Renungan Paskah Umat Kristiani, Ini Pesan Tokoh Agama di Papua

Sabtu, 16 April 2022 - 21:43 WIB
loading...
Renungan Paskah Umat Kristiani, Ini Pesan Tokoh Agama di Papua
Pdt. Freddy Toam, tokoh Gereja Kristen Indonesia (GKI) Papua menyatakan Paskah merupakan momentum yang sangat tepat bagi umat Kristiani mencari makna kehidupan yang sejati. Foto/iNews TV/Edy Siswanto
A A A
JAYAPURA - Perayaan Paskah dengan rangkaiannya, yakni pra-paskah, Jumat Agung, kebangkitan Kristus ditambah hari Pantekosta merupakan momentum yang sangat tepat bagi umat Kristiani untuk mencari makna kehidupan yang sejati.

Hal itu disampaikan Pdt. Freddy Toam, tokoh Gereja Kristen Indonesia (GKI) Provinsi Papua, Sabtu (16/4/2022). Dikatakan Pdt. Fredd Toam, pemaknaan kehidupan sejati bagi umat Kristen dapat dilakukan melalui proses perenungan panjang, doa dan meditasi.



"Paskah merupakan momentum penting bagi setiap pribadi untuk melakukan dan mengalami proses perubahan hidup. Lewat momentum Paskah, umat Tuhan diajak untuk mengevaluasi pola kehidupan setahun silam, kemudian menetapkan komitmen hidup baru sesuai dengan nilai-nilai kasih dan pengampunan dari Tuhan Allah Yang Maha Kuasa, sebagaimana tersurat dalam I Korintus pasal 13 (khususnya pada ayat 4 sampai ayat 13)," katanya.

Terlepas dari berbagai khotbah dan ritus seremonial dalam gereja dan persekutuan ibadah, lanjut dia, perenungan dan penghayatan terhadap makna kehidupan (berkontemplasi) sangat penting guna menata kehidupan pribadi, serta kehidupan keluarga dan masyarakat yang beradab dan bermartabat.

"Umat Kristiani senantiasi dituntut hidup sebagai 'pribadi utama dan istimewa' (primus inter pares) di tengah suasana kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Proses perenungan yang panjang perlu dilakukan untuk memberikan bobot terhadap kehidupan pribadi agar menjadi pribadi yang utama dan istimewa seperti yang tertulis dalam kitab suci dengan analogi garam dan terang dunia," ujarnya.

Pdt. Fredd Toam menjelaskan, perayaan Paskah sesungguhnya adalah waktu bagi umat Kristiani untuk melakukan perbaikan dan penguatan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, serta dengan alam sekitarnya.



Perbaikan relasi ini menjadi jalan untuk melepaskan diri dari realitas hidup yang cenderung menjauhkan atau menyamarkan kemuliaan Tuhan dalam kehidupan manusia, serta memperkuat dan mengkokohkan solidaritas.

"Tidak dapat disangkal bahwa seringkali gereja dan umatnya terbang melayang dalam eforia perayaan sehingga kita tidak mampu mendengar dan melihat betapa dunia sementara berada dalam berbagai hakekat gangguan, hambatan, halangan, tantangan bahkan ancaman yang muncul akibat perilaku manusia maupun alam sekitarnya," paparnya.

"Aksi penistaan, fitnah, iri hati, kebencian dan dendam sedang merajalela dalam hubungan antar manusia, suku, ras, agama, dan kelompok masyarakat baik secara horizontal maupun secara vertikal dengan pemerintah," tegasnya.

Menurutnya, kehidupan saat ini dipenuhi dengan keburukan komunikasi dan kecenderungan/pretensi untuk saling mengungguli (kalau tidak hendak disebut sebagai saling membantai satu sama lain).

Merayakan dan menjalani Minggu Paskah, lanjut dia, bukan sekedar merayakan atau menyelengarakan perayaan-perayaan gerejawi dengan ritus-ritus dan seremoni-seremoni yang panjang dan syahdu saja.

"Merayakan dan menjalani Minggu Paskah adalah saat terindah untuk memeriksa suasana batin dan membersihkannya dari semua beban perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak mengandung berkat, kemudian mengisi kembali batin dan menyalakan nurani kemanusiaan yang suci, mulia, adil dan beradab sebagaimana diperlihatkan oleh Kristus ketika Ia berdoa “Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan (Lukas 23:34 )," ucapnya.

