Kisah Pilu Petugas Kebersihan Pergoki Anaknya Diperkosa Pengurus Yayasan di Subang
loading...
A
A
A
BANDUNG - Cerita pilu dialami Junaedi, seorang petugas kebersihan sebuah yayasan di Kabupaten Subang. Dia memergoki anak gadisnya diperkosa pengurus yayasan tempatnya bekerja.
Junaedi dan keluarganya kini tengah mencari keadilan atas nasib pilu yang dialami korban berinisial TA itu. Pasalnya, sejak peristiwa dugaan perkosaan itu terjadi, terduga pelaku yang berinisial N tak kunjung bertanggung jawab atas perbuatan bejatnya.
"Saat itu, korban yang masih berusia 15 tahun diduga disetubuhi pelaku berinisial N di sekitar yayasan. Aksi itu dipergoki langsung oleh ayah korban bernama Junaedi yang bekerja sebagai petugas kebersihan di yayasan itu," ungkap Anom Joemaedi, kuasa hukum Junaedi dalam keterangannya, Rabu (20/7/2022).
Anom melanjutkan, peristiwa itu memang sudah cukup lama terjadi, tepatnya pada 2011 lalu. Namun, korban yang juga bekerja sebagai penjaga kantin di yayasan itu tak kunjung mendapatkan keadilan. Bahkan, kasus yang dialami korban malah dihentikan pihak kepolisian, diduga akibat manipulasi data yang dilakukan pelaku dan sejumlah pengurus yayasan.
"Sejak peristiwa itu terjadi, ayah korban dan keluarga terus menuntut keadilan, baik kepada pelaku, termasuk pihak yayasan. Namun, hingga kini tak kunjung menemukan kejelasan," kata Anom.
Anom menjelaskan, sejak memergoki anaknya disetubuhi pelaku, Junaedi yang marah sempat menemui seorang pengajar yayasan yang bernama Sobar. Kalau itu, Sobar berjanji bakal segera menyelesaikan kasus itu.
Akan tetapi, selang dua tahun, tak ada kejelasan yang diperoleh Junaedi terkait kasus yang menimpa anaknya hingga akhirnya melaporkan peristiwa dugaan perkosaan itu kepada polisi 2013 lalu.
"Ketika kasus itu dalam proses penyelidikan, pihak pengurus yayasan tiba-tiba mengajak bertemu Junaedi dan memberikan uang senilai Rp 430.000 untuk mengurus nota akad (pernikahan anaknya dan pelaku)," ungkap Anom.
Uang tersebut, lanjut Anom, sempat diterima Junaedi dan dipakai untuk mengurus akad pernikahan ke Kantor Urusan Agama (KUA) di Kota Bandung. Namun, pihak KUA menolak dengan alasan korban masih di bawah umur, sehingga korban dan pelaku tak bisa dinikahkan.
Singkat cerita, pihak pengurus yayasan kemudian kembali bertemu dengan Junaedi di Polres Subang. Di sana, kata Anom, diduga telah terjadi pemaksaan kepada Junaedi agar mendatangani sejumlah dokumen yang disiapkan para terduga pelaku. Merasa terdesak dan karena ketidaktahuannya, Junaedi lantas menandatangani dokumen itu.
Setelah ditelisik, dokumen tersebut ternyata berisi keterangan yang menyebutkan korban lahir di tahun 1993. Padahal, faktanya, korban lahir tahun 1997. Pemalsuan tanggal lahir korban diduga dilakukan untuk memberi kesan kepada penyidik bahwa korban sudah berusia 18 tahun dan sudah menikah, sehingga terbit surat penghentian penyidikan dari polisi atau SP3."Korban didesak untuk mendatangani dokumen, beliau (Junaedi) sempat menolak beberapa kali," katanya.
Lebih lanjut Anom mengatakan, pihaknya yang mengetahui nasib tragis yang dialami Junaedi kini berupaya memberikan bantuan hukum, agar Junaedi dan anaknya bisa menerima keadilan."Kami sudah melayangkan surat peringatan kepada pihak yayasan sebanyak dua kali pada tanggal 7 Juli dan 15 Juli 2022," katanya.
Menurut Anom, surat peringatan dilayangkan kepada pihak yayasan karena pihak keluarga korban sudah membuka pintu damai dengan pelaku, namun sejumlah pengurus yayasan diduga menutupi kasus itu. Pihak keluarga korban hanya meminta para terduga pelaku menunjukkan iktikad baiknya." Somasi kami sudah dua kali kirim, tapi tidak mendapat perhatian serius atau tidak digubris," kata Anom.
Anom menilai bahwa perbuatan para terduga pelaku telah melanggar Pasal 263 KUHPidana dan UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 81 serta UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Pasal 263 dikenakan pada para terduga pelaku karena diduga ada tindak pembuatan dokumen palsu."Bahwa perkara ini yang akan kami munculkan adalah Pasal 263 KUHPidana dan UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 81," kata Anom.
Saat dimintai tanggapannya, Humas Yayasan As-Syifa Al-Khoeriyyah, Sopyan membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima somasi dari kuasa hukum korban. Menurut dia, pihak yayasan bakal segera menindaklanjuti somasi yang dilayangkan melalui kuasa hukumnya."Insya Allah nanti akan disampaikan secara tertulis, nanti akan dijawab somasinya melalui kuasa hukum kami, Insya Allah nanti akan disampaikan. Akan ditanggapi," kata Sopyan
Lihat Juga: Viral Anak Ditetapkan Jadi Tersangka Penyebaran Video Asusila, Polda Sumut: Mediasi Tak Tercapai Kesepakatan
Junaedi dan keluarganya kini tengah mencari keadilan atas nasib pilu yang dialami korban berinisial TA itu. Pasalnya, sejak peristiwa dugaan perkosaan itu terjadi, terduga pelaku yang berinisial N tak kunjung bertanggung jawab atas perbuatan bejatnya.
