BPOLBF Jamin Kelestarian 10 Mata Air Hutan Bowosie yang Jadi Kawasan Pariwisata
loading...
A
A
A
LABUAN BAJO - Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) menjamin kelestarian 10 mata air Hutan Bowosie di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bakal dijadikan kawasan pariwisata.
BPOLBF bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) diamanahkan untuk melakukan pengembangan kawasan tersebut sebagai kawasan pariwisata berkualitas yang terintegrasi dengan Taman Nasional Komodo, kawasan pariwisata Kota Labuan Bajo, serta kawasan pariwisata lainnya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebagian dari 400 hektar lahan Hutan Bowosie tersebut telah ditetapkan izin prinsip dan dispensasi pembangunannya sebagai bagian dari proses pelepasan kawasan hutan untuk Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 135.22 yang dikelola BPOLBF, dan sebagian lainnya dalam proses ijin PBPH-JL untuk luasan 264 hektare.
Nantinya pengembangan kawasan ini akan dibagi dalam 4 zona meliputi zona cultural district, adventure district, wildlife district, dan leisure district.
Baca juga: Sandiaga Uno Siap Jadikan Labuan Bajo Tuan Rumah G-20 di 2022
Pembangunan kawasan mengedepankan prinsip berkelanjutan sesuai peraturan perundangan dengan luas area terbangun 10% untuk area PBPH-JL dan 17% untuk area APL.
Pada zona cultural district seluas 114,73 hektare akan dikembangkan beragam atraksi dan fasilitas destinasi seperti pusat budaya, pusat penelitian pariwisata, hotel, galeri bajo 360O, kampung UMKM, dan atraksi lain yang ikut mendukung pariwisata.
Di zona kedua leisure district dengan luas 63,59 hektare direncanakan pembangunan seluas 6,79 hektare dengan rencana program pembangunan meliputi resor khusus, kapel, bukit doa hingga area untuk hiking di hutan.
Baca juga: Pengembangan Labuan Bajo Dipastikan Prioritaskan Keberlanjutan Lingkungan
Sedangkan di zona ketiga wildlife district yang punya lahan seluas 89,25 hektarr, area pembangunan direncanakan seluas 10,2 hektare. Di lokasi ini akan dibangun restoran, kebun binatang mini, hingga outdoor teater dan juga balai observasi alam.
Pada zona keempat adventure district dengan luas mencapai 132,43 hektard, akan dibangun pada lahan 10,2 hektard untuk peruntukan hotel, penginapan glamping, area wisata goa, hingga sarana transportasi seperti kereta gantung, ruang hijau publik, dan juga jalur sepeda lintas hutan.
Peraturan dan rencana pembangunan ini tentu saja memantik reaksi dan komentar dari para aktivis lingkungan serta kelompok masyarakat sekitar dan berbagai pihak yang menyoroti persoalan tentang alih fungsi hutan.
Kepala UPT KPH Manggarai Barat, Stefanus Nali mengungkapkan, kawasan hutan di Bowosie/Nggorang yang saat ini terlihat seperti diuruk dan ada pengerjaan proyek pembangunan merupakan area berbeda dengan lokasi kawasan otorita BPOLBF. Kawasan itu merupakan wilayah persemaian permanen yang dicanangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menanam pohon dan tanaman kebun endemik ke depannya.
"Tempatnya punya akses bagus. Rencananya benih-benih tanaman perkebunan akan ditanam di situ dan juga jutaan pohon di sekitar situ untuk kesinambungan alam di Manggarai Barat. Itu pengelolaan hutan bukan perambahan hutan," ujarnya, dikutip Rabu (1/9/2021).
Menurut dia, hal itu juga sebagaimana bagian dari arahan presiden untuk membangun ekonomi hijau melalui pengembangan area pembibitan di NTT, dan sejumlah lokasi lainnya di Indonesia.
Keberatan dari beberapa pihak dan berbagai elemen masyarakat terkait dengan penggunaan lahan di Hutan Bowosie dan Nggorang sebagai wilayah untuk pemanfaatan pariwisata bisa dimaklumi dan cukup masuk akal karena di kawasan ini terdapat 10 mata air alami yang biasa dimanfaatkan warga setempat.
Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina menegaskan, air adalah hal krusial untuk kehidupan, dan khusus untuk Destinasi Super Prioritas (DSP) Labuan Bajo ini sudah menjadi salah satu perhatian utama presiden Joko Widodo.
"Dalam pengembangan kawasan otorita, kami melakukan studi hidrogeologi terpadu dan analisis dampak lingkungan sehingga kita bersama-sama bisa menjamin kelestarian 10 mata air yang ada di kawasan terlindungi akan terus terjaga dan tidak akan mengganggu suplai untuk warga lokal," bebernya.
Menurut Shana, BPOLBF telah berkoordinasi dengan pihak-pihak ahli untuk bisa memanfaatkan dan juga menjalankan Perpres ini dengan prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga kelestarian lingkungan terjaga dan dampaknya bisa dirasakan warga lokal.
Sebagai catatan juga, hingga saat ini peraturan turunan Omnibus Law sehubungan dengan kegiatan yang wajib Amdal belum disahkan. Dengan demikian, Peraturan menteri LHK 38 Tahun 2019 masih berlaku dengan ketentuan yang mengatur seluruh pengembangan kawasan pariwisata termasuk yang wajib mengikuti Amdal.
Terkait hal ini, BPOLBF telah menyelesaikan proses Amdal itu sendiri dan telah mendapatkan izin lingkungan hidup dari Pemkab Manggarai Barat Nomor DPMPTSP.503.660/018/VII/2021 Tanggal 29 Juni 2021.
Sedangkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2012 dan Draft Materi Teknis Revisi RTRW Kabupaten Manggarai Barat juga telah menetapkan kawasan hutan Nggorang Bowosie yang merupakan wilayah pengembangan BPOLBF sebagai kawasan hutan produksi, bukan sebagai kawasan lindung.
Pemanfaatan hutan produksi sendiri dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri LHK yang mengatur agar segala pemanfaatan kawasan hutan berprinsip dan akan mempertahankan fungsi ekologis dari area hutan tersebut.
Pengembangan kawasan otorita pariwisata BPOLBF di area hutan produksi terbilang masuk dalam prinsip keberlanjutan lingkungan hidup karena dalam rencana pembangunan ditetapkan koefisien dasar bangunan dan luas area terbangun sangat rendah di setiap zona, guna tetap mendukung fungsi ekologi kawasan hutan tersebut.
Adapun rincian persentase pengembangannya adalah untuk Zona Budaya 18,90 persen dari 114,73 Ha, Zona Santai 10,68 persen dari 63,59 Ha, Zona Alam 11,43 persen dari 89,25 Ha, dan Zona Petualangan 7,94 persen dari 132,43 Ha.
Secara keseluruhan dari 400 Ha Lahan Otorita BPOLBF hanya akan dikembangkan sebesar 49,2 Ha (atau sebesar 12,3 persen) dengan sisa luasan dicanangkan sebagai area program penghijauan dan pelestarian kawasan hutan untuk penguatan fungsi ekologis Labuan Bajo di masa depan.
Fakta lainnya, berdasarkan studi hidrologi dan perencanaan kawasan yang telah dilakukan oleh BPOLBF, tidak ada lokasi pembangunan yang bersinggungan maupun berdekatan dengan mata air yang disebutkan.
"BPOLBF sangat berkomitmen untuk tidak melakukan pembangunan yang mengganggu jalur limpasan air dan juga run off dari hutan Bowosie menuju Kota Labuan Bajo. Penggunaan air pun direncanakan mengalirkan dari sistem perpipaan, bukan menggunakan sumur bor dalam," tandasnya.
Selain itu, pembangunan kawasan pariwisata otorita BPOLBF juga telah sesuai dengan amanah Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018 dan direncanakan sebagai gerbang kawasan Flores dengan menunjukan keunikan budaya dan kondisi alamiah yang terjaga dari visi pariwisata berkualitas Labuan Bajo-Flores.
