Sidang Dugaan Mafia Tanah di Lombok Barat, Terdakwa Makin Tersudut

Sabtu, 14 Mei 2022 - 00:00 WIB
loading...
Sidang Dugaan Mafia...
Suasana sidang perkara penyerobotan tanah seluas 6,37 Ha di Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat di Pengadilan Negeri Mataram.Foto/ist
A A A
MATARAM - Pengadilan Negeri Lombok kembali menggelar sidang kasus dugaan mafia tanah di Lombok Barat dengan menghadirkan terdakwa Muhsin Mahsun. Dia didakwa melakukan serangkaian kejahatan dalam pengusaan lahan seluas 6,37 hektar di Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.

Dari sejumlah saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU), semakin menyudutkan terdakwa. Saksi-saksi kompak dan mengaku tidak pernah tahu dan mengimput surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas nama terdakwa.

Baca juga: Kasus Demam Berdarah di Bali Capai 1.773 Orang

Adapun saksi-saksi yang dihadirkan JPU dari Kejaksaan Negeri Mataram Chairil Iswadi di antaranya Lulu Rizal Mahtopani, Iswandi Bawadiman dan Rudi Supriawan, semuanya dari pegawai Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) Lombok Barat.

Jaksa Chairil banyak bertanya kepada saksi, Lulu Rizal, seputar tugas operator input data permohonan SPPT PBB yang masuk. “Apakah saksi pernah melihat SPPT atas nama terdakwa Muhsin Mahsum dan mengimputnya?” tanya jaksa, Kamis (12/5/2022).

Dengan tegas, saksi mengatakan tidak pernah melihat nama itu dan mengimputnya. “Kami tidak pernah melihat permohonan SPPT Muhsin Mahsum dan menimputnya,” jawab Lulu Rizal.

“Setahu saudara bagaimana mekanisme permohonan dan perubahan SPPT PBB pada Bappenda lombok barat?” kejar JPU. “Mekanismenya itu melalui bagian pelayanan, semua lewat bagian pelayanan jika pelayanan menyatakan berkas itu sudah lengkap diserahkan ke kami untuk input data, dan kami tidak pernah menginput SPPT permohonan atas nama Bapak Muhsin Mahsum,” jelas saksi.

Jaksa kembali menanyakan, “Terkait permasalah SPPT PBB atas nama terdakwa ini terbit tahun 2017 dan permohonan di Mei 2017 apakah di sistem itu bisa langsung keluar terinput?” kejar lagi jaksa. “Tidak. Kalau permohonan itu tidak terbit langsung di tahun 2017 harusnya terbit tahun 2018 karena pengajuannya pada tahun 2017,” jelas Lulu.

Giliran anggota majelis hakim bertanya. “Setahu saudara saksi, setiap pengajuan itu apakah saudara hafal siapa saja yang mengajukan permohonan dan yang saudara masukan datanya?” tanya hakim Muslih Harsono.

“Hafal semua, wajib pajak mengajukan permohonan. Sehari bisa sampai 100 map. Di Bappenda Lombok Barat tahun 2017 itu operatornya ada empat orang menginput data. Kepala bidang tidak bisa menginput karena tidak punya akun hanya bisa melihat jika diperlihatkan operator,” paparnya.

Selanjutnya, hakim Muslih, menunjukan SPPT PBB atas nama Debora Sutanto (pelapor/korban) kepada saksi. “Menurut saksi apakah ini benar produk? Menurut saudara saksi, apakah SPPT milik terdakwa ini prodak Bapeda?,”

Saksi pun menjawab,” Kalau dilihat dari formatnya memang ini dari instansi kami”. “Saudara bilang SPPT milik terdakwa ini adalah prodak dari Bapenda saudara, lalu siapa yang input data permohonan terdakwa selaku operator?”.

“Kalau itu saya tidak tahu, siapa yg menginput karena selama ini saya tidak pernah menginput data dri Bapak Muhsin Mahsun,” kata saksi Lulu.

Ketika majelis hakim menanyakan, apakah ada orang lain yang bisa menginput dan mencetak SPPT terdakwa, selain oleh empat operator, karena pada saksi tidak pernah melihat dan mengimput permohonan SPPT terdakwa.

“Itu kami tidak tahu siapa oknum yg terlibat pada kasus ini yang jelas, saya tidak tahu kenapa SPPT atas nama Bapak Muhsin Mahsum bisa terbit, karena sepengetahuan kami, kami tidak pernah input berkas dari Pak Muhsin.

Lalu siapa admin yg pada tahun 2017 itu siapa?, kejar hakim. “Namanya Ilham Fahmi sampai sekarang,” jawabnya. “Lalu dari mana kalian yakin bahwa kalian tidak pernah input data permohonan atas nama terdakwa itu. Apakan ada tandanya mungkin atau apa?”

“Ada, kami sebagai operator memiliki user name akun sendiri untuk melihat siapa yg menginput data permohonan itu bisa di lihat dari user name dari akun masing-masing operator. Di situ bisa terlihat sama admin user siapa yg input dari user akunnya siapa bisa terlihat dan seingat kami khusus untuk SPPT Pak Muksin tidak pernah menginput data permohonannya itu dari kami dan itu yg kami tahu,” ujarnya.

Dalam sidang sebelumnya, Kamis, 14 April 2022 lalu, juga menghadirkan saksi dari Bappeda. Mereka, Lale Prayatni. Ia menjabat Kepala Bappenda Lobar pada tahun 2017. Kemudian Ilham Fahmi, saat itu bertugas selaku operator pengiputan data SPPT dan Lalu Putranon, menjabat Kepala UPT Bappenda Lobar untuk wilayah V Kecamatan Sekotong tahun 2020-2021.

Dalam kesaksiannya, Lale Prayatni mengaku tidak mengenal dengan terdakwa Muhsin Mahsun. Ia juga tidak mengetahui adanya (SPPT) atas nama terdakwa untuk lahan seluas 6,37 Ha di Gili Sudak, Desa Sekotong Barat, Kecamatan Sekotong.
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1412 seconds (0.1#10.140)