Kisah Andi Depu, Pejuang Wanita yang Nekat Terobos Tentara Belanda Demi Mempertahankan Merah Putih

Rabu, 11 Mei 2022 - 05:05 WIB
loading...
Kisah Andi Depu, Pejuang Wanita yang Nekat Terobos Tentara Belanda Demi Mempertahankan Merah Putih
Monumen merah putih dengan sosok Andi Depu yang mendekap tiang bendera di Kelurahan Tinambung, Kecamatan Tinambung, Polman, Sulbar untuk mengenang perjuangan Andi Depu melawn penjajah Belanda. Foto: Istimewa
A A A
''Lumbangpai Batangngu, Muliai Pai Bakkeu, Anna Lumbango Bandera'' kata Andi Depu Maraddia Balanipa dengan suara lantang dalam bahasa Mandar , sambil mendekap tiang bendera di tengah kepungan tentara Belanda.

Saat itu Andi Depu baru saja selesai melaksanakan salat dhuha. Pengawal istana yang melihat Belanda hendak menurunkan bendera merah putih langsung mengadu pada Andi Depu. Mendengar laporan tersebut Andi Depu beranjak dari tempatnya kemudian berlari ke tiang bendera sambil berseru "Allahu Akbar".

Yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia ‘Biarlah saya gugur, mayatku kalian langkahi, baru bisa kau turunkan bendera ini’ Itulah kata-kata sang raja wanita di Tanah Mandar, Sulawesi Barat yang menggetarkan tentara Belanda demi mempertahankan bendera merah putih tetap berkibar di halaman istana Kerajaan Balanipa, hingga akhirnya Belanda pun tak jadi menurunkan bendera tersebut.



Aksinya itu membuat pengawal istana dan warga Tinambung menerobos kepungan Belanda dan berdiri mengelilingi Andi Depu. Terbilang nekat, karena para pengawal istana dan masyarakat sekitar hanya bersenjatakan keris dan tombak ketika menghalang-halangi prajurit Belanda.

Akibat aksinya itu, Andi Depu nyaris ditebas oleh tentara NICA karena menolak menurunkan bendera merah putih di halaman rumahnya. Melihat ketahanan dari perjuangan rakyat Mandar yang dipimpin oleh Andi Depu, Belanda pun tidak berani menurunkan bendera tersebut. Hal itu diceritakan dalam buku ‘Puang & Daeng: Sistem Nilai Budaya Orang Balanipa-Mandar’ karya Darmawan Mas'ud Rahman.

Andi Depu Maraddia Balanipa, adalah Raja Balanipa ke 52, juga dikenal Puang Depu Maraddia Balanipa atau Ibu Agung. Dia lahir di Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Agustus 1907. Dia adalah seorang pejuang wanita asal Indonesia yang berhasil mempertahankan Tinambung, Polewali Mandar dari penaklukan Belanda.

Andi Depu bisa leluasa berjuang ke mana-mana tanpa dicurigai sebagai pejuang karena ia adalah seorang wanita. Namun, di tengah kegigihannya melawan penjajah Belanda, dia ditentang oleh suaminya, Andi Baso Pabiseang yang cenderung dekat dengan Belanda. Karena punya pemikiran yang berseberangan, keduanya pun memutuskan untuk berpisah.



''Suami Ibu Depu yang saat itu memangku jabatan sebagai raja, berpikiran pendek dan menganggap bahwa kaum penjajah itu tidak mungkin dapat dilawan dan dikalahkan hanya dengan semangat yang berkobar-kobar dan senjata bambu runcing,'' tulis Aminah P. Hamzah dalam buku ‘Hajjah Andi Depu Maraddia Balanipa: Biografi Pahlawan’.

Setelah bercerai, Andi bersama dengan anak laki-lakinya yang bernama Andi Perenrengi, bergabung dalam pergerakan rakyat Mandar dalam melawan penjajah Belanda. Ia memilih menetap di rumah orang tuanya yang akhirnya dibuat sebagai markas pertahanan.

Meskipun dari kalangan bangsawan, Andi Depu senang bergaul dengan siapapun. Ia mendekatkan diri dengan rakyat Mandar dengan tujuan memperdalam ilmu agama. Pada 1939, Andi Depu kemudian diangkat menjadi Raja Balanipa ke-52.

