Kapolres Manggarai Barat Jelaskan Alasan Penangkapan 21 Tersangka Sengketa Tanah
loading...
A
A
A
MANGGARAI BARAT - Kapolres Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur menjelaskan alasan penangkapan 21 tersangka kasus sengketa tanah di Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Penangkapan dilakukan untuk mencegah jatuhnya korban jiwa yang bisa memicu konflik lebih luas.
Kapolres Manggarai Barat AKBP Bambang Hari Wibowo menyatakan, kejadian bentrokan antar kelompok masyarakat yang berujung korban jiwa berulang kali terjadi di Manggarai NTT dan membahayakan lebih situasi Kamtibmas. Dia menegaskan tidak ingin kejadian tersebut kembali terulang.
Baca juga: Viral, Sengketa Tanah Berujung Penutupan Pagar Rumah Warga Ciledug
Penangkapan 21 orang tersangka kasus sengketa tanah di Desa Golo Mori berlangsung pada Jumat, 2 Juli 2021 lalu. Kapolres memimpin langsung operasi penangkapan para pelaku konflik tanah yang membawa senjata tajam.
Dalam sengketa tanah tersebut, 3 orang warga Golo Mori membawa masuk 18 orang dari luar daerah yaitu dari Desa Popo dan Kampung Dipong Manggarai. Jarak antara dua daerah tersebut dengan Golo Mori sekitar 6-7 jam perjalanan darat menggunakan kendaraan roda empat.
Baca juga: Gantengnya Kelewatan Bak Artis Korea, Pedagang Bakso Ini Gemparkan Kota Bandung
Tiga warga Golo Mori dan 18 warga dari Manggarai kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Tiga orang Golo Mori diduga sebagai aktor intelektual dan 18 warga Manggarai terbukti membawa senjata tajam dan menduduki lahan sengketa.
Kedatangan 18 orang dari Desa Popo dan Kampung Dipong Manggarai dikhawatirkan memunculkan bentrokan dengan warga Golo Mori. Pasalnya warga Desa Golo Mori sudah resah dengan kedatangan 18 warga asal Manggarai yang membawa parang.
“Polres Manggarai Barat mengambil langkah cepat mengamankan mereka sebelum terjadi bentrok,” kata AKBP Bambang Hari Wibowo kepada wartawan, Minggu (5/9/2021).
Para tersangka saat ditangkap tengah melakukan aktivitas pembersihan lahan yang disengketakan. Aktivitas tersebut meresahkan pihak lawan.
Dalam operasi tersebut, Polres Manggarai menyita 15 bilah parang. "Kami mempelajari sejarahnya. Kasus seperti ini seringkali berujung bentrok dengan warga lokal. Kami tidak ingin bentrokan bisa memicu konflik lebih luas," tegasnya.
Kapolres juga melihat latar belakang perbedaan agama antara dua pihak. "Bila kami tidak cepat menangani ini, bentrok antar kampung bisa meluas menjadi pertikaian yang membawa-bawa agama. Ini sangat berbahaya," tandasnya.
Ia mengungkapkan sudah berdiskusi dengan tokoh agama Romo Silvi. Dari diskusi tersebut, Kapolres Manggarai Barat mendapat keterangan bahwa warga Golo Mori sudah melakukan persiapan untuk mengusir secara paksa 21 orang yang menjadi lawannya.
"Kami mempelajari modus sebagai buruh perkebunan adalah modus yang berulangkali terjadi dan akhirnya berujung bentrokan. Saya sebagai Kapolres tentu tidak ingin terjadi korban jiwa," tegasnya.
Kapolres mencontohkan pada 8 Januari 2011 terjadi bentrokan antar kampung terkait sengketa tanah seluas 15 hektare yang melibatkan warga Kampung Melo dan Kampung Rejeng, Manggarai. Bentrokan berujung 1 orang tewas.
"Bentrokan kala itu terjadi karena satu kelompok membawa senjata tajam dan kelompok satunya lagi tidak terima. Bentrokan pun terjadi dan menewaskan warga. Jadi situasinya mirip dengan di Golo Mori," tutur Kapolres merujuk peristiwa 10 tahun lampau.
Sementara itu Muhammad Udin, tokoh pemuda Desa Golo Mori mengaku resah atas kehadiran warga ke desanya. Pasalnya warga pendatang tersebut saat melintas di desanya sambil menenteng-nenteng parang panjang dan kemudian melakukan aksi pembersihan lahan di tanah sengketa.
