Memilukan! Remaja Putri Korban Tragedi Kanjuruhan Pamit Orang Tua Nonton Arema FC Pertama dan Terakhir
loading...
A
A
A
MALANG - Duka mendalam dialami Mufid, orang tua salah satu korban tewas pada tragedi Stadion Kanjuruhan Malang. Sang anak, Lutfia berusia (20) turut menjadi korban dari 125 orang yang meninggal dunia pada laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu malam (1/10/2022).
Ditemui di rumahnya di Jalan Sadewo Nomor 47 RT 3 RW 3 Kelurahan Polehan, Blimbing, Kota Malang menuturkan bagaimana awalnya sang anak tetap nekat berangkat meski sempat dilarang berangkat melihat oleh ibunya.
"Anak saya boncengan sama temannya perempuan, dia juga meninggal. Dua - duanya sama meninggal dunia," ucap Mufid, Senin malam (3/10/2022).
Saat mendapat kabar anaknya meninggal dunia, ia mengaku tengah bekerja sebagai tukang bangunan yang tengah bekerja di Surabaya. Begitu menerima informasi dari istri pada Minggu (2/10/2022) pukul 11.00 WIB ia jatuh pingsan dari tempatnya bekerja. Mufid baru sadar setibanya di rumahnya dan tampak terkejut mendengar kabar itu.
Baca juga: Pengakuan Aremania, Suporter Masuk Lapangan Bukan Menyerang, Tapi Semangati Pemain
"Kerja tukang bangunan di atas tahu - tahunya di bawah nggak sadar, pingsan nggak sadar, sampai rumah posisi pingsan, baru sadar ketika di rumah," ungkap dia.
Lutfia sendiri dapat ditemukan setelah salah satu teman kakak Lutfia, yang juga berangkat ke Stadion Kanjuruhan, Malang mencari keberadaannya di rumah. Namun karena tak juga pulang hingga Minggu pagi, temannya itu lantas mengajak kakak Lutfia mencari keberadaannya.
"Jadi waktu itu anak pertama saya mau takziah ke tempat teman, dicari nggak ketemu. Nanya temannya, adik saya nggak pulang juga, akhirnya balik nyari anak saya. Tahu info dari teman anak di RSUD Kanjuruhan, Minggu paginya," tuturnya.
Saat ditemukan Lutfia disebut ayahnya dalam kondisi mengalami luka lebam di pelipis kanan, hidung keluar darah mimisan, pantat ditemukan lebam dan darah kotor. Tak ada penjelasan detail dari pihak tim medis, pihak keluarga hanya diberi surat keterangan meninggal dunia tanpa ada penyebab apapun. "Memang ada surat, surat itu dari RSUD. Tidak ada keterangan lebih jelas hanya nama dan meninggal," katanya.
Ia merasa tak percaya anaknya menjadi korban meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan Malang. Pasalnya Lutfia selama 20 tahun tak pernah melihat pertandingan Arema FC secara langsung dan bahkan tidak begitu suka sepakbola.
"Percaya nggak percaya, anak saya nggak pernah suka sepakbola. Nggak pernah kepikiran segitu, dia baru pertama kali nonton. Makanya minta izin ibunya untuk lihat, padahal sudah dilarang tapi mohon - mohon," bebernya.
Dirinya menyebut sang ibu sempat diminta Lutfia untuk tidak ikut berjualan pada Sabtu (1/10/2022), karena akan melihat Arema FC vs Persebaya Surabaya. Sebab selama ini perempuan lima bersaudara ini sering membantu ibunya di pasar, kendati telah bekerja selama dua bulan.
"Sempat pamitan sama ibunya Sabtu malam habis maghrib. Dia mohon-mohon ke ibunya kali ini saja nonton, habis itu nggak nonton lagi janjinya, sempat minta uang juga untuk beli tiket pertandingan," katanya.
Baca juga: BREAKING NEWS! Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat Dicopot
"Baik anaknya, nggak pernah bantah orang tua, sekolah juga nggak pernah bolos, selalu bantuin ibunya jualan di pasar. Kemarin itu nyuruh jangan jualan dulu, mau lihat Arema, penurut anaknya," tambahnya.
Namun tak menyangka bila kalimat permohonan menonton terakhir Arema FC ternyata menjadi pertanda Lutfia pergi selama-lamanya. Ia pun mengecam aksi aparat keamanan yang menyemprotkan gas air mata ke arah yang membuat ribuan penonton tidak aman.
"Anak saya dari sini berangkat sehat senang, pulang tinggal nama, sudah beli karcis, sudah betul-betul resmi, kalau ilegal nggak beli tiket ya wajar. Seharusnya aparat punya tanggung jawab penuh sama suporter yang sudah punya tiket," jelasnya.
"Anak saya beli tiket, nggak suporter ilegal, dia itu legal, suporter seharusnya kalau punya tiket bisa nonton dengan aman. Fungsinya tiket itu mau nonton aman, dia suporter legal, saya nggak terima. Saya nggak terima dengan minta maaf, saya tetap nggak terima," tukasnya.
