Epidemiolog Beberkan Tempat Isolasi Ideal bagi Pasien Covid-19
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Sejak resmi beroperasi pada Senin (2/8/2021) lalu, Isolasi Apung KM Umsini yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar sebagai tempat isolasi untuk pasien Covid-19 terus dikeluhkan, mulai dari sarana dan prasarana hingga isu higienitas yang mendesak untuk dibenahi.
Konsep tempat isolasi yang ideal diperlukan karena kenyamanan pasien Covid-19 merupakan prioritas agar imun mereka meningkat dan segera sembuh.
Ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ansariadi menjabarkan sejumlah kriteria isolasi yang dinilai ideal bagi pasien Covid-19.
Prinsip dasar isolasi adalah memisahkan masyarakat yang sakit dan sehat. Hanya saja, hal itu tetap memperhatikan sejumlah kaidah, termasuk bagaimana pelayanan kepada masyarakat yang diisolasi.
"Orang itu kalau diisolasi adalah bagaimana kenyamanannya, bagaimana keamanannya dan juga bagaimana kesehatannya harus dipikirkan, supaya selama di tempat isolasi itu tidak menimbulkan masalah baru," katanya.
Ansariadi mewanti-wanti, persoalan baru berpotensi muncul, misalnya penyakit baru akibat buruknya higienitas serta tingkat stres yang tinggi.
"Jadi pada prinsipnya higienitas itu terpenuhi, karena ini jangan sampai ada penyakit baru yang muncul," lanjutnya.
Selain itu, tempat isolasi yang ideal adalah bagaimana akses ke lokasi tempat rujukan bisa lebih mudah. Hal itu untuk memastikan situasi dapat terkendali jika terjadi situasi kritis.
Dia menilai, isolasi yang baik utamanya pada aspek yang baru seperti kapal, memerlukan asesmen dari para ahli penyakit. Apalagi Isolasi Apung di kapal menggunakan sistem penggabungan pasien.
"Saya kira ini perlu asesmen dari ahli penyakit lain, bagaimana kalau mereka yang sakit bisa bergabung-gabung, orang ini takutkan jangan sampai mungkin bergabung ada varian baru dan lama, sudah mau sembuh terinfeksi kembali. Ini perlu ada yang jelaskan ahli penyakit untuk yang infeksi seperti itu," ucapnya.
Selanjutnya, privasi juga dinilai cukup penting, yaitu untuk memberikan kenyamanan kepada pasien. Pemerintah perlu lebih banyak melakukan penyesuaian dengan hal-hal ini, karena kapal sejak awal tidak didesain untuk tempat isolasi.
"Pasti banyak keluhan desainnya tidak sama hotel kala dulu hotel satu dua orang dan ada lengkap dalam, kalau kapal tidak didesain untuk isolasi sehingga akan banyak menyesuaikan," katanya.
Menurutnya meskipun harga yang ditawarkan lebih murah, namun jika peminat minim karena tidak bisa memenuhi kebutuhan pasien, target yang diharapkan tidak akan tercapai.
"Jadi ada beberapa pertimbangan misal murah tapi tidak ada yang mau, misal murah tapi orang tidak nyaman tidak mau ke sana. Kemudian murah tapi justru timbulkan masalah baru. Murah itu salah satu pertimbangan, tapi pertimbangan lain juga harus diperhatikan," pungkasnya.
Sementara itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulselbar, Abdul Azis juga angkat bicara terkait tempat isolasi yang ideal.
Aspek kenyamanan, kata dia, juga menjadi faktor penting dalam sistem isolasi karena berpengaruh langsung dengan tingkat stres seseorang.
"Tempat isolasi itu sebaiknya tidak memicu stres, makanya di lingkungan yang betul-betul bagus, ruang terbuka mungkin pemandangan yang bagus supaya tidak stres. Karena ini sangat ngaruh dengan imunitas kita," katanya.
Tempat isolasi sebaiknya bisa lebih terbuka untuk memastikan sirkulasi udara berjalan dengan baik. Tempat tertutup terutama dilengkapi AC hanya membuat udara berputar sehingga risiko cukup tinggi.
"Sebaiknya ada ventilasi terbuka. Misal ada jendela, kemudian itu pun kalau bisa pakai kipas angin, karena kalau AC itu, apalagi tertutup, itu bisa terputar-putar tidak keluar," ucapnya.
Selain itu aspek privasi juga perlu diperhatikan. Perlu ruangan tersendiri untuk masing-masing pasien. Hanya saja, kata dia, akan membutuhkan anggaran yang cukup tinggi. Ketersediaan obat-obatan hingga gizi bagi pasien juga wajib diperhatikan karena merupakan faktor penting dalam menambah imunitas.
Sementara itu, kalau pun terjadi percampuran dalam satu ruangan setiap pasien tetap wajib menggunakan masker. Hal ini lantaran adanya kekhawatiran perbedaan varian virus.