Prinsip pembangunan berkelanjutan inimerupakan komitmen BPOLBF dalam mengembangkan kawasan pariwisata berkualitas di Hutan Bowosie.
BPOLBF bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) diamanahkan untuk melakukan pengembangan kawasan tersebut sebagai kawasan pariwisata berkualitas yang terintegrasi dengan Taman Nasional Komodo, kawasan pariwisata Kota Labuan Bajo, serta kawasan pariwisata lainnya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebagian dari 400 hektar lahan Hutan Bowosie tersebut telah ditetapkan izin prinsip dan dispensasi pembangunannya sebagai bagian dari proses pelepasan kawasan hutan untuk Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 135.22 yang dikelola BPOLBF, dan sebagian lainnya dalam proses ijin PBPH-JL untuk luasan 264 hektare.
Nantinya pengembangan kawasan ini akan dibagi dalam 4 zona meliputi zona cultural district, adventure district, wildlife district, dan leisure district.
Baca juga: Sandiaga Uno Siap Jadikan Labuan Bajo Tuan Rumah G-20 di 2022
Pembangunan kawasan mengedepankan prinsip berkelanjutan sesuai peraturan perundangan dengan luas area terbangun 10% untuk area PBPH-JL dan 17% untuk area APL.
Pada zona cultural district seluas 114,73 hektare akan dikembangkan beragam atraksi dan fasilitas destinasi seperti pusat budaya, pusat penelitian pariwisata, hotel, galeri bajo 360O, kampung UMKM, dan atraksi lain yang ikut mendukung pariwisata.
Di zona kedua leisure district dengan luas 63,59 hektare direncanakan pembangunan seluas 6,79 hektare dengan rencana program pembangunan meliputi resor khusus, kapel, bukit doa hingga area untuk hiking di hutan.
Baca juga: Pengembangan Labuan Bajo Dipastikan Prioritaskan Keberlanjutan Lingkungan
Sedangkan di zona ketiga wildlife district yang punya lahan seluas 89,25 hektarr, area pembangunan direncanakan seluas 10,2 hektare. Di lokasi ini akan dibangun restoran, kebun binatang mini, hingga outdoor teater dan juga balai observasi alam.
Pada zona keempat adventure district dengan luas mencapai 132,43 hektard, akan dibangun pada lahan 10,2 hektard untuk peruntukan hotel, penginapan glamping, area wisata goa, hingga sarana transportasi seperti kereta gantung, ruang hijau publik, dan juga jalur sepeda lintas hutan.
Peraturan dan rencana pembangunan ini tentu saja memantik reaksi dan komentar dari para aktivis lingkungan serta kelompok masyarakat sekitar dan berbagai pihak yang menyoroti persoalan tentang alih fungsi hutan.
Kepala UPT KPH Manggarai Barat, Stefanus Nali mengungkapkan, kawasan hutan di Bowosie/Nggorang yang saat ini terlihat seperti diuruk dan ada pengerjaan proyek pembangunan merupakan area berbeda dengan lokasi kawasan otorita BPOLBF. Kawasan itu merupakan wilayah persemaian permanen yang dicanangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menanam pohon dan tanaman kebun endemik ke depannya.
"Tempatnya punya akses bagus. Rencananya benih-benih tanaman perkebunan akan ditanam di situ dan juga jutaan pohon di sekitar situ untuk kesinambungan alam di Manggarai Barat. Itu pengelolaan hutan bukan perambahan hutan," ujarnya, dikutip Rabu (1/9/2021).
Menurut dia, hal itu juga sebagaimana bagian dari arahan presiden untuk membangun ekonomi hijau melalui pengembangan area pembibitan di NTT, dan sejumlah lokasi lainnya di Indonesia.
Keberatan dari beberapa pihak dan berbagai elemen masyarakat terkait dengan penggunaan lahan di Hutan Bowosie dan Nggorang sebagai wilayah untuk pemanfaatan pariwisata bisa dimaklumi dan cukup masuk akal karena di kawasan ini terdapat 10 mata air alami yang biasa dimanfaatkan warga setempat.