Dia menyatakan warga Golo Mori kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polres Manggarai Barat pada 2 Juli 2021. Udin mengaku berterima kasih atas tindakan cepat Kapolres Manggarai Barat yang mengamankan para pelaku pembersihan lahan sengketa.
Kapolres Manggarai Barat AKBP Bambang Hari Wibowo menyatakan, kejadian bentrokan antar kelompok masyarakat yang berujung korban jiwa berulang kali terjadi di Manggarai NTT dan membahayakan lebih situasi Kamtibmas. Dia menegaskan tidak ingin kejadian tersebut kembali terulang.
Baca juga: Viral, Sengketa Tanah Berujung Penutupan Pagar Rumah Warga Ciledug
Penangkapan 21 orang tersangka kasus sengketa tanah di Desa Golo Mori berlangsung pada Jumat, 2 Juli 2021 lalu. Kapolres memimpin langsung operasi penangkapan para pelaku konflik tanah yang membawa senjata tajam.
Dalam sengketa tanah tersebut, 3 orang warga Golo Mori membawa masuk 18 orang dari luar daerah yaitu dari Desa Popo dan Kampung Dipong Manggarai. Jarak antara dua daerah tersebut dengan Golo Mori sekitar 6-7 jam perjalanan darat menggunakan kendaraan roda empat.
Baca juga: Gantengnya Kelewatan Bak Artis Korea, Pedagang Bakso Ini Gemparkan Kota Bandung
Tiga warga Golo Mori dan 18 warga dari Manggarai kemudian ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Tiga orang Golo Mori diduga sebagai aktor intelektual dan 18 warga Manggarai terbukti membawa senjata tajam dan menduduki lahan sengketa.
Kedatangan 18 orang dari Desa Popo dan Kampung Dipong Manggarai dikhawatirkan memunculkan bentrokan dengan warga Golo Mori. Pasalnya warga Desa Golo Mori sudah resah dengan kedatangan 18 warga asal Manggarai yang membawa parang.
“Polres Manggarai Barat mengambil langkah cepat mengamankan mereka sebelum terjadi bentrok,” kata AKBP Bambang Hari Wibowo kepada wartawan, Minggu (5/9/2021).
Para tersangka saat ditangkap tengah melakukan aktivitas pembersihan lahan yang disengketakan. Aktivitas tersebut meresahkan pihak lawan.
Dalam operasi tersebut, Polres Manggarai menyita 15 bilah parang. "Kami mempelajari sejarahnya. Kasus seperti ini seringkali berujung bentrok dengan warga lokal. Kami tidak ingin bentrokan bisa memicu konflik lebih luas," tegasnya.
Kapolres juga melihat latar belakang perbedaan agama antara dua pihak. "Bila kami tidak cepat menangani ini, bentrok antar kampung bisa meluas menjadi pertikaian yang membawa-bawa agama. Ini sangat berbahaya," tandasnya.
Ia mengungkapkan sudah berdiskusi dengan tokoh agama Romo Silvi. Dari diskusi tersebut, Kapolres Manggarai Barat mendapat keterangan bahwa warga Golo Mori sudah melakukan persiapan untuk mengusir secara paksa 21 orang yang menjadi lawannya.
"Kami mempelajari modus sebagai buruh perkebunan adalah modus yang berulangkali terjadi dan akhirnya berujung bentrokan. Saya sebagai Kapolres tentu tidak ingin terjadi korban jiwa," tegasnya.
Kapolres mencontohkan pada 8 Januari 2011 terjadi bentrokan antar kampung terkait sengketa tanah seluas 15 hektare yang melibatkan warga Kampung Melo dan Kampung Rejeng, Manggarai. Bentrokan berujung 1 orang tewas.
"Bentrokan kala itu terjadi karena satu kelompok membawa senjata tajam dan kelompok satunya lagi tidak terima. Bentrokan pun terjadi dan menewaskan warga. Jadi situasinya mirip dengan di Golo Mori," tutur Kapolres merujuk peristiwa 10 tahun lampau.
Sementara itu Muhammad Udin, tokoh pemuda Desa Golo Mori mengaku resah atas kehadiran warga ke desanya. Pasalnya warga pendatang tersebut saat melintas di desanya sambil menenteng-nenteng parang panjang dan kemudian melakukan aksi pembersihan lahan di tanah sengketa.
Dia menyatakan warga Golo Mori kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polres Manggarai Barat pada 2 Juli 2021. Udin mengaku berterima kasih atas tindakan cepat Kapolres Manggarai Barat yang mengamankan para pelaku pembersihan lahan sengketa.
(shf)