Kisah Pangeran Hanyakrawati dan Nafsu Kerajaan Mataram Kuasai Surabaya
loading...
A
A
A
Dulu, Surabaya menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram . Panembahan Senopati berhasil menaklukkannya saat masih menjabat sebagai raja di Kerajaan Mataram. Sejak Senopati wafat dan digantikan anaknya yang bernama Pangeran Hanyakrawati, timbul benih-benih pembangkangan dari Surabaya.
Surabaya yang konon berstatus sebagai kadipaten ini mulai menggeliat menentang Kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Hanyakrawati. Dikutip dari buku "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono, Surabaya menjadi musuh utama Mataram di bawah Hanyakrawati.
Baca juga: Arya Damar, Ahli Mesiu Kerajaan Majapahit Sang Penakluk Kerajaan Bali
Sebab wilayah ini sudah mulai terlihat berani menentang Mataram terang - terangan. Bahkan pasca Hanyakrawati berhasil menumpas Pemberontakan Jayaraga dari Ponorogo, Surabaya berhasrat untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mataram.
Apalagi saat tahun 1620 itu Surabaya adalah suatu negara yang kaya dan adidaya. Di mana luas wilayah Kadipaten Surabaya mencapai 37 kilometer persegi, cukup luas untuk ukuran wilayah kala itu. Wilayahnya dikelilingi oleh parit dan meriam-meriam, serta senjata modern lainnya.
Daerah bawahannya juga lumayan luas, dengan berhasil menguasai hingga Pasuruan dan Blambangan. Hal ini dilakukan Surabaya untuk mengantisipasi ekspansi Mataram kembali di ujung timur Pulau Jawa.
Bahkan secara kekuatan ekonomi, Surabaya juga terbilang kokoh. Pelabuhan-pelabuhan perdagangan strategis ada di Surabaya, arus perdagangan yang ramai, menjadikan Surabaya pusat perdagangan kala itu. Kekuatan Surabaya semakin kuat saat keberhasilannya Adipati Surabaya melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Bawean, yang saat ini masuk wilayah Kabupaten Gresik.
Baca juga: Bule Nikahi Gadis Aceh dengan Mahar Emas Murni 15 Mayam, Statusnya Masih Warga Amerika
Konon penguasa Surabaya bahkan sampai meluaskan wilayah kekuasaannya ke Kalimantan Barat di daerah Sikadana, Banjarmasin, Gresik, Lamongan, Tuban, bahkan hingga Demak. Hal ini menyebabkan akses perdagangan ke wilayah Mataram menjadi terputus. Mataram pun merasa terkebiri dengan ulah Adipati Surabaya itu.
Apalagi Surabaya mendapat dukungan penuh dari adipati dari Dinasti Majapahit, trah Brawijaya. Dukungan ini kian menguatkan posisi Surabaya baik secara ekonomi, politik, maupun sosial. Dengan kenyataan inilah membuat Mataram di bawah Pangeran Hanyakrawati memutuskan untuk menyerang Surabaya.
Oleh Mataram, Surabaya menjadi ancaman tersendiri apalagi dengan beberapa kekuatan yang dimilikinya. Mengingat Surabaya dan Mataram sebenarnya adalah dua kerajaan yang memperebutkan wilayah - wilayah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Keduanya saling berkompetisi dan meneguhkan kekuasaan di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dikisahkan pada Babad Sengkala, Pangeran Hanyakrawati sendiri yang turun langsung memimpin penyerangan ke Surabaya. Sejarah mencatat tahun 1610 Mataram kembali menginvasi Surabaya untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya di masa Panembahan Senopati.
Perang tak terhindarkan, Hanyakrawati dan pasukannya merangsek masuk ke daerah perbatasan barat Surabaya, sebagai percobaan sekaligus untuk mengukur kekuatan Surabaya. Lalu pada tahun 1612 dilanjutkan serangan ke Lamongan, yang menjadi wilayah kekuasaan Surabaya lainnya. Serangan ini dipimpin oleh Adipati Martalaya, dari Kerajaan Mataram.
Hingga tahun 1613, serangan Mataram kian dekat ke Surabaya. Pada tahun yang sama inilah Gresik berhasil ditaklukkan. Hal ini membuat Tuban dan Pati turut takluk ke Mataram. Serangan dalam waktu tiga tahun membuat Mataram memetakan kekuatan militer Surabaya, termasuk mengetahui titik - titik kelemahannya.
Kondisi teritorial wilayah Surabaya yang banyak diliputi rawa, hutan, dan benteng pertahanan bekas Kerajaan Majapahit, menjadikan Mataram bekerja keras. Tetapi ekspansi Mataram di bawah Hanyakrawati tidak berhasil menaklukkan Surabaya. Serangan-serangan prajurit Mataram hanya memperlemah perekonomian Surabaya saja, tetapi tidak bisa menaklukkan dan menjatuhkan kota tersebut.
