Pagelaran Seni dan Budaya di Magelang, BNPT: Efektif Tangkal Paham Radikal Terorisme
loading...
A
A
A
MAGELANG - Pagelaran seni dan budaya bertajuk Merawat Perbedaan dalam Bingkai Kebhinekaan digelar di GOR Tri Bhakti, Magelang, Jawa Tengah. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Pelangi Cinta Nusantara (PCN) ini dinilai cukup efektif dalam menangkal paham radikal dan terorisme.
Sebab, seni dan budaya dinilai bisa menjadi pola penanggulangan yang efektif terhadap penyebaran paham radikalisme dan terorisme.
Hal itu diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwahid saat menghadiri pagelaran.
Dia menyebut peran seni budaya sangat efektif. Orang radikal itu, lanjutnya, memiliki karakter kontrol emosional yang labil, jiwanya tidak lembut, hatinya keras, lebih mengedepankan simbol-simbol keagamaan dan lebih mengutamakan ritualitas keagamaan.
"Nah dengan membangun atau menggelorafikasi untuk mencintai seni dan budaya melalui event seperti ini tentunya harapan kita masyarakat akan mencintai bangsa dan negaranya,” ungkap Nurwakhid, dikutip Jumat (3/6/2022).
Selain itu, kelompok radikal cenderung anti dengan seni dan kebudayaan. Karena pemahaman seperti itu harus diatasi dengan semakin meningkatkan pendekatan-pendekatan seni dan budaya dalam masyarakat. Sehingga masyarakat tergerak untuk mencintai budayanya dan tak termakan paham kelompok radikal.
“Kelompok teroris itu anti dengan seni dan budaya serta kearifan lokal. Hatinya keras, makanya kita harapkan dengan pendekatan seni budaya seperti ini, masyarakat Indonesia, khususnya di Magelang ini tergerak untuk mencintai seni dan budaya," ujarnya.
"Karena dengan seni dan budaya akan melembutkan hati, akan membuat jiwa menjadi penuh kasih sayang, sehingga akan terbangun toleransi serta kebhinekaan dan keberagaman” ungka mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Polri ini.
Kecintaan terhadap seni dan budaya lokal pun harus diiringi dengan keterbukaan terhadap budaya lain. Di mana pada saat ini dengan transparansi dan globalisasi, pengaruh budaya asing pun nyata adanya. Sehingga harus disikapi dengan bijak, dan dijadikan sarana untuk saling mengenal sesama manusia.
“Harapan kita pada generasi muda pada khususnya, apakah itu generasi milenial, generasi Z, ataupun para penggiat budaya, penggiat seni, untuk mencintai seni dan budaya bangsanya. Walapun di era transparansi dan di era globalisasi ini banyak masuk budaya atau pengaruh asing,” ungkapnya.
Oleh karena itu Nurwakhid meminta kepada masyarakat utamanya kaum moderat untuk menyikapi dengan bijak, dan bukan menolak. Akan tetapi justru menyambut dan kalau bisa mengkolaborasikan antara budaya nusantara dan budaya asing.
Karena budaya adalah infrastruktur, budaya adalah sarana untuk saling mengenal diantara anak bangsa, dan diantara umat manusia yang berbeda-beda.
“Karena perbedaan itu sunattullah, dan harus sikapi dengan untuk saling mengenal. Sehingga kita saling menghormati, saling menyayangi,saling melengkapi dan saling memanusiakan sesame manusia,” ungkap mantan Kadensus 88 Polda DIY ini.
Hal senada turut diungkapkan budayawan Ngatawi Al-Zastrow yang mengungkapkan bahwa hati yang keras hanya bisa dilunakkan dengan pendekatan-pendekatan yang lunak. Di mana salah satunya dengan pendekatan budaya dan seni, sehingga akhirnya akan terjalin silaturahmi.
“Pendekatan kebudayaan seperti ini adalah cara yang paling efektif untuk melakukan proses deradikalisasi, karena deradikalisasi terkait dengan kekerasan hati. Dan hati itu bisa dilunakkan kalau dengan pendekatan kebudayaan, dengan pendekatan silaturahmi, dengan pendekatan seni, kegiatan merajut hati," katanya.
