Silatnas IKA Unisma: Penguatan Entrepreneurship di Kampus Merdeka
loading...
A
A
A
MALANG - Pentingnya membangun jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship untuk para mahasiswa, menjadi perhatian serius Ikatan Alumni Universitas Islam Malang (IKA Unisma).
(Baca juga: Kota Malang Zona Merah, 2 Orang Reaktif Langsung Diisolasi )
Dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) IKA Unisma, yang digelar secara daring, dan menghadirkan Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj, membangun entrepreneurship sangat penting masuk dalam kurikulum kampus merdeka.
Selain Ketua PBNU, Silatnas IKA Unisma yang mengangkat tema "Penguatan Entrepreneurship Dalam Kurikulum Kampus Merdeka", juga menghadirkan Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Samsul Widodo, dan pengusaha dari alumni Fakultas Pertanian Unisma, Muhammad Maulud.
Ketua IKA Unisma, M. Nuruddin mengatakan, Silatnas Ika Unisma ini, memiliki tujuan memberikan masukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Unisma terkait pemikiran Kampus Merdeka.
"Dalam membangun Kampus Merdeka, tentunya kontribusi alumni sangat dibutuhkan dalam pengembangan sumberdaya, tehnologi, budaya, dan kelembagaan yang akan diimplementasikan oleh Unisma," ujar pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (Sekjen API) tersebut.
Dalam empat isu strategis "Kampus Merdeka" atau merdeka belajar itu, menurut pria yang akrab disapa Gus Din ini, antara lain memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih satuan kegiatan semester.
"Hal ini akan mempercepat proses di dalam pendidikan tinggi, dengan memberikan pilihan-pilihan atau hak kepada mahasiswa atas delapan program yang ditawarkan dalam 'Kampus Merdeka'. Sehingga pasca menjalankan tiga semester yang merupakan kebebasan belajar tersebut, mahasiswa sudah siap menghadapi tantangan dunia kerja yang sebenarnya," ungkapnya.
(Baca juga: Alumni Talk FEB Unisma: Kampus Merdeka Bangun Budaya Ilmiah Baru )
Sementara, dalam paparannya, KH. Said Aqil Siradj menjelaskan manhaj at tarbiyah, metodologi pengajaran itu harus dinamis, selalu dilakukan, inovasi-inovasi kreatif dan harus pula disertai contoh-udwah chasanah, ada pula bimbingan atau pengawalan, muhafadlo dari para dosen atau senior.
"Dalam hal ini ada dual hal, yakni at tarbiyah atau tazkiyah dan yang kedua adalah at ta'alim. Tarbiyah, berkaitan dengan pembangunan karakter, karakter yang baik-akhlakul karimah, tidak bisa diberikan kebebasan atau kemerdekaan sebebas-bebasnya. Sejak zaman nabi Muhammad SAW sampai zaman sekarang, para ulama tidak pernah memberikan kebebasan kepada anak didiknya dalam hal moral atau akhlakul karimah yang akan memberikan kecerdasan, kepekaan atau sense dalam kepribadiannya, al wa’yu al diniy," terangnya.
Terkait tarbiyah atau tazkiyah, menurutnya, pesantren layak diakui. Banyak alumni pesantren memiliki karakter yang ideal, yaitu akhlakul karimah-moral yang baik. Dampaknya menciptakan karakter yang diharapkan, membuat masyarakat dan bangsa yang memiliki karakter yang berbudaya dan bangsa yang beragama.
Dalam hal manhaj at ta'alim untuk mendukung professional yang ditargetkan, dan untuk meningkatkan ketrampilan yang dikuasai mahasiswa, menurutnya harus dilakukan secara hati-hati. Jangan hanya mengikuti yang ideal tapi tidak berkorelasi dengan situasi dan kondisi yang ada.
Sementara Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendesa PDTT, Samsul Widodo memberikan pemahaman terkait dengan Kampus Merdeka atau Merdeka Belajar, dimana pada saat itu Kemendesa PDTT juga diundang oleh Mendikbud, Nadim Makariem, untuk mendiskusikan dan merumuskan konsep Kampus Merdeka ini diluncurkan.
"Intinya, mahasiswa diberi kesempatan sampai lulus itu hanya delapan semester dan memang itu normalnya. Lima semester ditempuh sesuai minat jurusannya, dan yang tiga semester ini yang disebut dengan kampus merdeka," ujarnya.
Jika satu semester enam bulan, lanjut Samsul, berarti ada 1,5 tahun mahasiswa menempuh minat studi di luar bidang studi dan di luar kampus atau di dalam kampus menempuh bidang studi yang diminatinya atau di luar kampus.
(Baca juga: Dini Hari, Gempa Bermagnitudo 5.3 Guncang Malang dan Blitar )
Dia mencontohkan, satu semester magang di start up. Mungkin banyak mahasiswa yang mengetahui start up, mereka bisa magang di start up bidang pendidikan, kesehatan maupun kewirausahaan dan bikin program di situ.
"Semester berikutnya mahasiswa bisa mengajar di desa, di daerah tertinggal atau terpencil, sebagaimana disampaikan oleh Kyai Said Aqil Siradj terkait dengan adanya kesenjangan pendidikan," terangnya.