Lihat Juga: Terungkap, Ini Alasan Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Saksi Bisu Tewasnya 135 Orang
Ditemui di rumahnya di Jalan Sadewo Nomor 47 RT 3 RW 3 Kelurahan Polehan, Blimbing, Kota Malang menuturkan bagaimana awalnya sang anak tetap nekat berangkat meski sempat dilarang berangkat melihat oleh ibunya.
"Anak saya boncengan sama temannya perempuan, dia juga meninggal. Dua - duanya sama meninggal dunia," ucap Mufid, Senin malam (3/10/2022).
Saat mendapat kabar anaknya meninggal dunia, ia mengaku tengah bekerja sebagai tukang bangunan yang tengah bekerja di Surabaya. Begitu menerima informasi dari istri pada Minggu (2/10/2022) pukul 11.00 WIB ia jatuh pingsan dari tempatnya bekerja. Mufid baru sadar setibanya di rumahnya dan tampak terkejut mendengar kabar itu.
Baca juga: Pengakuan Aremania, Suporter Masuk Lapangan Bukan Menyerang, Tapi Semangati Pemain
"Kerja tukang bangunan di atas tahu - tahunya di bawah nggak sadar, pingsan nggak sadar, sampai rumah posisi pingsan, baru sadar ketika di rumah," ungkap dia.
Lutfia sendiri dapat ditemukan setelah salah satu teman kakak Lutfia, yang juga berangkat ke Stadion Kanjuruhan, Malang mencari keberadaannya di rumah. Namun karena tak juga pulang hingga Minggu pagi, temannya itu lantas mengajak kakak Lutfia mencari keberadaannya.
"Jadi waktu itu anak pertama saya mau takziah ke tempat teman, dicari nggak ketemu. Nanya temannya, adik saya nggak pulang juga, akhirnya balik nyari anak saya. Tahu info dari teman anak di RSUD Kanjuruhan, Minggu paginya," tuturnya.
Saat ditemukan Lutfia disebut ayahnya dalam kondisi mengalami luka lebam di pelipis kanan, hidung keluar darah mimisan, pantat ditemukan lebam dan darah kotor. Tak ada penjelasan detail dari pihak tim medis, pihak keluarga hanya diberi surat keterangan meninggal dunia tanpa ada penyebab apapun. "Memang ada surat, surat itu dari RSUD. Tidak ada keterangan lebih jelas hanya nama dan meninggal," katanya.
Ia merasa tak percaya anaknya menjadi korban meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan Malang. Pasalnya Lutfia selama 20 tahun tak pernah melihat pertandingan Arema FC secara langsung dan bahkan tidak begitu suka sepakbola.
"Percaya nggak percaya, anak saya nggak pernah suka sepakbola. Nggak pernah kepikiran segitu, dia baru pertama kali nonton. Makanya minta izin ibunya untuk lihat, padahal sudah dilarang tapi mohon - mohon," bebernya.
Dirinya menyebut sang ibu sempat diminta Lutfia untuk tidak ikut berjualan pada Sabtu (1/10/2022), karena akan melihat Arema FC vs Persebaya Surabaya. Sebab selama ini perempuan lima bersaudara ini sering membantu ibunya di pasar, kendati telah bekerja selama dua bulan.
"Sempat pamitan sama ibunya Sabtu malam habis maghrib. Dia mohon-mohon ke ibunya kali ini saja nonton, habis itu nggak nonton lagi janjinya, sempat minta uang juga untuk beli tiket pertandingan," katanya.
Baca juga: BREAKING NEWS! Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat Dicopot
"Baik anaknya, nggak pernah bantah orang tua, sekolah juga nggak pernah bolos, selalu bantuin ibunya jualan di pasar. Kemarin itu nyuruh jangan jualan dulu, mau lihat Arema, penurut anaknya," tambahnya.
Namun tak menyangka bila kalimat permohonan menonton terakhir Arema FC ternyata menjadi pertanda Lutfia pergi selama-lamanya. Ia pun mengecam aksi aparat keamanan yang menyemprotkan gas air mata ke arah yang membuat ribuan penonton tidak aman.
"Anak saya dari sini berangkat sehat senang, pulang tinggal nama, sudah beli karcis, sudah betul-betul resmi, kalau ilegal nggak beli tiket ya wajar. Seharusnya aparat punya tanggung jawab penuh sama suporter yang sudah punya tiket," jelasnya.
"Anak saya beli tiket, nggak suporter ilegal, dia itu legal, suporter seharusnya kalau punya tiket bisa nonton dengan aman. Fungsinya tiket itu mau nonton aman, dia suporter legal, saya nggak terima. Saya nggak terima dengan minta maaf, saya tetap nggak terima," tukasnya.
Lihat Juga: Terungkap, Ini Alasan Pembongkaran Pintu 13 Stadion Kanjuruhan Saksi Bisu Tewasnya 135 Orang
(msd)