"Saat itu, korban yang masih berusia 15 tahun diduga disetubuhi pelaku berinisial N di sekitar yayasan. Aksi itu dipergoki langsung oleh ayah korban bernama Junaedi yang bekerja sebagai petugas kebersihan di yayasan itu," ungkap Anom Joemaedi, kuasa hukum Junaedi dalam keterangannya, Rabu (20/7/2022).
Anom melanjutkan, peristiwa itu memang sudah cukup lama terjadi, tepatnya pada 2011 lalu. Namun, korban yang juga bekerja sebagai penjaga kantin di yayasan itu tak kunjung mendapatkan keadilan. Bahkan, kasus yang dialami korban malah dihentikan pihak kepolisian, diduga akibat manipulasi data yang dilakukan pelaku dan sejumlah pengurus yayasan.
"Sejak peristiwa itu terjadi, ayah korban dan keluarga terus menuntut keadilan, baik kepada pelaku, termasuk pihak yayasan. Namun, hingga kini tak kunjung menemukan kejelasan," kata Anom.
Anom menjelaskan, sejak memergoki anaknya disetubuhi pelaku, Junaedi yang marah sempat menemui seorang pengajar yayasan yang bernama Sobar. Kalau itu, Sobar berjanji bakal segera menyelesaikan kasus itu.
Akan tetapi, selang dua tahun, tak ada kejelasan yang diperoleh Junaedi terkait kasus yang menimpa anaknya hingga akhirnya melaporkan peristiwa dugaan perkosaan itu kepada polisi 2013 lalu.
"Ketika kasus itu dalam proses penyelidikan, pihak pengurus yayasan tiba-tiba mengajak bertemu Junaedi dan memberikan uang senilai Rp 430.000 untuk mengurus nota akad (pernikahan anaknya dan pelaku)," ungkap Anom.
Uang tersebut, lanjut Anom, sempat diterima Junaedi dan dipakai untuk mengurus akad pernikahan ke Kantor Urusan Agama (KUA) di Kota Bandung. Namun, pihak KUA menolak dengan alasan korban masih di bawah umur, sehingga korban dan pelaku tak bisa dinikahkan.
Singkat cerita, pihak pengurus yayasan kemudian kembali bertemu dengan Junaedi di Polres Subang. Di sana, kata Anom, diduga telah terjadi pemaksaan kepada Junaedi agar mendatangani sejumlah dokumen yang disiapkan para terduga pelaku. Merasa terdesak dan karena ketidaktahuannya, Junaedi lantas menandatangani dokumen itu.
Setelah ditelisik, dokumen tersebut ternyata berisi keterangan yang menyebutkan korban lahir di tahun 1993. Padahal, faktanya, korban lahir tahun 1997. Pemalsuan tanggal lahir korban diduga dilakukan untuk memberi kesan kepada penyidik bahwa korban sudah berusia 18 tahun dan sudah menikah, sehingga terbit surat penghentian penyidikan dari polisi atau SP3."Korban didesak untuk mendatangani dokumen, beliau (Junaedi) sempat menolak beberapa kali," katanya.
Lebih lanjut Anom mengatakan, pihaknya yang mengetahui nasib tragis yang dialami Junaedi kini berupaya memberikan bantuan hukum, agar Junaedi dan anaknya bisa menerima keadilan."Kami sudah melayangkan surat peringatan kepada pihak yayasan sebanyak dua kali pada tanggal 7 Juli dan 15 Juli 2022," katanya.
Menurut Anom, surat peringatan dilayangkan kepada pihak yayasan karena pihak keluarga korban sudah membuka pintu damai dengan pelaku, namun sejumlah pengurus yayasan diduga menutupi kasus itu. Pihak keluarga korban hanya meminta para terduga pelaku menunjukkan iktikad baiknya." Somasi kami sudah dua kali kirim, tapi tidak mendapat perhatian serius atau tidak digubris," kata Anom.
Anom menilai bahwa perbuatan para terduga pelaku telah melanggar Pasal 263 KUHPidana dan UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 81 serta UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Pasal 263 dikenakan pada para terduga pelaku karena diduga ada tindak pembuatan dokumen palsu."Bahwa perkara ini yang akan kami munculkan adalah Pasal 263 KUHPidana dan UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 81," kata Anom.
Saat dimintai tanggapannya, Humas Yayasan As-Syifa Al-Khoeriyyah, Sopyan membenarkan bahwa pihaknya sudah menerima somasi dari kuasa hukum korban. Menurut dia, pihak yayasan bakal segera menindaklanjuti somasi yang dilayangkan melalui kuasa hukumnya."Insya Allah nanti akan disampaikan secara tertulis, nanti akan dijawab somasinya melalui kuasa hukum kami, Insya Allah nanti akan disampaikan. Akan ditanggapi," kata Sopyan
Lihat Juga: Viral Anak Ditetapkan Jadi Tersangka Penyebaran Video Asusila, Polda Sumut: Mediasi Tak Tercapai Kesepakatan
(don)