Satu semester magang di desa untuk membantu desa mengembangkan sumberdayanya seperti potensi desa yang bisa dijadikan wisata. Bisa juga mahasiswa dari fakultas hukum bisa magang di bank komersial atau koperasi. Dengan magang di tempat tersebut, mahasiswa akan mengetahui secara detail sengketa keuangan atau perbankan, dan dengan cepat belajar dari kasus tersebut.
Di dunia nyata, lanjutnya, sebenarnya tidak ada orang yang 100 persen spesialis, dia harus belajar dari bidang-bidang lain untuk melengkapi dasar keilmuanya. Dengan demikian, setelah dia lulus para mahasiswa yang ikut dalam merdeka belajar ini dapat terserap dalam angkatan kerja di dunia usaha maupun industri. Bahkan, mahasiswa bisa menjadi pelaku usaha baru dengan pengalaman dan ketrampilan selama magang tiga semester ini.
Hal senada juga diungkapkan Muhammad Maulud yang akrab dipanggil Ilud. Alumni Fakultas Pertanian Unisma yang juga Ketua Umum Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia (KBHI) ini, mengungkapkan, kebijakan kampus merdeka seyogyanya berisi muatan 30 persen teori dan 70 persen praktik.
"Hal ini sering saya sampaikan ke pihak almamater dalam hal ini pihak Fakultas Pertanian Unisma. Hal ini untuk memberikan penguatan kepada mahasiswa, karena selama ini hanya kuat di sisi teori saja," ungkapnya.
(Baca juga: Wisata Gunung Bromo Segera Dibuka, Jumlah Pengunjung Dibatasi )
Dia mengatakan, berdasarkan pengalaman dari mahasiswa magang di tempat kerjanya, sejak tahun 1997 sampai sekarang. Bulan pertama, mahasiswa belajar dari hulu sampai hilir, dan satu bulan berikutnya harus memulai dengan usaha yang dirintisnya, serta di bulan ketiga mereka sudah terampil dan berkemampuan dalam menjalankan usahanya setelah proses magang ini.
Sejak awal mahasiswa diperkenalkan dengan bidang studi yang dipilihnya, dan di tahun kedua diarahkan pada jurusan yang akan dipilih sekaligus ruang lingkupnya. Tidak hanya dari segi teori, tetapi juga dilakukan pengenalan lapangan pada pekerjaan sebagai profesi.
"Kami juga menawarkan kerjasama dengan Unisma, karena kami diminta oleh Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian untuk mengembangkan lahan 10 ribu hektar tanaman jagung," ujarnya dihadapan 522 peserta daring Silatnas IKA Unisma.
(Baca juga: Kota Malang Zona Merah, 2 Orang Reaktif Langsung Diisolasi )
Dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) IKA Unisma, yang digelar secara daring, dan menghadirkan Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj, membangun entrepreneurship sangat penting masuk dalam kurikulum kampus merdeka.
Selain Ketua PBNU, Silatnas IKA Unisma yang mengangkat tema "Penguatan Entrepreneurship Dalam Kurikulum Kampus Merdeka", juga menghadirkan Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Samsul Widodo, dan pengusaha dari alumni Fakultas Pertanian Unisma, Muhammad Maulud.
Ketua IKA Unisma, M. Nuruddin mengatakan, Silatnas Ika Unisma ini, memiliki tujuan memberikan masukan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Unisma terkait pemikiran Kampus Merdeka.
"Dalam membangun Kampus Merdeka, tentunya kontribusi alumni sangat dibutuhkan dalam pengembangan sumberdaya, tehnologi, budaya, dan kelembagaan yang akan diimplementasikan oleh Unisma," ujar pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia (Sekjen API) tersebut.
Dalam empat isu strategis "Kampus Merdeka" atau merdeka belajar itu, menurut pria yang akrab disapa Gus Din ini, antara lain memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk memilih satuan kegiatan semester.
"Hal ini akan mempercepat proses di dalam pendidikan tinggi, dengan memberikan pilihan-pilihan atau hak kepada mahasiswa atas delapan program yang ditawarkan dalam 'Kampus Merdeka'. Sehingga pasca menjalankan tiga semester yang merupakan kebebasan belajar tersebut, mahasiswa sudah siap menghadapi tantangan dunia kerja yang sebenarnya," ungkapnya.
(Baca juga: Alumni Talk FEB Unisma: Kampus Merdeka Bangun Budaya Ilmiah Baru )
Sementara, dalam paparannya, KH. Said Aqil Siradj menjelaskan manhaj at tarbiyah, metodologi pengajaran itu harus dinamis, selalu dilakukan, inovasi-inovasi kreatif dan harus pula disertai contoh-udwah chasanah, ada pula bimbingan atau pengawalan, muhafadlo dari para dosen atau senior.
