Aturan Vaksin Booster Sebagai Syarat Perjalanan Diminta Dikaji Ulang

Selasa, 19 Juli 2022 - 12:04 WIB
loading...
Aturan Vaksin Booster Sebagai Syarat Perjalanan Diminta Dikaji Ulang
Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Bambang Haryo Soekartono. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Bambang Haryo Soekartono menyoal kebijakan pemerintah yang menjadikan vaksin dosis ketiga atau booster sebagai syarat bagi pengguna transportasi publik.

Kebijakan terkait vaksinasi booster sebagai syarat perjalanan itu merujuk pada SE Satgas Covid-19 Nomor 21 dan 22 Tahun 2022. Aturan itu dinilai sangat tidak tepat di tengah geliat pemulihan ekonomi nasional.

Mantan Wakil Sekjen MTI Pusat itu mengungkapkan, pengguna transportasi publik massal di Indonesia jumlahnya masih minim bila dibandingkan dengan transportasi online dan pribadi.

Persentasepengguna transportasi massal hanya sekitar 12 persen saja dari total yang memanfaatkan transportasi publik tidak massal dan transportasi pribadi.



"Sehingga bila ini diterapkan tidak akan berdampak terhadap kekebalan komunal (herd immunity) bahkan dampaknya pada perpindahan dari transportasi publik beralih ke transportasi pribadi dan berdampak macet atau traffic jam, serta peningkatan kecelakaan di jalan raya," ungkap Bambang Haryo.

Dijelaskan anggota DPR-RI Periode 2014-2019 itu, dari sisi pemborosan, kebutuhan ekonomi masyarakat menjadi bertambah dan seharusnya pemerintah paham dengan adanya masyarakat menggunakan transportasi pribadi, maka pergerakan masyarakat semakin sulit dipantau dan dikendalikan oleh pemerintah.

Bambang melanjutkan, sebelum mengeluarkan kebijakan, pemerintah perlu melakukan kajian dan penelitian yang mendalam. Vaksinasi booster dinilai bukan satu-satunya langkah yang bisa ditempuh untuk pencegahan penularan Covid-19.

Terbukti di Indonesia dengan capaian vaksinasi booster 19 persen dari total penduduk 267 juta jiwa, penambahan kasus sampai dengan tanggal 12 Juli 2022 adalah 3.361 kasus per hari.

"Sedangkan Taiwan yang sudah booster 73 persen dari total penduduk 23juta jiwa per tanggal 12 Juli 2022 tambahan kasus sebesar 28.972 kasus per hari. Lalu, Singapura yang sudah booster 74 persen dari 5 juta jiwa penduduk saat ini ada tambahan kasus sebesar 5.974 kasus per hari," jelas Bambang Haryo.

Tak hanya itu, di India, vaksinasi booster yang baru 3 persen dari total penduduk 1,38 miliar jiwa, penambahan kasus per hari hanya 13 ribu kasus. Sedangkan Jerman yang sudah mencapai 69 persen dari total penduduk 83 juta jiwa, jumlah kasus sebesar 127.000 per hari.

"Demikian bila di Indonesia, DKI Jakarta vaksin 1 dan 2 mendekati 100 persen, booster sudah lebih dari 40 persen dari jumlah penduduk 10,56 juta jiwa, penambahan kasus sebesar 3.584 per hari. Sedangkan Aceh dosis kedua masih 29 persen dan booster mendekati 0 persen dari jumlah penduduk 5,27 juta jiwa, pertambahan nol kasus," urai Bambang.

Lebih jauh, alumni ITS Surabaya itu menilai, hampir seluruh negara di dunia tidak membutuhkan lagi sertifikat vaksin sebagai persyaratan menggunakan transportasi publik massal dalam negeri.

Dia mencontohkan, di Jepang bahkan yang tidak divaksin pun bisa menggunakan transportasi publik dengan tidak ada diskriminasi antara masyarakat yang telah maupun yang tidak divaksin. Di dua negara, yakni Australia dan Jepang, vaksin tidak menjadi kewajiban.

"Saya yakin Menteri Perhubungan mengetahui itu karena baru satu bulan yang lalu berkunjung ke Jepang, termasuk saya sendiri. Ada lagi di Australia juga tidak menggunakan sertifikat vaksin untuk naik transportasi publik massal dan bahkan pada tanggal 19 Juli 2022 Pemerintah Australia membebaskan turis masuk tanpa sertifikat vaksin," jelas Bambang.



Adapun jumlah negara yang menerapkan wajib vaksin hanya sedikit, yaitu hanya 4 dari 195 negara, yaitu Indonesia, Ekuador, Tajikistan dan Turkmenistan. Bahkan di Jerman, sempat ada wacana akan diterapkannya wajib vaksin. Namun karena banyaknya masyarakat yang kontra sehingga dibatalkan.

Penerapan aturan wajib vaksin booster pada tanggal 17 Juli 2022 dinilai sangat merugikan transportasi publik massal dan ekonomi masyarakat.

"Seharusnya pemerintah tidak menambahkan beban lagi kepada masyarakat dan pelaku usaha transportasi yang baru membangun ekonominya dari kehancuran akibat kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan aturan Covid-19," pungkas Bambang.

(agn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1814 seconds (0.1#10.140)