Perjuangan Mahmudah, Nenek 3 Cucu Sopir Truk Tangki Pengantar Ribuan Liter BBM
loading...
A
A
A
Keselamatan berkendara selalu menempati urutan pertama ketika Mahmudah hendak melakukan pengantaran BBM. Selain mengenakan sabuk keselamatan, dia juga berpantang menggunakan ponsel ketika berkendara.
“Semua kendaraan sebelum jalan sudah dipastikan kelayakannya. Misalnya ban tidak boleh ada yang gundul, kembangannya harus terlihat. Kondisi mesin juga harus bagus. Termasuk kenek harus ada, tidak diizinkan mengirim BBM tanpa didampingi kenek,” ungkap dia.
Perempuan kelahiran Purworejo 8 September 1972 itu menyampaikan mulai akrab dengan kemudi kendaraan roda empat sejak usia SD. Dia masih ingat ketika orangtuanya membeli truk untuk mengantar dagangan kelapa ke Semarang.
“Dulu bapak sering mengantar ibu ke Semarang. Alhamdulillah saat itu saya masih SD, bapak sudah bisa membeli gerobak (truk). Di situ saya mengamati bapak ketika nyetir, dan saya tertarik. Kemudian saya bisa maju-mundur dan bawa sendiri. Pernah jadi sopir truk pasir,” lugasnya.
Kemudian pada 1995 dia menjadi sopir bus Jurusan Purworejo-Magelang PP. Berlanjut pada 2007, perempuan yang gemar olahraga bulutangkis dan tenis meja itu berpindah mengawaki bus besar pariwisata. Dari semula trayek lokal, kini merambah lintas pulau termasuk Bali.
“Kira-kira sampai 2011, di situ saya rencana sudah mau berhenti. Mau di rumah saja, apalagi SIM juga sudah mati, tidak saya perpanjang. Ternyata ada teman yang bilang kalau adiknya kerja di situ (sebagai sopir tangki Pertamina). Saya lalu diajak menjadi awak mobil tangki (AMT), dan bertahan sampai sekarang,” ungkapnya.
Dukungan keluarga menjadi faktor utama, dia masih bertahan melakoni pekerjaannya. Suaminya yang telah pensiun tak keberatan, ketika ditinggal bekerja. Demikian pula anak bungsunya yang kini kelas XI SMA, mengaku bangga memiliki ibu sopir truk tangki BBM.
“Anak saya yang bontot itu cewek. Dia rajin sekali telepon saya hampir setiap jam, ya menanyakan posisi di mana, sudah makan belum, sudah salat belum. Makanya kalau libur saya benar-benar memanfaatkan waktu untuk anak dan cucu-cucu. Kan kalau libur, semua cucu pasti ke rumah,” tutur dia.
Sementara itu, Supervisor PT Ardina Prima, Sugito Ardina, mengatakan, Mahmudah menjadi salah satu dari 135 sopir yang berada di bawah koordinasinya. Meski satu-satunya perempuan, namun Mahmudah bisa beradaptasi dan menyelesaikan tugasnya.
"Kalau secara performa pekerjaan, Ibu Mahmudah baik-baik saja. Selama ini kinerja standar dengan teman-teman yang lain. Secara pekerjaan kami nilai bagus. Yang lain berangkat pagi pulang malam, dia juga sama,” kata Ardina.
“Semua kendaraan sebelum jalan sudah dipastikan kelayakannya. Misalnya ban tidak boleh ada yang gundul, kembangannya harus terlihat. Kondisi mesin juga harus bagus. Termasuk kenek harus ada, tidak diizinkan mengirim BBM tanpa didampingi kenek,” ungkap dia.
Perempuan kelahiran Purworejo 8 September 1972 itu menyampaikan mulai akrab dengan kemudi kendaraan roda empat sejak usia SD. Dia masih ingat ketika orangtuanya membeli truk untuk mengantar dagangan kelapa ke Semarang.
“Dulu bapak sering mengantar ibu ke Semarang. Alhamdulillah saat itu saya masih SD, bapak sudah bisa membeli gerobak (truk). Di situ saya mengamati bapak ketika nyetir, dan saya tertarik. Kemudian saya bisa maju-mundur dan bawa sendiri. Pernah jadi sopir truk pasir,” lugasnya.
Kemudian pada 1995 dia menjadi sopir bus Jurusan Purworejo-Magelang PP. Berlanjut pada 2007, perempuan yang gemar olahraga bulutangkis dan tenis meja itu berpindah mengawaki bus besar pariwisata. Dari semula trayek lokal, kini merambah lintas pulau termasuk Bali.
“Kira-kira sampai 2011, di situ saya rencana sudah mau berhenti. Mau di rumah saja, apalagi SIM juga sudah mati, tidak saya perpanjang. Ternyata ada teman yang bilang kalau adiknya kerja di situ (sebagai sopir tangki Pertamina). Saya lalu diajak menjadi awak mobil tangki (AMT), dan bertahan sampai sekarang,” ungkapnya.
Dukungan keluarga menjadi faktor utama, dia masih bertahan melakoni pekerjaannya. Suaminya yang telah pensiun tak keberatan, ketika ditinggal bekerja. Demikian pula anak bungsunya yang kini kelas XI SMA, mengaku bangga memiliki ibu sopir truk tangki BBM.
“Anak saya yang bontot itu cewek. Dia rajin sekali telepon saya hampir setiap jam, ya menanyakan posisi di mana, sudah makan belum, sudah salat belum. Makanya kalau libur saya benar-benar memanfaatkan waktu untuk anak dan cucu-cucu. Kan kalau libur, semua cucu pasti ke rumah,” tutur dia.
Sementara itu, Supervisor PT Ardina Prima, Sugito Ardina, mengatakan, Mahmudah menjadi salah satu dari 135 sopir yang berada di bawah koordinasinya. Meski satu-satunya perempuan, namun Mahmudah bisa beradaptasi dan menyelesaikan tugasnya.
"Kalau secara performa pekerjaan, Ibu Mahmudah baik-baik saja. Selama ini kinerja standar dengan teman-teman yang lain. Secara pekerjaan kami nilai bagus. Yang lain berangkat pagi pulang malam, dia juga sama,” kata Ardina.