"Jadi hal seperti ini harus terus dilakukan, baik secara informal maupun formal. Karena orang jadi radikal karena jarang tersentuh, jadi kita sentuh hatinya salah satunya dengan acara seperti ini,” ungkapnya.
Sebab, seni dan budaya dinilai bisa menjadi pola penanggulangan yang efektif terhadap penyebaran paham radikalisme dan terorisme.
Hal itu diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwahid saat menghadiri pagelaran.
Dia menyebut peran seni budaya sangat efektif. Orang radikal itu, lanjutnya, memiliki karakter kontrol emosional yang labil, jiwanya tidak lembut, hatinya keras, lebih mengedepankan simbol-simbol keagamaan dan lebih mengutamakan ritualitas keagamaan.
"Nah dengan membangun atau menggelorafikasi untuk mencintai seni dan budaya melalui event seperti ini tentunya harapan kita masyarakat akan mencintai bangsa dan negaranya,” ungkap Nurwakhid, dikutip Jumat (3/6/2022).
Selain itu, kelompok radikal cenderung anti dengan seni dan kebudayaan. Karena pemahaman seperti itu harus diatasi dengan semakin meningkatkan pendekatan-pendekatan seni dan budaya dalam masyarakat. Sehingga masyarakat tergerak untuk mencintai budayanya dan tak termakan paham kelompok radikal.
“Kelompok teroris itu anti dengan seni dan budaya serta kearifan lokal. Hatinya keras, makanya kita harapkan dengan pendekatan seni budaya seperti ini, masyarakat Indonesia, khususnya di Magelang ini tergerak untuk mencintai seni dan budaya," ujarnya.
"Karena dengan seni dan budaya akan melembutkan hati, akan membuat jiwa menjadi penuh kasih sayang, sehingga akan terbangun toleransi serta kebhinekaan dan keberagaman” ungka mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Polri ini.
Kecintaan terhadap seni dan budaya lokal pun harus diiringi dengan keterbukaan terhadap budaya lain. Di mana pada saat ini dengan transparansi dan globalisasi, pengaruh budaya asing pun nyata adanya. Sehingga harus disikapi dengan bijak, dan dijadikan sarana untuk saling mengenal sesama manusia.
“Harapan kita pada generasi muda pada khususnya, apakah itu generasi milenial, generasi Z, ataupun para penggiat budaya, penggiat seni, untuk mencintai seni dan budaya bangsanya. Walapun di era transparansi dan di era globalisasi ini banyak masuk budaya atau pengaruh asing,” ungkapnya.
Oleh karena itu Nurwakhid meminta kepada masyarakat utamanya kaum moderat untuk menyikapi dengan bijak, dan bukan menolak. Akan tetapi justru menyambut dan kalau bisa mengkolaborasikan antara budaya nusantara dan budaya asing.
Karena budaya adalah infrastruktur, budaya adalah sarana untuk saling mengenal diantara anak bangsa, dan diantara umat manusia yang berbeda-beda.
“Karena perbedaan itu sunattullah, dan harus sikapi dengan untuk saling mengenal. Sehingga kita saling menghormati, saling menyayangi,saling melengkapi dan saling memanusiakan sesame manusia,” ungkap mantan Kadensus 88 Polda DIY ini.
Hal senada turut diungkapkan budayawan Ngatawi Al-Zastrow yang mengungkapkan bahwa hati yang keras hanya bisa dilunakkan dengan pendekatan-pendekatan yang lunak. Di mana salah satunya dengan pendekatan budaya dan seni, sehingga akhirnya akan terjalin silaturahmi.
“Pendekatan kebudayaan seperti ini adalah cara yang paling efektif untuk melakukan proses deradikalisasi, karena deradikalisasi terkait dengan kekerasan hati. Dan hati itu bisa dilunakkan kalau dengan pendekatan kebudayaan, dengan pendekatan silaturahmi, dengan pendekatan seni, kegiatan merajut hati," katanya.
"Jadi hal seperti ini harus terus dilakukan, baik secara informal maupun formal. Karena orang jadi radikal karena jarang tersentuh, jadi kita sentuh hatinya salah satunya dengan acara seperti ini,” ungkapnya.
(shf)