib, saya langsung menangani Hilton Moreira (pemain asing asal Brasil) yang lagi cedera. Memang bukan cedera berat, paha kanannya sedikit ketarik. Tapi karena sudah terbiasa menangani atlet, saya tidak terlalu kesulitan.

Seberapa sulitnya menangani pemain yang mengalami cedera?

Alhamdulillah selama ini, penanganan cedera pada pemain sepak bola tidak terlalu sulit. Karena saya punya latar belakang di kegiatan olah raga sebelumnya. Sebelumnya selama setahun tepatnya tahun 2006 saya menangani tim sepak bola di Wamena, Papua. Jadi cukup punya pengalaman, memang awalawal bergabung agak canggung karena belum begitu kenal dengan tim. Alhamdulilah sampai saat ini dipercaya jadi Dokter Persib.

Pernah khawatir dengan kondisi pemain yang tak kunjung sembuh dari cederanya?

Sebetulnya kekhawatiran pasti ada. Tapi karena saya bekerja di lingkup profesi yang sangat menuntut profesional dan tak mengenal waktu, saya yakin semua pemain yang direkrut siap. Kalau dulu pas awal, pas pemain inti main cedera saya khawatir, sehingga tidak bisa memperkuat tim. Dengan berjalannya waktu hal itu kekhawatiran itu tidak dirasakan. Karena saya yakin semua yang ada di dalam tim memiliki kesehatan yang baik.

Apa suka dukanya selama enam tahun menjadi Dokter Tim Persib?

Jadi, dari dulu pada saat bekerja, saya orientasinya hanya untuk ibadah. Kedua, ketiga, keempat baru memikirkan hal yang lain. Alhamdulillah dipercaya sampai sekarang. Sukanya apa yang kita harapkan dan rencanakan ternyata bisa tercapai. Targetnya saat memenangkan pertandingan. Dukanya saat yang kita harapkan ternyata tidak sesuai harapan. Contohnya, saat memperhatikan kesehatan pemain dan memeriksa suplemen mereka. Kendati sudah di set dengan baik, ternyata tim kalah dan pahitnya kekalahannya lebih disebabkan perangkat pertandingan seperti halnya wasit yang memberikan hukuman tidak perlu.

Kesulitan apa yang ditemui selama bergabung dengan Persib?

Untuk kesulitan tidak ada, saya bersyukur bekerja di Persib apalagi dengan supportdari Manajer Umuh Muchtar. Selama ini Pak Umuh cukup mampu menjembatani antara manajemen ke tim. Dimana ada kesulitan bisa menghubungi beliau dan beliau tidak pernah menghambat apa yang harus dikerjakan. Contohnya, dalam dua tahun ini Alhamdulilah tidak ada pemain saya yang masuk sampai ke meja operasi. Cuma satu Muhammad Ridwan itupun karena kesalahan. Pada saat itu, biasanya prosedur salah satu tindakan ada administrasi. Kalau ke Pak Haji Umuh, secara lisan, dia tangani dulu maka prosedurnya baru belakangan dan alhamdulillah hambatan-hambatan itu tidak ada, semuanya bisa diatasi.

Harapan apa yang belum tercapai selama ini?

Sejak kecil sampai sekolah menengah atas (SMA) sebetulnya saya suka sama pelajaran matematika. Tapi saya memilih jadi dokter karena ada kakak saya yang menjadi seorang dokter (spesialis kandungan) yang menyarankan saya untuk jadi dokter. Di situ timbul keinginan untuk menjadi dokter. Setelah lulus SMA saya daftar ke Jurusan Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung dan diterima. Di situ saya butuh adaptasi yang cukup lumayan lama untuk menyenangi profesi baru saya. Tapi saat saya baru mau menjadi dokter dan orang tua saya meninggal. Bapak meninggal tepat di tahun 2002 dan ibu tepat di 2004. Harapan saya untuk memperlihatkan jika saya bisa berkarier jadi dokter kepada orang tua pun tidak bisa.

Apa yang menjadi cita-cita Anda ke depan?

Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT, karena pada saat saya diberi kesempatan memegang Persib, Persib menjadi juara. Dan saya berharap bisa terus mengabadikan diri untuk Persib selama saya diberikan kesehatan. Saya selalu siap menjalankan pekerjaan sebagai Dokter Tim Persib. Kalau kinerja saya masih dipakai dan masih dibutuhkan, Insyaallah saya selalu bersedia.

muhammad ginanjar
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5074 seconds (0.1#10.140)