Diketahui, Andi Depu pernah bersekolah di Volkschool dan sangat aktif di banyak organisasi. Ia juga merupakan pendukung utama organisasi pemuda Jong Islamieten Bond (JIB) yang mendirikan cabang di wilayah Mandar pada 1940, sampai menjadi pelopor Fujinkai (tentara perempuan Jepang) di wilayah Mandar pada tahun 1944.

Selain menjadi pelopor di Jong Islamieten Bond, ia juga membuat organisasi KRIS Muda atau kepanjangan dari Kebangkitan Rahasia Islam Muda pada 21 Agustus 1945 yang berhasil menyebar ke sejumlah wilayah di luar Mandar. Karena organisasinya ini, ia sempat ditangkap oleh pasukan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) pada Desember 1946, meskipun akhirnya dibebaskan.



Sementara, Belanda yang punya pengaruh sangat hebat di Indonesia Bagian timur kala itu akhirnya membuat sebuah negara boneka dengan nama Negara Indonesia Timur (NIT). NIT dibentuk dari sebuah konferansi yang diadakan di Malino serta Denpasar pada tahun 1946. Terbentuknya NIT akhirnya diikuti oleh pembentukan negara-negara bagian yang lainnya seperti Negara Sumatera Timur (NST), dan Negara Pasundan.

NIT sendiri awalnya langsung dijadikan dasar penerapan sistem federal oleh Belanda, yang berujung membantu Republik Indonesia (RI) untuk memperoleh pengakuan kedaulatan di tahun 1949 lewat sebuah badan yang dibuat oleh belanda yaitu Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO).

Sudah biasa ditangkap Belanda, Andi Depu serta pemimpin lain dari perjuangan rakyat Mandar akhirnya bebas sebelum penyerahan kedaulatan Indonesia secara menyeluruh pada akhir 1949 dari hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

Setelah keluar dari penjara, ia juga ikut membantu pembubaran Negara Indonesia Timur (NIT). Demonstrasi ia gelar di Polombangkeng pada 1950. Hal ini mengakibatkan ia ditangkap lagi oleh sisa-sisa orang-orang NIT selama kurang lebih 30 hari.

Karena langkahnya ini, ia kembali ditangkap oleh pemerintah NIT dan langsung dibawa ke penjara selama 30 hari lebih. Andi ditangkap di angkatan udara Penerbangan Mandai lalu dilepaskan kembali oleh pemerintah NIT.

Bebasnya Andi Depu dari penjara kemudian mendapat animo yang luar biasa dari rakyat dan di jalan yang menuju ke Tinambung. Animo dari warga tak terputus termasuk beberapa orang yang dulunya tergabung di KNIL juga ikut mengelu-elukannya.

Biarpun dengan kesehatan yang sudah memburuk akibat perlakuan selama di dalam penjara, tidak menghilangkan semangatnya dalam memberikan semangat dalam melawan penjajahan.
Setelah berhasil bebas yang kedua kali, ia kembali pergi ke Mandar karena diminta untuk menjadi pemimpin daerah yang dulunya merupakan Kerajaan Balanipa, dan kemudian berubah menjadi swapraja.

Andi Depu dipilih menjadi ketua Swapraja Balanipa. Amanah ini terus ia pegang sampai tahun 1956 sebelum akhirnya dia mundur karena masalah kesehatan.

Bersama dengan keluarganya, Andi Depu memutuskan untuk pindah dari Tinambung ke Makassar untuk mendapatkan pengobatan karena kesehatan fisiknya yang sudah menurun.

Akibat keberaniannya melawan penjajah Belanda, Andi Depu mendapat anugerah Bintang Mahaputra Tingkat IV dari Presiden Soekarno. Dan pada 10 November 2018, Andi Depu dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Joko Widodo bersama dengan 5 tokoh pejuang lainnya dari beberapa daerah di Indonesia.

Andi Depu mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pelamonia Makassar pada 18 Juni 1985. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Panaikang, Makassar, Sulawesi Selatan.

Untuk mengenang perjuangannya, sebuah monumen dibangun di Kelurahan Tinambung, Kecamatan Tinambung, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, yang dibuat seperti sosok perempuan yang sedang memeluk tiang bendera merah putih sambil menunjuk ke depan.
(nic)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2970 seconds (0.1#10.140)