Direktur Utama BPOLBF, Shana Fatina menegaskan, air adalah hal krusial untuk kehidupan, dan khusus untuk Destinasi Super Prioritas (DSP) Labuan Bajo ini sudah menjadi salah satu perhatian utama presiden Joko Widodo.
"Dalam pengembangan kawasan otorita, kami melakukan studi hidrogeologi terpadu dan analisis dampak lingkungan sehingga kita bersama-sama bisa menjamin kelestarian 10 mata air yang ada di kawasan terlindungi akan terus terjaga dan tidak akan mengganggu suplai untuk warga lokal," bebernya.
Menurut Shana, BPOLBF telah berkoordinasi dengan pihak-pihak ahli untuk bisa memanfaatkan dan juga menjalankan Perpres ini dengan prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga kelestarian lingkungan terjaga dan dampaknya bisa dirasakan warga lokal.
Sebagai catatan juga, hingga saat ini peraturan turunan Omnibus Law sehubungan dengan kegiatan yang wajib Amdal belum disahkan. Dengan demikian, Peraturan menteri LHK 38 Tahun 2019 masih berlaku dengan ketentuan yang mengatur seluruh pengembangan kawasan pariwisata termasuk yang wajib mengikuti Amdal.
Terkait hal ini, BPOLBF telah menyelesaikan proses Amdal itu sendiri dan telah mendapatkan izin lingkungan hidup dari Pemkab Manggarai Barat Nomor DPMPTSP.503.660/018/VII/2021 Tanggal 29 Juni 2021.
Sedangkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2012 dan Draft Materi Teknis Revisi RTRW Kabupaten Manggarai Barat juga telah menetapkan kawasan hutan Nggorang Bowosie yang merupakan wilayah pengembangan BPOLBF sebagai kawasan hutan produksi, bukan sebagai kawasan lindung.
Pemanfaatan hutan produksi sendiri dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata sesuai dengan ketentuan yang telah diatur oleh Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri LHK yang mengatur agar segala pemanfaatan kawasan hutan berprinsip dan akan mempertahankan fungsi ekologis dari area hutan tersebut.
Pengembangan kawasan otorita pariwisata BPOLBF di area hutan produksi terbilang masuk dalam prinsip keberlanjutan lingkungan hidup karena dalam rencana pembangunan ditetapkan koefisien dasar bangunan dan luas area terbangun sangat rendah di setiap zona, guna tetap mendukung fungsi ekologi kawasan hutan tersebut.
Adapun rincian persentase pengembangannya adalah untuk Zona Budaya 18,90 persen dari 114,73 Ha, Zona Santai 10,68 persen dari 63,59 Ha, Zona Alam 11,43 persen dari 89,25 Ha, dan Zona Petualangan 7,94 persen dari 132,43 Ha.
Secara keseluruhan dari 400 Ha Lahan Otorita BPOLBF hanya akan dikembangkan sebesar 49,2 Ha (atau sebesar 12,3 persen) dengan sisa luasan dicanangkan sebagai area program penghijauan dan pelestarian kawasan hutan untuk penguatan fungsi ekologis Labuan Bajo di masa depan.
Fakta lainnya, berdasarkan studi hidrologi dan perencanaan kawasan yang telah dilakukan oleh BPOLBF, tidak ada lokasi pembangunan yang bersinggungan maupun berdekatan dengan mata air yang disebutkan.
"BPOLBF sangat berkomitmen untuk tidak melakukan pembangunan yang mengganggu jalur limpasan air dan juga run off dari hutan Bowosie menuju Kota Labuan Bajo. Penggunaan air pun direncanakan mengalirkan dari sistem perpipaan, bukan menggunakan sumur bor dalam," tandasnya.
Selain itu, pembangunan kawasan pariwisata otorita BPOLBF juga telah sesuai dengan amanah Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2018 dan direncanakan sebagai gerbang kawasan Flores dengan menunjukan keunikan budaya dan kondisi alamiah yang terjaga dari visi pariwisata berkualitas Labuan Bajo-Flores.
Prinsip pembangunan berkelanjutan inimerupakan komitmen BPOLBF dalam mengembangkan kawasan pariwisata berkualitas di Hutan Bowosie.
(shf)