"Dalam hal ini ada dual hal, yakni at tarbiyah atau tazkiyah dan yang kedua adalah at ta'alim. Tarbiyah, berkaitan dengan pembangunan karakter, karakter yang baik-akhlakul karimah, tidak bisa diberikan kebebasan atau kemerdekaan sebebas-bebasnya. Sejak zaman nabi Muhammad SAW sampai zaman sekarang, para ulama tidak pernah memberikan kebebasan kepada anak didiknya dalam hal moral atau akhlakul karimah yang akan memberikan kecerdasan, kepekaan atau sense dalam kepribadiannya, al wa’yu al diniy," terangnya.
Terkait tarbiyah atau tazkiyah, menurutnya, pesantren layak diakui. Banyak alumni pesantren memiliki karakter yang ideal, yaitu akhlakul karimah-moral yang baik. Dampaknya menciptakan karakter yang diharapkan, membuat masyarakat dan bangsa yang memiliki karakter yang berbudaya dan bangsa yang beragama.
Dalam hal manhaj at ta'alim untuk mendukung professional yang ditargetkan, dan untuk meningkatkan ketrampilan yang dikuasai mahasiswa, menurutnya harus dilakukan secara hati-hati. Jangan hanya mengikuti yang ideal tapi tidak berkorelasi dengan situasi dan kondisi yang ada.
Sementara Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal Kemendesa PDTT, Samsul Widodo memberikan pemahaman terkait dengan Kampus Merdeka atau Merdeka Belajar, dimana pada saat itu Kemendesa PDTT juga diundang oleh Mendikbud, Nadim Makariem, untuk mendiskusikan dan merumuskan konsep Kampus Merdeka ini diluncurkan.
"Intinya, mahasiswa diberi kesempatan sampai lulus itu hanya delapan semester dan memang itu normalnya. Lima semester ditempuh sesuai minat jurusannya, dan yang tiga semester ini yang disebut dengan kampus merdeka," ujarnya.
Jika satu semester enam bulan, lanjut Samsul, berarti ada 1,5 tahun mahasiswa menempuh minat studi di luar bidang studi dan di luar kampus atau di dalam kampus menempuh bidang studi yang diminatinya atau di luar kampus.
(Baca juga: Dini Hari, Gempa Bermagnitudo 5.3 Guncang Malang dan Blitar )
Dia mencontohkan, satu semester magang di start up. Mungkin banyak mahasiswa yang mengetahui start up, mereka bisa magang di start up bidang pendidikan, kesehatan maupun kewirausahaan dan bikin program di situ.
"Semester berikutnya mahasiswa bisa mengajar di desa, di daerah tertinggal atau terpencil, sebagaimana disampaikan oleh Kyai Said Aqil Siradj terkait dengan adanya kesenjangan pendidikan," terangnya.
Satu semester magang di desa untuk membantu desa mengembangkan sumberdayanya seperti potensi desa yang bisa dijadikan wisata. Bisa juga mahasiswa dari fakultas hukum bisa magang di bank komersial atau koperasi. Dengan magang di tempat tersebut, mahasiswa akan mengetahui secara detail sengketa keuangan atau perbankan, dan dengan cepat belajar dari kasus tersebut.
Di dunia nyata, lanjutnya, sebenarnya tidak ada orang yang 100 persen spesialis, dia harus belajar dari bidang-bidang lain untuk melengkapi dasar keilmuanya. Dengan demikian, setelah dia lulus para mahasiswa yang ikut dalam merdeka belajar ini dapat terserap dalam angkatan kerja di dunia usaha maupun industri. Bahkan, mahasiswa bisa menjadi pelaku usaha baru dengan pengalaman dan ketrampilan selama magang tiga semester ini.
Hal senada juga diungkapkan Muhammad Maulud yang akrab dipanggil Ilud. Alumni Fakultas Pertanian Unisma yang juga Ketua Umum Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia (KBHI) ini, mengungkapkan, kebijakan kampus merdeka seyogyanya berisi muatan 30 persen teori dan 70 persen praktik.
"Hal ini sering saya sampaikan ke pihak almamater dalam hal ini pihak Fakultas Pertanian Unisma. Hal ini untuk memberikan penguatan kepada mahasiswa, karena selama ini hanya kuat di sisi teori saja," ungkapnya.
(Baca juga: Wisata Gunung Bromo Segera Dibuka, Jumlah Pengunjung Dibatasi )
Dia mengatakan, berdasarkan pengalaman dari mahasiswa magang di tempat kerjanya, sejak tahun 1997 sampai sekarang. Bulan pertama, mahasiswa belajar dari hulu sampai hilir, dan satu bulan berikutnya harus memulai dengan usaha yang dirintisnya, serta di bulan ketiga mereka sudah terampil dan berkemampuan dalam menjalankan usahanya setelah proses magang ini.
Sejak awal mahasiswa diperkenalkan dengan bidang studi yang dipilihnya, dan di tahun kedua diarahkan pada jurusan yang akan dipilih sekaligus ruang lingkupnya. Tidak hanya dari segi teori, tetapi juga dilakukan pengenalan lapangan pada pekerjaan sebagai profesi.
"Kami juga menawarkan kerjasama dengan Unisma, karena kami diminta oleh Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian untuk mengembangkan lahan 10 ribu hektar tanaman jagung," ujarnya dihadapan 522 peserta daring Silatnas IKA Unisma.
(eyt)