Publik Pertanyakan ke Mana Limbah Medis COVID-19 Dibuang?
loading...
A
A
A
SEMARANG - Pengelolaan limbah medis COVID-19 menjadi perhatian serius, agar tak membahayakan masyarakat serta lingkungan.
Terlebih, belum semua rumah sakit bisa memusnahkan limbah medis tersebut karena terbentur aturan.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengundang sejumlah pengelola rumah sakit rujukan Covid-19 untuk membahas masalah itu. Terungkap, banyak rumah sakit yang sudah memiliki insenerator atau alat pembakaran limbah medis, namun tidak bisa beroperasi karena terkendala izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). (BACA JUGA: Gempa 6,1 Skala Richter Guncang Jepara Jawa Tengah)
"Soal limbah ini menjadi perhatian serius kami, karena teman-teman rumah sakit banyak yang mengeluh izin inseneratornya belum turun. Mereka protes, katanya izinnya berbelit. Makanya saya nanti bantu urus langsung ke LHK," kata Ganjar, Selasa (7/7/2020).
Menurut Ganjar, peraturan tentang pengelolaan limbah medis COVID-19 memang berbeda. Izin alat insenerator yang digunakan untuk membakar limbah medis COVID-19 harus dari LHK dengan syarat tertentu.
"Syaratnya suhu minimum harus 800 derajat Celcius. Tadi ada 10 rumah sakit di Jateng yang inseneratornya masih di bawah 800 derajat Celsius, tapi mereka bisa meningkatkan sampai 1.000 derajat Celsius,” ungkapnya.
“Jadi sebenarnya bisa. Maka Dinkes saya minta mendata semuanya itu, dan akan kami bantu urus langsung ke Menteri LHK," tegasnya. (BACA JUGA: UGM Targetkan Ventilator Buatannya Bisa Digunakan Agustus)
Persoalan limbah medis COVID-19 bukanlah persoalan biasa. Sebab, limbah medis itu membawa virus COVID-19 yang bisa membahayakan masyarakat.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka akan membahayakan lingkungan sekitar. Saya akan bantu rumah sakit memperoleh izin itu ke LHK. Saya harap ini bisa lebih mudah, karena Pak Presiden selalu bilang harus ada terobosan, karena kondisinya sekarang ini sedang serius," tandasnya.
Terlebih, belum semua rumah sakit bisa memusnahkan limbah medis tersebut karena terbentur aturan.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengundang sejumlah pengelola rumah sakit rujukan Covid-19 untuk membahas masalah itu. Terungkap, banyak rumah sakit yang sudah memiliki insenerator atau alat pembakaran limbah medis, namun tidak bisa beroperasi karena terkendala izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). (BACA JUGA: Gempa 6,1 Skala Richter Guncang Jepara Jawa Tengah)
"Soal limbah ini menjadi perhatian serius kami, karena teman-teman rumah sakit banyak yang mengeluh izin inseneratornya belum turun. Mereka protes, katanya izinnya berbelit. Makanya saya nanti bantu urus langsung ke LHK," kata Ganjar, Selasa (7/7/2020).
Menurut Ganjar, peraturan tentang pengelolaan limbah medis COVID-19 memang berbeda. Izin alat insenerator yang digunakan untuk membakar limbah medis COVID-19 harus dari LHK dengan syarat tertentu.
"Syaratnya suhu minimum harus 800 derajat Celcius. Tadi ada 10 rumah sakit di Jateng yang inseneratornya masih di bawah 800 derajat Celsius, tapi mereka bisa meningkatkan sampai 1.000 derajat Celsius,” ungkapnya.
“Jadi sebenarnya bisa. Maka Dinkes saya minta mendata semuanya itu, dan akan kami bantu urus langsung ke Menteri LHK," tegasnya. (BACA JUGA: UGM Targetkan Ventilator Buatannya Bisa Digunakan Agustus)
Persoalan limbah medis COVID-19 bukanlah persoalan biasa. Sebab, limbah medis itu membawa virus COVID-19 yang bisa membahayakan masyarakat.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka akan membahayakan lingkungan sekitar. Saya akan bantu rumah sakit memperoleh izin itu ke LHK. Saya harap ini bisa lebih mudah, karena Pak Presiden selalu bilang harus ada terobosan, karena kondisinya sekarang ini sedang serius," tandasnya.
(vit)