Dia menambahkan, "Bukankah Tuhan mengajar kita untuk hidup kudus sebagai warga kerajaan Surgawi yang senantiasa mengamalkan nilai-nilai surgawi yaitu Kasih, Kebenaran, Keadilan, Damai, sejahtera dan suka cita oleh Roh Kudus ( Roma 14 ; 17 )".

Kehidupan beradab dan bermartabat di mana setiap orang mengamalkan dan menjunjung sikap penghargaan, penghormatan, kesamaan derajat dan saling mengutamakan serta toleransi berdasarkan kasih.

"Dengan kata lain, hidup Kudus adalah hidup dalam keseimbangan dengan sesama manusia dan alam sekitar (bandingkan Matius 25 : 40). Dengan memperingati sengsara dan salib Yesus Kristus sebagai puncak dari iman Kristiani, setiap pribadi Kristen menghayati arti dan makna dari kasih, pengampunan dan ketaatan," tukasnya.

Selain itu, pengampunan adalah sebuah tindak etis untuk merangkul kembali sesama yang terdepak dan terpinggirkan dari kehidupan kita oleh berbagai sebab; serta membalut semua luka batin, mencabut akar kepahitan dan melepaskan pengampunan tanpa syarat.

Sedangkan ketaatan adalah kehidupan dalam irama hidup yang serasi dan sepadan, seimbang adil dan bijaksana sesuai ajaran Krisus Yesus Tuhan kita (Titus 2 : 12).

"Itulah sebabnya puncak penyaliban didahului oleh tujuh minggu perenungan dan puasa batiniah. Dalam menghayati dan memaknai minggu–minggu sengsara, kematian dan kebangkitan Kristus, saya dapat menyampaikan beberapa pandangan yang dapat menjadi bahan perenungan bersama," turutnya

Pdt. Freddy Toam menyebut bahwa pertama, orang Kristen adalah pribadi yang istimewa yang dipilih dan dikuduskan menjadi suatu bangsa dengan imamat kerajaan Allah untuk menatalayani bumi dan segenap isinya menjadi sebuah “Oikos“.

"Oikos yakni rumah tempat perteduhan bersama yang serasi dan selaras, seimbang (harmoni), mulia sebagaimana gambaran surgawi tempat di mana kehendak Tuhan terwujud. Jadilah kehendakmu di bumi seperti di surga (Matius 6 : 10).

Kedua; Orang Kristen yang merayakan Paskah pasti mengalami perubahan paradigma dalam mengimplementasikan imannya, dari pribadi yang berserah diri pada Tuhan, menjadi pribadi yang turut bersama Tuhan (sekutu dalam Tuhan) dalam mewujudkan hukum kasih, kebenaran, keadilan, perdamaian, membangun kesejahteraan, menggelorakan kesukacitaan di tengah-tengah dunia yang sedang bergelora dengan bekerja keras dan berdoa agar semuanya menjadi nyata (Yohanes 17 : 15 – 22).

Ketiga; Orang Kristen yang merayakan Paskah menjadi pribadi yang diperbaharui untuk memperbaharui, untuk membebaskan sesama dari semua bentuk intimidasi dan provokasi si jahat yang merajalela, yang memanipulasi kemulian Tuhan Allah dalam bayangan fatamorgana kemerdekaan politik..

Selain itu fatamorgana gerakan zaman baru hingga transformasi bebas nilai sehingga memasung dan menyeret manusia ke dalam belenggu roh-roh kesesatan (kuasa penyesatan), yang seakan mulia tetapi sejatinya menyeret manusia masuk ke dalam jurang kenistaan.

Keempat, perayaan Paskah adalah prasyarat hidup dalam kemuliaan Allah sebagai ahli waris kerajaan surga dengan jalan mempromosikan nilai-nilai kemuliaan ilahi agar dunia terus menerus diperbaharui.



Hal itu sebagai tempat di mana nama Tuhan disembah dan dipermuliakan, dipenuhi dengan persekutuan dan persaudaraan di antara orang-orang telah menerima pengampunan dan diperbaharui.

"Perenungan panjang selama 100 hari dalam pekan paskah tahun 2022 kiranya memberikan kekuatan bagi seluruh umat Kristen untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19 dengan semua variannya," tuturnya.

Selan itu membangun semangat perjuangan dan kemajuan untuk memperbaharui kehidupan bersama, diampuni untuk mengampuni dan dibebaskan untuk membebaskan sesama manusia dari kutuk dosa, kematian dan kebinasaan kekal. Selamat Paskah," pungkasnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1724 seconds (0.1#10.140)