Cerita Mahasiswa Undip Asal Papua yang 4 Tahun Tak Pulang Kampung
loading...
A
A
A
LIRIH suaranya begitu terbata-bata tampak keluar dari mulut Jufri Ubay, mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) Semarang saat mengungkapkan perasaannya karena semenjak masuk pertama di bangku kuliah hingga kini sama sekali tak pulang ke kampung halamannya di Fakfak, Papua Barat.
Ya, Jufri mengaku sudah lebih empat tahun dirinya tak pulang ke Papua. Ongkos transportasi dari Semarang ke Papua Barat pulang-pergi (PP) menjadi salah satu alasannya. Apalagi selama merebaknya virus corona atau Covid-19 yang masih masif menyebar di tanah air, termasuk di Kota Semarang.
Lantas, bagaimana ia menjalin komunikasi dengan orang tuanya? Ternyata Ubay begitu ia akrab disapa mengungkapkan hanya bisa berkomunikasi jika orang tuanya turun ke kota. (BACA JUGA: Menhan Prabowo Raker dengan Komisi I Bahas RKA Kemhan 2021)
“Saya sudah 4 tahun ini nggak pulang kampung (Fakfak). Untuk komunikasi sama orang tua tidak bisa karena berada di pelosok, Bisanya kalau orang tua lagi di kota. Soalnya jaringan telekomunikasi di kampung kurang begitu bagus,” ungkap Ubay kepada SINDOnews di sela pembagian bantuan dari Kerapu Peduli di kampus FPIK Undip Tembalang, Semarang, Kamis (18/6/2020).
“Kalau mau komunikasi paling nunggu orang tua ke kota dulu, baru bisa komunikasi bisa lewat video call, ataupun WhatsApp (WA),” ungkap mahasiswa semester akhir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip ini.
Ia menuturkan, tak ada janjian untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. “Orang tua ke kota dulu baru beritahu lewat sms baru video call. Harus janjian dulu, bisa sebulan-dua bulan sekali. Karena dari kampung ke kota tidak hanya lewat jalur darat tapi juga nyebrang laut,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kalau sudah telepon dengan orang tuanya bisa berjam-jam meski hanya sekadar melepas kangen. “Ya bisa sampai 4 jam telepon. Terakhir saya berkomunikasi dua minggu yang lalu. Kebanyakan ngobrol soal kabar nyaman atau tidak. Ya saya sampaikan dimana saja nyaman,” imbuhnya.
Terkait dampak pandemi Covid-19, ia mengaku sempat mengakui mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di awal merebaknya virus corona.
“Kalau dibilang kesulitan selama pandemi ini ya kesulitan, tapi mau bagaimana lagi kita harus patuhi anjuran pemerintah tetap di rumah. Teman saya yang satu daerah juga mengalaminya termasuk gak pulang ke Papua,” kata mahasiswa yang kos di wilayah Sirojudin Tembalang ini.
“Kebutuhan sehari-hari dicukup-cukupkan. Sebagai mahasiswa pinter-pinternya mengelola atau mengatur keuangan, kalau ga diatur bisa ribet kerepotan. Awal pandemi pasti ada, tapi ada saja rejeki meski ga banyak yang penting bisa mencukupi,” bebernya.
Ya, Jufri mengaku sudah lebih empat tahun dirinya tak pulang ke Papua. Ongkos transportasi dari Semarang ke Papua Barat pulang-pergi (PP) menjadi salah satu alasannya. Apalagi selama merebaknya virus corona atau Covid-19 yang masih masif menyebar di tanah air, termasuk di Kota Semarang.
Lantas, bagaimana ia menjalin komunikasi dengan orang tuanya? Ternyata Ubay begitu ia akrab disapa mengungkapkan hanya bisa berkomunikasi jika orang tuanya turun ke kota. (BACA JUGA: Menhan Prabowo Raker dengan Komisi I Bahas RKA Kemhan 2021)
“Saya sudah 4 tahun ini nggak pulang kampung (Fakfak). Untuk komunikasi sama orang tua tidak bisa karena berada di pelosok, Bisanya kalau orang tua lagi di kota. Soalnya jaringan telekomunikasi di kampung kurang begitu bagus,” ungkap Ubay kepada SINDOnews di sela pembagian bantuan dari Kerapu Peduli di kampus FPIK Undip Tembalang, Semarang, Kamis (18/6/2020).
“Kalau mau komunikasi paling nunggu orang tua ke kota dulu, baru bisa komunikasi bisa lewat video call, ataupun WhatsApp (WA),” ungkap mahasiswa semester akhir Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip ini.
Ia menuturkan, tak ada janjian untuk berkomunikasi dengan orang tuanya. “Orang tua ke kota dulu baru beritahu lewat sms baru video call. Harus janjian dulu, bisa sebulan-dua bulan sekali. Karena dari kampung ke kota tidak hanya lewat jalur darat tapi juga nyebrang laut,” ungkapnya.
Ia menambahkan, kalau sudah telepon dengan orang tuanya bisa berjam-jam meski hanya sekadar melepas kangen. “Ya bisa sampai 4 jam telepon. Terakhir saya berkomunikasi dua minggu yang lalu. Kebanyakan ngobrol soal kabar nyaman atau tidak. Ya saya sampaikan dimana saja nyaman,” imbuhnya.
Terkait dampak pandemi Covid-19, ia mengaku sempat mengakui mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di awal merebaknya virus corona.
“Kalau dibilang kesulitan selama pandemi ini ya kesulitan, tapi mau bagaimana lagi kita harus patuhi anjuran pemerintah tetap di rumah. Teman saya yang satu daerah juga mengalaminya termasuk gak pulang ke Papua,” kata mahasiswa yang kos di wilayah Sirojudin Tembalang ini.
“Kebutuhan sehari-hari dicukup-cukupkan. Sebagai mahasiswa pinter-pinternya mengelola atau mengatur keuangan, kalau ga diatur bisa ribet kerepotan. Awal pandemi pasti ada, tapi ada saja rejeki meski ga banyak yang penting bisa mencukupi,” bebernya.