Solar Langka, Nelayan di Maros Terpaksa Libur Melaut

Kamis, 24 Maret 2022 - 15:13 WIB
loading...
Solar Langka, Nelayan di Maros Terpaksa Libur Melaut
Kelangkaan bahan bakar minyak jenis solar di beberapa wilayah turut dirasakan oleh para nelayan di kampung pesisir, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. Foto: SINDOnews/Najmi S Limonu
A A A
MAROS - Kelangkaan bahan bakar minyak jenis solar di beberapa wilayah turut dirasakan oleh para nelayan di kampung pesisir, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros.

Sulitnya mendapatkan pasokan solar dari SPBU maupun eceran membuat nelayan libur melaut. Mereka terpaksa harus menyandarkan kapalnya di dermaga. Kondisi ini telah berjalan selama dua pekan.



Para nelayan mengaku dampak kelangkaan solar yang terjadi, sangatlah membebani mereka. Apalagi saat ini, SPBU khusus nelayan yang tersedia, sudah sepekan tak beroperasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya pasokan solar dari Pertamina.

Salah seorang nelayan di Desa Pesisir, Hamka, mengaku agar tetap bisa beroperasi, nelayan terpaksa membeli solar secara eceran melalui pedagang dengan harga Rp7.000 per liternya.

"Namun saat ini pedagang solar eceran pun sangat sulit kami dapatkan. Sementara para nelayan membutuhkan 50 liter solar sekali beroperasi," jelasnya.

Dia mengaku kelangkaan solar ini membuat para nelayan kian menjerit. Pemasukan mereka turun drastis setelah tidak mendapatkan hasil lantaran tidak melaut.

Hamka mengaku selama kapalnya tidak beroperasi, nelayan hanya membenahi kapal. Dia berharap ada solusi dari pemerintah, supaya solar tersedia untuk nelayan. "Mudah-mudahan tidak langka lah, dan harganya tidak naik," jelasnya.

Diketahui setiap turun melaut para nelayan di maros ini mencari ikan di perairan utara Sulawesi Selatan, bahkan hingga wilayah perairan Kalimantan dengan jarak 70 mil keluar dari permukaan daratan.

Sementara itu, Senior Supervisor Communication & Relation Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Taufiq Kurniawan, menjelaskan konsumsi BBM jenis solar di Sulsel pada Maret memang mengalami peningkatan dua kali lipat, yaitu dari 1.400 hingga 1.500 kiloliter menjadi 3.000 kiloliter per hari.

Hal itu dibarengi dengan penyaluran solar di SPBU yang sudah melampaui kuota. Sehingga permintaan ke Pertamina pun diatur agar SPBU tidak membayar selisih dari subsidi solar yang disalurkan kepada negara. "Tidak bisa dipungkiri memang bulan Maret konsumsi meningkat dua kali lipat, hal ini bertepatan dengan kuota di SPBU yang sudah over," jelas Taufiq.

Dia melanjutkan pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan Pemerintah Daerah (Pemda) terkait kondisi antrean solar di Sulsel. Namun, hingga saat ini, Pertamina masih menunggu informasi terkait usulan untuk penambahan kuota dan sasaran dari kuota tersebut.

Pemetaan kebutuhan solar dan sasaran penerima prioritas seperti nelayan, angkutan logistik, organda, dan lain-lain, perlu dipetakan guna meminimalisir potensi terjadinya penyalahgunaan dan lebih tepat sasaran.



"Permasalahannya kan kalau kita salurkan harus sesuai dengan kuota, berarti harus ada dari Pemda yang mengusulkan tambahan kuota. Kemudian kita petakan bersama siapa-siapa saja yang berhak, misalnya nelayan, kendaraan logistik, itu kan semua di bawah Dinas teknis terkait, nah itulah yang sampai sekarang kita tunggu perannya yang belum ada," jelas Taufiq.

Lanjut dia, terkait stok solar , saat ini masih aman. Pertamina juga menegaskan bahwa tidak ada pembatasan atau pengurangan, tapi hanya menyesuaikan dengan kuota penyaluran. "Faktanya banyak SPBU yang sudah over dari kuota, kan dak mungkin juga dia ganti kerugian kepada negara, karena kan kalau dia menyalurkan over kuota, selisihnya itu dia bayarkan ke negara," pungkasnya.

(tri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1905 seconds (0.1#10.140)