Perekonomian Surabaya merosot tajam karena daerah - daerah yang dulunya lumbung padi banyak jatuh ke tangan Mataram. Meksipun demikan, Surabaya secara politik masih tegak berdiri. Alhasil hingga akhir hayat Hanyakrawati, ia gagal menaklukkan Surabaya, layaknya sang ayahnya Panembahan Senopati
Surabaya yang konon berstatus sebagai kadipaten ini mulai menggeliat menentang Kerajaan Mataram di bawah kekuasaan Hanyakrawati. Dikutip dari buku "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono, Surabaya menjadi musuh utama Mataram di bawah Hanyakrawati.
Baca juga: Arya Damar, Ahli Mesiu Kerajaan Majapahit Sang Penakluk Kerajaan Bali
Sebab wilayah ini sudah mulai terlihat berani menentang Mataram terang - terangan. Bahkan pasca Hanyakrawati berhasil menumpas Pemberontakan Jayaraga dari Ponorogo, Surabaya berhasrat untuk melepaskan diri dari kekuasaan Mataram.
Apalagi saat tahun 1620 itu Surabaya adalah suatu negara yang kaya dan adidaya. Di mana luas wilayah Kadipaten Surabaya mencapai 37 kilometer persegi, cukup luas untuk ukuran wilayah kala itu. Wilayahnya dikelilingi oleh parit dan meriam-meriam, serta senjata modern lainnya.
Daerah bawahannya juga lumayan luas, dengan berhasil menguasai hingga Pasuruan dan Blambangan. Hal ini dilakukan Surabaya untuk mengantisipasi ekspansi Mataram kembali di ujung timur Pulau Jawa.
Bahkan secara kekuatan ekonomi, Surabaya juga terbilang kokoh. Pelabuhan-pelabuhan perdagangan strategis ada di Surabaya, arus perdagangan yang ramai, menjadikan Surabaya pusat perdagangan kala itu. Kekuatan Surabaya semakin kuat saat keberhasilannya Adipati Surabaya melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Bawean, yang saat ini masuk wilayah Kabupaten Gresik.
Baca juga: Bule Nikahi Gadis Aceh dengan Mahar Emas Murni 15 Mayam, Statusnya Masih Warga Amerika
Konon penguasa Surabaya bahkan sampai meluaskan wilayah kekuasaannya ke Kalimantan Barat di daerah Sikadana, Banjarmasin, Gresik, Lamongan, Tuban, bahkan hingga Demak. Hal ini menyebabkan akses perdagangan ke wilayah Mataram menjadi terputus. Mataram pun merasa terkebiri dengan ulah Adipati Surabaya itu.
Apalagi Surabaya mendapat dukungan penuh dari adipati dari Dinasti Majapahit, trah Brawijaya. Dukungan ini kian menguatkan posisi Surabaya baik secara ekonomi, politik, maupun sosial. Dengan kenyataan inilah membuat Mataram di bawah Pangeran Hanyakrawati memutuskan untuk menyerang Surabaya.
Oleh Mataram, Surabaya menjadi ancaman tersendiri apalagi dengan beberapa kekuatan yang dimilikinya. Mengingat Surabaya dan Mataram sebenarnya adalah dua kerajaan yang memperebutkan wilayah - wilayah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Keduanya saling berkompetisi dan meneguhkan kekuasaan di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dikisahkan pada Babad Sengkala, Pangeran Hanyakrawati sendiri yang turun langsung memimpin penyerangan ke Surabaya. Sejarah mencatat tahun 1610 Mataram kembali menginvasi Surabaya untuk kedua kalinya, setelah sebelumnya di masa Panembahan Senopati.
Perang tak terhindarkan, Hanyakrawati dan pasukannya merangsek masuk ke daerah perbatasan barat Surabaya, sebagai percobaan sekaligus untuk mengukur kekuatan Surabaya. Lalu pada tahun 1612 dilanjutkan serangan ke Lamongan, yang menjadi wilayah kekuasaan Surabaya lainnya. Serangan ini dipimpin oleh Adipati Martalaya, dari Kerajaan Mataram.
Hingga tahun 1613, serangan Mataram kian dekat ke Surabaya. Pada tahun yang sama inilah Gresik berhasil ditaklukkan. Hal ini membuat Tuban dan Pati turut takluk ke Mataram. Serangan dalam waktu tiga tahun membuat Mataram memetakan kekuatan militer Surabaya, termasuk mengetahui titik - titik kelemahannya.
Kondisi teritorial wilayah Surabaya yang banyak diliputi rawa, hutan, dan benteng pertahanan bekas Kerajaan Majapahit, menjadikan Mataram bekerja keras. Tetapi ekspansi Mataram di bawah Hanyakrawati tidak berhasil menaklukkan Surabaya. Serangan-serangan prajurit Mataram hanya memperlemah perekonomian Surabaya saja, tetapi tidak bisa menaklukkan dan menjatuhkan kota tersebut.
Perekonomian Surabaya merosot tajam karena daerah - daerah yang dulunya lumbung padi banyak jatuh ke tangan Mataram. Meksipun demikan, Surabaya secara politik masih tegak berdiri. Alhasil hingga akhir hayat Hanyakrawati, ia gagal menaklukkan Surabaya, layaknya sang ayahnya Panembahan Senopati
(msd)