Terbukti Miliki Sabu 13 Kg dan 2.200 Pil Ekstasi, Terdakwa Niko Rafhika Dituntut Pidana Mati
loading...
A
A
A
LUBUKLINGGAU - Akhirnya Niko Rafhika alias Niko, bandar sabu 13 kilogram di Lubuklinggau dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri Lubuklinggau, Kamis (28/7/2022).
Dalam tuntutannya Jaksa menyampaikan bahwa terdakwa terbukti dan sah secara menyakinkan sebagai pemilik sabu 13 Kg dan 2.200 pil ekstasi, sehingga dituntut hukuman mati. Dan pada saat Jaksa menyampaikan tuntutan tersebut terlihat terdakwa tampak tegang dan gelisah.
Dan setelah mendengarkan membacakan tuntutan dari Jaksa, kemudian hakim ketua menyampaikan kepada penasehat hukum terdakwa untuk menyampaikan pledoi, dan dijawab oleh tim kuasa hukum, pledoi akan disampaikan minggu depan.
Selanjutnya Kasi Pidum Kejari Lubuklinggau Firdaus Apandi menyampaikan terkait tuntutan hukuman mati tersebut, terdakwa jelas melanggar Pasal 114 ayat 2 junto 132 ayat 1 undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika."Terdakwa dituntut hukuman mati, terdakwa merupakan bandar besar jaringan dari Sumatra Utara," ungkapnya pada wartawan, Kamis (28/7/2022).
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum, Akbar menyampaikan memang berdasarkan fakta persidangan terdakwa bukan hanya satu kali namun, terdakwa pernah dihukum tahun 2012 dalam kasus narkotika.
"Nah di dalam LapasN arkotika Muara Beliti rupanya terdakwa bertemu dengan Helmi seorang yang mengirimkan 13 Kg sabu dan 2200 butir ekstasi tersebut," jelasnya.
Dalam perkara ini terdakwa menyimpan barang haram itu, sampai yang diperintahkan Helmi datang untuk mengambilnya, dan terdakwa dijanjikan menerima upah Rp50 juta apabila barang bukti sudah diserahkan kepada orang suruhan.
Di persidangan juga terungkap ternyata sabu itu bukan 13 Kg melainkan ada 15 kantong sabu, namun terdakwa sudah mengirimkan dua kantong sabu tersebut kepada orang Palembang. "Sisanya 13 kantong lagi dan itu menunggu perintah selanjutnya," katanya.
Hal yang paling memberatkan dari terdakwa adalah terdakwa merupakan jaringan antarprovinsi dari Kota Medan, untuk diedarkan ke Provinsi Sumatera Selatan khususnya ke Lubuklinggau dan Palembang.
"Selain itu terdakwa ini pernah dipidana tahun 2012 artinya sudah secara sah dan sadar mengetahui bahwa narkotika itu dilarang oleh pemerintah," pungkasnya.
Lihat Juga: Nasib Gembong Narkoba Mary Jane: Nyaris Dieksekusi di Era Jokowi, Dilepaskan di Era Prabowo
Dalam tuntutannya Jaksa menyampaikan bahwa terdakwa terbukti dan sah secara menyakinkan sebagai pemilik sabu 13 Kg dan 2.200 pil ekstasi, sehingga dituntut hukuman mati. Dan pada saat Jaksa menyampaikan tuntutan tersebut terlihat terdakwa tampak tegang dan gelisah.
Dan setelah mendengarkan membacakan tuntutan dari Jaksa, kemudian hakim ketua menyampaikan kepada penasehat hukum terdakwa untuk menyampaikan pledoi, dan dijawab oleh tim kuasa hukum, pledoi akan disampaikan minggu depan.
Selanjutnya Kasi Pidum Kejari Lubuklinggau Firdaus Apandi menyampaikan terkait tuntutan hukuman mati tersebut, terdakwa jelas melanggar Pasal 114 ayat 2 junto 132 ayat 1 undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika."Terdakwa dituntut hukuman mati, terdakwa merupakan bandar besar jaringan dari Sumatra Utara," ungkapnya pada wartawan, Kamis (28/7/2022).
Sementara itu Jaksa Penuntut Umum, Akbar menyampaikan memang berdasarkan fakta persidangan terdakwa bukan hanya satu kali namun, terdakwa pernah dihukum tahun 2012 dalam kasus narkotika.
"Nah di dalam LapasN arkotika Muara Beliti rupanya terdakwa bertemu dengan Helmi seorang yang mengirimkan 13 Kg sabu dan 2200 butir ekstasi tersebut," jelasnya.
Dalam perkara ini terdakwa menyimpan barang haram itu, sampai yang diperintahkan Helmi datang untuk mengambilnya, dan terdakwa dijanjikan menerima upah Rp50 juta apabila barang bukti sudah diserahkan kepada orang suruhan.
Di persidangan juga terungkap ternyata sabu itu bukan 13 Kg melainkan ada 15 kantong sabu, namun terdakwa sudah mengirimkan dua kantong sabu tersebut kepada orang Palembang. "Sisanya 13 kantong lagi dan itu menunggu perintah selanjutnya," katanya.
Hal yang paling memberatkan dari terdakwa adalah terdakwa merupakan jaringan antarprovinsi dari Kota Medan, untuk diedarkan ke Provinsi Sumatera Selatan khususnya ke Lubuklinggau dan Palembang.
"Selain itu terdakwa ini pernah dipidana tahun 2012 artinya sudah secara sah dan sadar mengetahui bahwa narkotika itu dilarang oleh pemerintah," pungkasnya.
Lihat Juga: Nasib Gembong Narkoba Mary Jane: Nyaris Dieksekusi di Era Jokowi, Dilepaskan di Era Prabowo
(don)