Nano Chitosan, Riset Dosen ITS untuk Pengobatan COVID-19

Rabu, 17 Juni 2020 - 15:08 WIB
loading...
Nano Chitosan, Riset Dosen ITS untuk Pengobatan COVID-19
Dosen ITS Yuli Setiyorini ST MPhil PhD Eng menunjukkan Nano Chitosan untuk pengobatan COVID-19. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melakukan riset teknologi berupa nano chitosan dengan metode baru. Riset ini dipakai untuk pengobatan COVID-19.

Yuli Setiyorini ST MPhil PhD Eng dan Sungging Pintowantoro ST MT PhD Eng melakukan kolaborasi sejak 2010 untuk mengembangkan chitosan sebagai material untuk aplikasi medis dan industrial dengan metode yang ramah lingkungan dari bahan baku lokal.

Riset chitosannya ini merupakan chitosan yang tidak menggunakan bahan kimia dengan memanfaatkan energi dari gelombang mikro. Sehingga produk yang dihasilkan sudah pada skala nano partikel (nano chitosan) dan memiliki sifat perbaikan jaringan yang lebih cepat.

“Ini merupakan produk chitosan dengan metode proses yang baru dan ramah lingkungan,” kata Rini, panggilan akrabnya, Rabu (17/6/2020). (Baca juga: Unair Uji Klinis Obat Covid-19 ke Manusia Akhir Juli 2020 )

Dia mengatakan, chitosan metode baru ini menggunakan bahan baku kulit udang dan limbah organik lain yang mengandung chitin seperti cangkang kepiting, beberapa cangkang binatang laut, serangga serta tumbuhan jamur dan alga. Bahan baku kulit udang ini dipilih sebab jumlah limbahnya di Indonesia yang melimpah.

“Selama ini olahan limbah kulit udang tersebut hanya berkisar untuk pakan ternak dan campuran pelet makanan binatang, Makanya saya memilih limbah kulit udang untuk dijadikan sesuatu yang bermanfaat. Kalau tidak diolah malah dapat memicu terjadinya gas methane yang berbahaya,” kata Lulusan doktor dari Institute Materials for Research (IMR), Tohoku University, Jepang ini.

Rini menjelaskan, riset ini berawal dari kesulitannya dalam mendapatkan produk chitosan dengan kualitas medis yang sesuai dengan penelitian yang sedang dilakukan di Laboratorium Pengolahan Mineral dan Material yakni pengembangan tissue regeneration dari material nonbiologis untuk memiliki sifat biologis, sehingga dapat menuju pada proses wound healing (tissue regeneration).

Pencarian material yang memiliki potensi tersebut jatuh pada chitosan yang memiliki banyak sifat untuk aplikasi medis seperti antibacterial, antiviral, wound healing, antiinflammation, antioxidant, biodegradable, biocompatibility, non-toxic dan masih banyak lagi.

Untuk diketahui, potensi sifat-sifat tersebut sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan atau produksi chitosan itu sendiri.

Produk chitosan hasil risetnya ini menggunakan proses yang berbeda tanpa bahan kimia, tetapi dengan memanfaatkan gelombang mikro. “Dengan teknik yang berbeda pada proses konvensional yang menggunakan bahan kimia, alhamdulillah sifat chitosan juga berbeda,” kata dia.

Alumnus Curtin University of Technology, Western Australia ini, mengatakan, chitosan yang dia kembangkan bukan hanya untuk aplikasi medis, namun juga bisa diaplikasikan untuk industri pengolahan makanan, industri pertanian, industri perikanan, tekstil, kertas, sampai biosorption logam tanah jarang dan logam berat lainnya.

Produk chitosan hasil duetnya bersama Sungging ini diharapkan berkualitas medis dengan tingkat efisiensi yang tinggi, murah dan ramah lingkungan. Secara tidak langsung, hal tersebut menjawab tantangan isu dalam proses pembuatan chitosan yang saat ini masih belum efisien.

Produk chitosan milik Rini ini beberapa sudah diuji baik uji in-vitro maupun in-vivo. Chitosannya ini juga telah diaplikasikan sebagai dental filler, bone cement, implant coating, antibacterial dan therapeutic agent.

Pengujian secara klinis juga sudah dilakukan kepada pasien sukarela dengan trackrecord medis yang sudah tidak mampu lagi ditangani oleh dokter. Serta ada beberapa pasien yang memang tidak memiliki asuransi kesehatan tetapi penyakit yang diderita membutuhkan biaya yang besar seperti kanker, diabetes, bacterial diseases, virus diseases, COVID-19 dengan penyakit bawaan, dan pneumonia serta beberapa penyakit lainnya.

Untuk penanganan pasien COVID-19 dengan chitosan sendiri dapat mengurangi replikasi virus dalam tubuh, sehingga memicu naiknya level macrophage, DC (dendritic cell) dan NK (natural killer cell) yang memegang peranan penting dalam memproteksi dari infeksi virus.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2705 seconds (0.1#10.140)