Kesetiaan Istri Patih Gajah Mada saat sang Suami Disalahkan Atas Tragedi Perang Bubat

Minggu, 11 September 2022 - 08:34 WIB
loading...
Kesetiaan Istri Patih Gajah Mada saat sang Suami Disalahkan Atas Tragedi Perang Bubat
Maha Patih Gajah Mada yang berhasil mempersatukan Nusantara dipersalahkan atas tragedi Perang Bubat. Istri Gajah Mada tetap setia meski suaminya diburu. Foto/Ist
A A A
KEHEBATAN Maha Patih Gajah Mada yang dikenal karena Sumpah Palapa yang berhasil mempersatukan Nusantara berakhir saat dipersalahkan atas terjadinya peristiwa tragis Perang Bubat.

Kesetiaan Istri Patih Gajah Mada saat sang Suami Disalahkan Atas Tragedi Perang Bubat

Foto/Ist

Gajah Mada menjadi sosok yang disalahkan atas petaka Perang Bubat yang berlangsung pada 1357 Masehi. Perang Bubat mengakibatkan tewasnya putri Sunda Dyah Pithaloka Citrarasmi yang merupakan calon istri dari Raja Majapahit Hayam Wuruk.


Hayam Wuruk yang gagal meminang perempuan pujaan hatinya memendam duka lara hingga akhirnya sakit dan meninggal dunia.

Tekanan terhadap terjadinya Perang Bubat terutama datang dari Raja Wengker yang menuntut Gajah Mada diganjar hukuman.

Kesetiaan Istri Patih Gajah Mada saat sang Suami Disalahkan Atas Tragedi Perang Bubat

Foto/Ist

Raja Wengker yang murka segera mengumpulkan para menteri untuk membicarakan penyebab terjadinya peristiwa tragis Perang Bubat.

"Bagaimana pun Gajah Mada harus mendapat hukuman setimpal," tulis Slamet Muljana dalam "Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit".


Disebutkan bahwa seandainya Gajah Mada tidak memaksa Dyah Pithaloka Citrarasmi sebagai persembahan, maka perang Bubat tidak akan pernah terjadi.

Kesetiaan Istri Patih Gajah Mada saat sang Suami Disalahkan Atas Tragedi Perang Bubat

Foto/Ist

Raja Hayam Wuruk dan putri Sunda akan bersanding sebagai pasangan mempelai dalam pernikahan agung. Terbayang Majapahit dan Sunda menjadi satu.

Masalah muncul saat di tengah prosesi pernikahan, Gajah Mada tiba-tiba berinisiatif melakukan penaklukan. Sunda harus tunduk meski pun melalui jalan perkawinan.

Keinginan Gajah Mada memposisikan Pithaloka sebagai persembahan Raja Majapahit ditolak mentah-mentah Raja Sunda. Gajah Mada bersikeras yang itu membuat Raja Sunda marah.

Darah pun tumpah. Perang antara pasukan Majapahit dengan pasukan Sunda meletus di Lapangan Bubat.

Nyawa Raja Sunda beserta permaisurinya melayang. Para Menak Sunda yang melihat rajanya terbunuh, mengamuk. Namun semua bukan tandingan Gajah Mada.

Satu-persatu binasa. Rencana indah pernikahan agung itu pun kandas. Raja Hayam Wuruk hanya bisa menyesali keadaan. Hayam Wuruk kehilangan selera menyentuh makanan dan minuman.



Raja Majapahit itu juga jarang tidur yang itu membuatnya jatuh sakit dan akhirnya mangkat. Tuntutan Raja Wengker menghukum Gajah Mada mendapat sokongan Raja Kahuripan. Dari berbagai sumber menyebut, Raja Wengker yang dimaksud adalah Raden Kuda Amreta atau Bhreng Prameswara ring Pamotan.

Raja Wengker yang bernama Abiseka Sri Wijayarajasa adalah suami Bhre Daha atau Haji Rajadewi. Operasi penangkapan Mahapatih Gajah Mada pun dijalankan. "Semua menteri, tanda, dan rakrian mengepung rumah sang patih amangku bumi Gajah Mada," kata Slamet Muljana.

Bala tentara Majapahit yang melakukan pengepungan bersorak-sorak. Di sekitar kediaman Gajah Mada, pasukan bersenjata lengkap dan siap perang itu, terus menerus membunyikan kentong titir. Mereka juga merangsek masuk ke halaman rumah Gajah Mada.

"Pagar halaman telah dirusak, batasnya telah terhapus. Bala tentara berdesak masuk halaman," tulis Slamet Muljana. Di dalam rumah, tidak ada satupun punggawa Gajah Mada yang berani ke luar.

Di dalam ruangan Istri Gajah Mada hanya bisa mondar-mandir gelisah.

Melihat banyaknya bala tentara Majapahit, istri Gajah Mada meminta suaminya menyerah. Dikisahkan dalam buku "Menuju Puncak Kemegahan, Sejarah Kerajaan Majapahit" Gajah Mada hanya mengenakan cawat geringsing.

Selembar kain putih menyelubungi tubuhnya dengan sabuk atmaraksi melingkari pinggangnya.

Kepungan bala tentara Majapahit tidak menggoyahkan semedinya. Anehnya, saat menerobos masuk, bala tentara Majapahit hanya menjumpai istri Gajah Mada dengan keris terhunus di tangan. Semua tempat digeledah.

Berbagai sudut ruangan disisir, namun Gajah Mada yang mereka cari tidak ada. Karena marah, tentara Majapahit menjarah semua harta benda yang ada. "Semua harta benda dijarah habis," kata Slamet Muljana.

Bala tentara Majapahit kemudian dikerahkan untuk memburu Gajah Mada. Semua bergerak hingga ke dusun-dusun untuk menangkap Mahapatih yang telah menyatukan Nusantara itu.

Kidung Sundayana menyebut, saat mahapatih Gajah Mada bersemedi, jiwa raganya moksa ke Wisnuloka. Menyaksikan itu, seisi rumah kepatihan mencucurkan air mata.

Begitu juga dengan istri Gajah Mada. Saat tentara Majapahit datang mengepung, istri Gajah Mada pergi meninggalkan rumah mencari tempat persembunyian.

Sebagai wujud kesetiaan kepada suami, ia melakukan bela pati dengan menikamkan keris ke dada. Kendati demikian, hingga kini tahun kematian Gajah Mada masih simpang siur.

Kitab Negarakertagama menuliskan, Gajah Mada wafat pada tahun 1364. Saat Gajah Mada mangkat, Raja Hayam Wuruk masih segar bugar.

Hayam Wuruk baru saja tiba dari Candi Simping, Sawentar, Kabupaten Blitar. Begitu mendengar Gajah Mada telah mangkat, Hayam Wuruk langsung menggelar rapat besar.

Semua dikumpulkan, pada hari itu juga Kerajaan Majapahit mencari pengganti mahapatih yang sumpah palapannya pernah menggetarkan.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2379 seconds (0.1#10.140)