Taman Satwa Cikembulan, Tempat Wisata Plus Rumah Sakit Hewan yang Dilindungi

Senin, 12 Desember 2022 - 10:23 WIB
loading...
Taman Satwa Cikembulan,...
Kebun binatang satu-satunya di Kabupaten Garut ini ternyata menjadi sarana kesehatan atau rumah sakit bagi satwa dilindungi yang membutuhkan perawatan. SINDOnews/Fani
A A A
GARUT - Taman Satwa Cikembulan Garut bukan hanya menyuguhkan area wisata berbagai jenis hewan maupun wahana permainan anak. Kebun binatang satu-satunya di Kabupaten Garut ini ternyata menjadi sarana kesehatan atau rumah sakit bagi satwa dilindungi yang membutuhkan perawatan.

Untuk menunjang kesehatan hewan, kebun binatang yang berlokasi di Kampung Jati, Desa Cikembulan, Kadungora, Kabupaten Garut, tersebut memiliki empat tenaga kesehatan yang terdiri dari dua dokter dan dua paramedis.

Dengan keahlian yang dimiliki, para tenaga kesehatan ini akan berupaya maksimal untuk memulihkan kondisi kesehatan hewan yang memerlukan perawatan.

"Hewan sama seperti manusia, saat musim hujan hewan juga bisa sakit flu. Pada mulanya para tenaga kesehatan hewan Taman Satwa Cikembulan hanya dikhususkan untuk merawat hewan-hewan yang menjadi koleksi di sini saja," ujar Manajer Taman Satwa Cikembulan Rudy Arifin, pada MNC Portal Indonesia (MPI), Senin (12/12/2022).

Seiring dengan kebutuhan konservasi, tambah Rudy Arifin, para tenaga kesehatan ini mengabdikan diri untuk menyelamatkan setiap hewan termasuk satwa kategori dilindungi.

Ia menjelaskan bila Taman Satwa Cikembulan berperan sebagai lembaga konservasi Ex-Situ yang berada di luar kawasan konservasi.

"Sebagai lembaga konservasi tingkat kecil, kami akan berupaya dan bergerak untuk merehabilitasi hewan dilindungi sebelum akhirnya dilepasliarkan ke alam bebas kembali. Tentunya semua itu kami lakukan setelah ada koordinasi terlebih dahulu dengan BBKSDA wilayah V Garut," katanya.

Rudy Arifin pun ingin meluruskan pandangan keliru di masyarakat, bahwa setiap hewan yang masuk ke Taman Satwa Cikembulan akan berakhir sebagai koleksi kebun binatang.

Ia menyatakan jika penilaian tersebut salah, karena tak selamanya hewan yang direhabilitasi harus menjadi penghuni Taman Satwa Cikembulan.

"Jika hewan yang kami rehabilitasi kondisi kesehatan fisiknya pulih, lalu usianya masih panjang, serta habitatnya tersedia di Indonesia, tentu hewan tersebut akan dilepasliarkan kembali. Jadi tidak melulu harus menjadi koleksi Taman Satwa Cikembulan, inilah yang tidak dipahami semua orang," jelas Rudy Arifin.

Menurutnya, Taman Satwa Cikembulan Garut merupakan benteng terakhir bagi hewan-hewan yang tak lagi memiliki habitat dan hewan dengan harapan hidup pendek.

"Dinamika hewan adalah hidup dan mati, hewan yang memasuki usia tua akan sangat percuma jika dilepasliarkan, terlebih jika hewan tersebut tak lagi memiliki habitat seperti singa. Jika hewan itu mati dan kami telah berusaha maksimal, setidaknya kami tidak akan begitu menyesali karena kami sudah bekerja," ucapnya.

Ia mengatakan hewan-hewan yang menjalani rehabilitasi di Taman Satwa Cikembulan pada umumnya adalah hewan dilindungi yang menjadi korban konflik akibat perburuan liar seperti dipelihara masyarakat, hingga hewan yang terluka akibat terkena jebakan di hutan.

Baca: Begini Penampakan Rumah Dinas Wali Kota Blitar usai Terjadi Penyekapan dan Perampokan.

Saat menjalani rehabilitasi, pihaknya akan berupaya mempertahankan sikap dan perilaku satwa dilindungi tersebut, agar ketika pulih hewan ini dapat dilepas kembali ke alam bebas.

"Dari segi pengobatan, kami berupaya untuk menghindari obat-obat untuk dalam tubuh, melainkan hanya obat luar saja agar hewan ini sembuh secara alami seperti di habitat aslinya. Lalu karena hewan yang direhabilitasi adalah hewan liar, maka untuk menjaga perilakunya itu kami memberi makan sesuai di alam bebas, yaitu makanan hidup, agar kemampuan berburunya tetap terjaga meski dia berada di dalam kandang," katanya.

Rudy Arifin menjelaskan, apabila hewan liar yang dirawat diberi makanan yang berbeda dengan kebiasaannya di alam bebas, seperti jenis hewan karnivora diberi daging segar yang sudah dipotong, maka hal tersebut secara tidak langsung akan mengubah perilaku hewan tersebut.

Perilaku yang berubah ini pada akhirnya akan membuat hewan kesulitan untuk menjalani hidup di alam bebas.

"Secara tidak langsung hewan ini akan menjadi ketergantungan dan tidak mandiri. Di sisi lain, ketika di alam bebas mencium daging segar di wilayah yang ada manusianya, dia akan berani menyerang dan tentu saja ini akan menjadi masalah baru," papar Rudy Arifin.

Rudy Arifin pun mengungkapkan, hewan yang layak untuk dilepasliarkan adalah hewan yang berkondisi secara fisik sepenuhnya dinyatakan pulih.
Salah satu contoh hewan liar yang sempat menjalani rehabilitasi di Taman Satwa Cikembulan adalah seekor macan tutul dari kawasan TWA Kamojang beberapa waktu lalu.

"Hewan itu mengalami luka karena terjerat jebakan yang dibuat pemburu babi hutan. Karena memang memiliki habitat, dia kami lepasliarkan kembali setelah lukanya sembuh," katanya.

Kebun binatang yang didirikan sejak 1998 dan dibuka untuk umum pada 2009 ini menampung sekira 430 ekor hewan. Sebanyak 60 persen dari jumlah total hewan tersebut, merupakan spesies satwa yang dilindungi.

Dalam perjalanannya, luas wilayah Taman Satwa Cikembulan bertambah dari semula hanya 2 hektare (ha), menjadi 5 ha. Hewan-hewan yang berada di sini beberapa di antaranya adalah jenis singa Afrika, orang utan, kukang, harimau Sumatera, dan lainnya.

Baca: Perampok Sekap Wali Kota Blitar dan Istri Sebelum Kuras Harta di Rumah Dinas.

Rudy Arifin mengatakan, Taman Satwa Cikembulan saat ini juga menawarkan fasilitas pendidikan luar sekolah, berupa pengetahuan mengenai satwa.
Layanan tersebut ditawarkan karena kebun binatang ini menyediakan guide khusus yang akan memandu setiap pengunjung saat melihat-lihat hewan di Taman Satwa Cikembulan.

"Jadi sekarang ini, ke Taman Satwa Cikembulan pengunjung bukan hanya jalan-jalan atau melihat-lihat saja, mereka juga akan mendapatkan edukasi mengenai kehidupan hewan dari guide yang kami persiapkan. Pendidikan ini sangat cocok bagi siapa saja mulai anak-anak usia PAUD, TK, SD, SMP, SMA, mahasiswa, bahkan masyarakat umum," tutu Rudy Arifin.
(nag)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1531 seconds (0.1#10.140)