Sidang Pembunuhan Pengusaha Emas Hadirkan 2 Saksi Ahli, Akankah PIL WNA Afganistan Bebas Tuntutan?
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Sidang lanjutan kasus pembunuhan pengusaha emas di Kota Jayapura yang melibatkan Virgita Legina Hellu (istri) dan Mahdi Mehrban (PIL) WNA Afganistan memasuki babak baru. Pembunuhan pada 26 Juni 2021 lalu itu menewaskan Nasrudin alias Acik (suami Virgita).
Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Klas II A Jayapura dipimpin Eddy Soeprayitno. S Putra dan hakim anggota Linn Carol Hamadi dan Andi Asmuruf selaku hakim anggota, Jumat (11/3/2022).
Baca juga: Banyak Cinta dari Tanah Papua untuk Regan, Anak Korban Pembakaran Diskotek Doubel O Sorong
Dua orang saksi ahli yang dihadirkan pihak kuasa hukum terdakwa yakni Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel dan Ahli Forensik Kedokteran, dr. Budi Suhenddar, seolah menguak fakta baru kasus pembunuhan berlatar perselingkuhan ini.
Saksi Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel memaparkan pokok yang disampaikan pada persidangan. "Ada beberapa hal yang ditanyakan baik dari penasehat hukum, Jaksa maupun Majelis Hakim, yang kaitannya dengan proses berfikir atau mentalnya seseorang hingga akan melakukan pembunuhan," kata Reza.
Dijelaskan, ada empat hal yang dijadikan rujukan seseorang melakukan pembunuhan berencana. Pertama, variabel yang akan dilakukan meliputi target, insentif, risiko dan sumberdaya dan ini pengukurannya dilakukan secara individual jika pelakunya lebih dari satu. Selanjutnya yang ditanyakan terkait pengaruh senjata terhadap perilaku seseorang.
"Jika seseorang itu melihat senjata, maka perilakunya dengan sendiri akan acak. Perilakunya tidak penuh dengan perhitungan, mana baik mana buruk, mana salah mana benar, mana merusak mana mendukung proses hukum, pokonya dia berfikir linear saja itu akibat efek senjata itu, dan ini disebut weapon efect teory," jelas Reza.
Baca juga: RS Rujukan COVID-19 di KBB Mulai Terisi, 7 Pasien Jalani Perawatan
Selanjutnya, terkait sikap seorang istri pada situasi yang tidak menyenangkan yang dialami dalam keluarga atau hubungan suami istri.
"Ada tiga ragam pola yang bisa dilakukan oleh sang isteri, yakni moving away, atau melarikan diri misalnya berselingkuh atau melakukan obat-obatan, lalu Moving Formard, semisal dia akan membawa suaminya ke konselor perkawinan, atau melakukan bulan madu kedua, atau untuk rujuk dan sebagainya. Dan atau Moving Againt, atau dia akan melakukan hal-hal destrukctive sebagai cara adaptasi terhadap pasangannya, baik itu secaa verbal yakni dengan ucapan atau non verbal yakni secara kekerasan yang puncaknya pembunuhan,"paparnya.
Saksi ahli forensik kedokteran, dr. Budi Suhenddar mengungkap sekitar 28 luka benda tajam yang membuat kematian korban. Dia menyebut luka di leher kiri adalah diduga menjadi luka tusukan yang membuat korban meregang nyawa.
"Dugaannya adalah luka pada leher kiri yang membuat korban meninggal dunia. Karena mengenai Vena korban. Ini dugaan ya, mesti melalui outopsi lagi. Sementara luka lain yang dipunggung tidak menyebabkan kematian. Terkait warna hitam diarea sekitar mulut, dikatakan dugaannya akibat sekapan, meski dikatakan tetap harus melalui proses outopsi, namun diyakininya bisa jadi adanya upaya penyekapan setelah tusukan pada leher kiri,"ucapnya.
Dari keterangan kedua saksi ahli, tim kuasa hukum terdakwa Yulianto, meyakini, terdakwa Mahdi Mehrban (MM) terdakwa MM dijebak oleh VLH yang dikatakan keterangannya berubah-ubah.
"Dari awal saya tidak percaya keterangan VLH, yang dengan yakinnya menyebut eksekusi dilakukan oleh Mahdi dengan cara menikam dari belakang, poinya yang disampaikan seperti itu, lalu keterangan ahli Forensik menyebut jika luka yang mematikan dari luka-luka lain adalah yang berada pada leher sebelah kiri korban. Sementara luka lain dipunggung tidak. Keterangan ahli ini membantahkan keterangan Caca (VLH) dalam persidangan," kata Yulianto.
Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli di depan majelis hakim Pengadilan Negeri Klas II A Jayapura dipimpin Eddy Soeprayitno. S Putra dan hakim anggota Linn Carol Hamadi dan Andi Asmuruf selaku hakim anggota, Jumat (11/3/2022).
Baca juga: Banyak Cinta dari Tanah Papua untuk Regan, Anak Korban Pembakaran Diskotek Doubel O Sorong
Dua orang saksi ahli yang dihadirkan pihak kuasa hukum terdakwa yakni Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel dan Ahli Forensik Kedokteran, dr. Budi Suhenddar, seolah menguak fakta baru kasus pembunuhan berlatar perselingkuhan ini.
Saksi Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel memaparkan pokok yang disampaikan pada persidangan. "Ada beberapa hal yang ditanyakan baik dari penasehat hukum, Jaksa maupun Majelis Hakim, yang kaitannya dengan proses berfikir atau mentalnya seseorang hingga akan melakukan pembunuhan," kata Reza.
Dijelaskan, ada empat hal yang dijadikan rujukan seseorang melakukan pembunuhan berencana. Pertama, variabel yang akan dilakukan meliputi target, insentif, risiko dan sumberdaya dan ini pengukurannya dilakukan secara individual jika pelakunya lebih dari satu. Selanjutnya yang ditanyakan terkait pengaruh senjata terhadap perilaku seseorang.
"Jika seseorang itu melihat senjata, maka perilakunya dengan sendiri akan acak. Perilakunya tidak penuh dengan perhitungan, mana baik mana buruk, mana salah mana benar, mana merusak mana mendukung proses hukum, pokonya dia berfikir linear saja itu akibat efek senjata itu, dan ini disebut weapon efect teory," jelas Reza.
Baca juga: RS Rujukan COVID-19 di KBB Mulai Terisi, 7 Pasien Jalani Perawatan
Selanjutnya, terkait sikap seorang istri pada situasi yang tidak menyenangkan yang dialami dalam keluarga atau hubungan suami istri.
"Ada tiga ragam pola yang bisa dilakukan oleh sang isteri, yakni moving away, atau melarikan diri misalnya berselingkuh atau melakukan obat-obatan, lalu Moving Formard, semisal dia akan membawa suaminya ke konselor perkawinan, atau melakukan bulan madu kedua, atau untuk rujuk dan sebagainya. Dan atau Moving Againt, atau dia akan melakukan hal-hal destrukctive sebagai cara adaptasi terhadap pasangannya, baik itu secaa verbal yakni dengan ucapan atau non verbal yakni secara kekerasan yang puncaknya pembunuhan,"paparnya.
Saksi ahli forensik kedokteran, dr. Budi Suhenddar mengungkap sekitar 28 luka benda tajam yang membuat kematian korban. Dia menyebut luka di leher kiri adalah diduga menjadi luka tusukan yang membuat korban meregang nyawa.
"Dugaannya adalah luka pada leher kiri yang membuat korban meninggal dunia. Karena mengenai Vena korban. Ini dugaan ya, mesti melalui outopsi lagi. Sementara luka lain yang dipunggung tidak menyebabkan kematian. Terkait warna hitam diarea sekitar mulut, dikatakan dugaannya akibat sekapan, meski dikatakan tetap harus melalui proses outopsi, namun diyakininya bisa jadi adanya upaya penyekapan setelah tusukan pada leher kiri,"ucapnya.
Dari keterangan kedua saksi ahli, tim kuasa hukum terdakwa Yulianto, meyakini, terdakwa Mahdi Mehrban (MM) terdakwa MM dijebak oleh VLH yang dikatakan keterangannya berubah-ubah.
"Dari awal saya tidak percaya keterangan VLH, yang dengan yakinnya menyebut eksekusi dilakukan oleh Mahdi dengan cara menikam dari belakang, poinya yang disampaikan seperti itu, lalu keterangan ahli Forensik menyebut jika luka yang mematikan dari luka-luka lain adalah yang berada pada leher sebelah kiri korban. Sementara luka lain dipunggung tidak. Keterangan ahli ini membantahkan keterangan Caca (VLH) dalam persidangan," kata Yulianto.
(msd)