Hebat! Mebel Buatan Napi Lapas Porong Laku Keras Tembus Pasar Eropa
loading...
A
A
A
SURABAYA - Industri mebel di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Surabaya di Porong, Sidoarjo diresmikan sejak 1992. Selama 30 tahun itu, industri berskala ekspor itu sudah menghasilkan ribuan alumni dan menyumbang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai ratusan juta.
Hal itu terungkap setelah Tim Kerjasama Dalam Negeri Kemenkumham yang dipimpin Ruby Friendly melakukan monitoring dan evaluasi kerjasama di Lapas I Surabaya.
Baca juga: Percepat Herd Immunity, Polrestabes Surabaya Gencar Gelar Vaksinasi
Didampingi Kasubag Humas Ishadi MP, tim disambut langsung Kepala Lapas I Surabaya Gun Gun Gunawan dan Direktur PT Bahari Mitra Surya (BMS) D Aruan. Tim mengawali kunjungan dengan meninjau pabrik untuk pengolahan meubelair.
Direktur PT Bahari Mitra Surya (BMS) D Aruan, industri mebel telah beroperasi sejak Lapas I Surabaya masih di Kalisosok. Saat itu, dia ingat betul bahwa tujuan awal dibangunnya industri meubelair adalah untuk mempersiapkan warga binaan sebelum kembali ke masyarakat.
"Kalau dulu masih garap pengolahan rotan, namun karena permintaan pasar yang besar terkait perkayuan, akhirnya kami menyesuaikan," terangnya.
Baca juga: Raja Angling Darma Suka Bantu Orang Miskin, Warga Anggap Sosok Pahlawan
Pria asli Surabaya itu juga menjelaskan bahwa proses produksi disesuaikan dengan metode kerja yang ada di pabrik. Dia juga menjamin bahwa produk hasil karya warga binaan atau narapidana (napi) sudah berstandar internasional. Pasalnya barang-barang berupa berbagai macam meja maupun kursi telah diekspor ke berbagai negara. "Ada Australia, Jepang, Korea hingga Eropa," ujarnya.
Dia mengaku ada tantangan tersendiri dalam mengekspor barang tersebut. Pasalnya, ada beberapa negara yang sangat selektif. Terutama dalam hal pemenuhan hak tenaga kerja dalam hal ini warga binaan.
"Ada negara yang sampai melakukan inspeksi, memastikan bahwa kami menunaikan kewajiban dan memenuhi hak warga binaan," lanjutnya.
Kepala Lapas I Surabaya Gun Gun Gunawan menambahkan, selama ini ada sistem premi dan insentif yang disetorkan PT BMS ke negara. Pihak lapas lalu membagikan premi dan insentif itu kepada warga binaan. Sesuai dengan kinerja warga binaan.
Ada yang ditabung, ada yang dimanfaatkan untuk membeli makanan atau kebutuhan sehari-hari di dalam lapas. "Banyak juga yang dikirim ke keluarga di rumahnya masing-masing," ujar Gun Gun.
Namun, Gun Gun menyatakan bahwa pihaknya sangat selektif menentukan tenaga kerja. Pasalnya, saat ini sangat sulit mendapatkan tenaga kerja yang disiplin.
"Salah satu masalahnya karena mayoritas warga binaan berasal dari kasus narkotika, yang karakternya etos kerjanya kurang baik," terangnya.
Sehingga saat ini, pembinaan tersebut kekurangan tenaga kerja. Padahal, pesanan dari luar negeri sedang tinggi-tingginya. Tak heran jika industri ini bisa menyumbang PNBP ke negara. "Jika dikalkulasi, PNBP yang masuk dari awal berdirinya mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar," terangnya
Hal itu terungkap setelah Tim Kerjasama Dalam Negeri Kemenkumham yang dipimpin Ruby Friendly melakukan monitoring dan evaluasi kerjasama di Lapas I Surabaya.
Baca juga: Percepat Herd Immunity, Polrestabes Surabaya Gencar Gelar Vaksinasi
Didampingi Kasubag Humas Ishadi MP, tim disambut langsung Kepala Lapas I Surabaya Gun Gun Gunawan dan Direktur PT Bahari Mitra Surya (BMS) D Aruan. Tim mengawali kunjungan dengan meninjau pabrik untuk pengolahan meubelair.
Direktur PT Bahari Mitra Surya (BMS) D Aruan, industri mebel telah beroperasi sejak Lapas I Surabaya masih di Kalisosok. Saat itu, dia ingat betul bahwa tujuan awal dibangunnya industri meubelair adalah untuk mempersiapkan warga binaan sebelum kembali ke masyarakat.
"Kalau dulu masih garap pengolahan rotan, namun karena permintaan pasar yang besar terkait perkayuan, akhirnya kami menyesuaikan," terangnya.
Baca juga: Raja Angling Darma Suka Bantu Orang Miskin, Warga Anggap Sosok Pahlawan
Pria asli Surabaya itu juga menjelaskan bahwa proses produksi disesuaikan dengan metode kerja yang ada di pabrik. Dia juga menjamin bahwa produk hasil karya warga binaan atau narapidana (napi) sudah berstandar internasional. Pasalnya barang-barang berupa berbagai macam meja maupun kursi telah diekspor ke berbagai negara. "Ada Australia, Jepang, Korea hingga Eropa," ujarnya.
Dia mengaku ada tantangan tersendiri dalam mengekspor barang tersebut. Pasalnya, ada beberapa negara yang sangat selektif. Terutama dalam hal pemenuhan hak tenaga kerja dalam hal ini warga binaan.
"Ada negara yang sampai melakukan inspeksi, memastikan bahwa kami menunaikan kewajiban dan memenuhi hak warga binaan," lanjutnya.
Kepala Lapas I Surabaya Gun Gun Gunawan menambahkan, selama ini ada sistem premi dan insentif yang disetorkan PT BMS ke negara. Pihak lapas lalu membagikan premi dan insentif itu kepada warga binaan. Sesuai dengan kinerja warga binaan.
Ada yang ditabung, ada yang dimanfaatkan untuk membeli makanan atau kebutuhan sehari-hari di dalam lapas. "Banyak juga yang dikirim ke keluarga di rumahnya masing-masing," ujar Gun Gun.
Namun, Gun Gun menyatakan bahwa pihaknya sangat selektif menentukan tenaga kerja. Pasalnya, saat ini sangat sulit mendapatkan tenaga kerja yang disiplin.
"Salah satu masalahnya karena mayoritas warga binaan berasal dari kasus narkotika, yang karakternya etos kerjanya kurang baik," terangnya.
Sehingga saat ini, pembinaan tersebut kekurangan tenaga kerja. Padahal, pesanan dari luar negeri sedang tinggi-tingginya. Tak heran jika industri ini bisa menyumbang PNBP ke negara. "Jika dikalkulasi, PNBP yang masuk dari awal berdirinya mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar," terangnya
(msd)