"Isoman yang bercampur sesama positif, masker harus tetap dikenakan. Karena kita tidak tau siapa yang punya kekuatan aktivasi virus, ini kan tidak ditau siapa yang varian delta siapa yang biasa. Dan kita imunitas berbeda saya kena varian biasa, kita Delta, itu saya sudah bisa bergejala (Delta). Jadi ini masalah tingkat keterpaparan, jangan bilang kita isoman karena sama positif dan tidak masker. Tingkat keterpaparan di kita itu berbeda-beda," pungkasnya.
Konsep tempat isolasi yang ideal diperlukan karena kenyamanan pasien Covid-19 merupakan prioritas agar imun mereka meningkat dan segera sembuh.
Ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin, Ansariadi menjabarkan sejumlah kriteria isolasi yang dinilai ideal bagi pasien Covid-19.
Prinsip dasar isolasi adalah memisahkan masyarakat yang sakit dan sehat. Hanya saja, hal itu tetap memperhatikan sejumlah kaidah, termasuk bagaimana pelayanan kepada masyarakat yang diisolasi.
"Orang itu kalau diisolasi adalah bagaimana kenyamanannya, bagaimana keamanannya dan juga bagaimana kesehatannya harus dipikirkan, supaya selama di tempat isolasi itu tidak menimbulkan masalah baru," katanya.
Ansariadi mewanti-wanti, persoalan baru berpotensi muncul, misalnya penyakit baru akibat buruknya higienitas serta tingkat stres yang tinggi.
"Jadi pada prinsipnya higienitas itu terpenuhi, karena ini jangan sampai ada penyakit baru yang muncul," lanjutnya.
Selain itu, tempat isolasi yang ideal adalah bagaimana akses ke lokasi tempat rujukan bisa lebih mudah. Hal itu untuk memastikan situasi dapat terkendali jika terjadi situasi kritis.
Dia menilai, isolasi yang baik utamanya pada aspek yang baru seperti kapal, memerlukan asesmen dari para ahli penyakit. Apalagi Isolasi Apung di kapal menggunakan sistem penggabungan pasien.
"Saya kira ini perlu asesmen dari ahli penyakit lain, bagaimana kalau mereka yang sakit bisa bergabung-gabung, orang ini takutkan jangan sampai mungkin bergabung ada varian baru dan lama, sudah mau sembuh terinfeksi kembali. Ini perlu ada yang jelaskan ahli penyakit untuk yang infeksi seperti itu," ucapnya.
Selanjutnya, privasi juga dinilai cukup penting, yaitu untuk memberikan kenyamanan kepada pasien. Pemerintah perlu lebih banyak melakukan penyesuaian dengan hal-hal ini, karena kapal sejak awal tidak didesain untuk tempat isolasi.
"Pasti banyak keluhan desainnya tidak sama hotel kala dulu hotel satu dua orang dan ada lengkap dalam, kalau kapal tidak didesain untuk isolasi sehingga akan banyak menyesuaikan," katanya.
Menurutnya meskipun harga yang ditawarkan lebih murah, namun jika peminat minim karena tidak bisa memenuhi kebutuhan pasien, target yang diharapkan tidak akan tercapai.
"Jadi ada beberapa pertimbangan misal murah tapi tidak ada yang mau, misal murah tapi orang tidak nyaman tidak mau ke sana. Kemudian murah tapi justru timbulkan masalah baru. Murah itu salah satu pertimbangan, tapi pertimbangan lain juga harus diperhatikan," pungkasnya.
Sementara itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulselbar, Abdul Azis juga angkat bicara terkait tempat isolasi yang ideal.
Aspek kenyamanan, kata dia, juga menjadi faktor penting dalam sistem isolasi karena berpengaruh langsung dengan tingkat stres seseorang.
"Tempat isolasi itu sebaiknya tidak memicu stres, makanya di lingkungan yang betul-betul bagus, ruang terbuka mungkin pemandangan yang bagus supaya tidak stres. Karena ini sangat ngaruh dengan imunitas kita," katanya.
Tempat isolasi sebaiknya bisa lebih terbuka untuk memastikan sirkulasi udara berjalan dengan baik. Tempat tertutup terutama dilengkapi AC hanya membuat udara berputar sehingga risiko cukup tinggi.
"Sebaiknya ada ventilasi terbuka. Misal ada jendela, kemudian itu pun kalau bisa pakai kipas angin, karena kalau AC itu, apalagi tertutup, itu bisa terputar-putar tidak keluar," ucapnya.
Selain itu aspek privasi juga perlu diperhatikan. Perlu ruangan tersendiri untuk masing-masing pasien. Hanya saja, kata dia, akan membutuhkan anggaran yang cukup tinggi. Ketersediaan obat-obatan hingga gizi bagi pasien juga wajib diperhatikan karena merupakan faktor penting dalam menambah imunitas.
Sementara itu, kalau pun terjadi percampuran dalam satu ruangan setiap pasien tetap wajib menggunakan masker. Hal ini lantaran adanya kekhawatiran perbedaan varian virus.
"Isoman yang bercampur sesama positif, masker harus tetap dikenakan. Karena kita tidak tau siapa yang punya kekuatan aktivasi virus, ini kan tidak ditau siapa yang varian delta siapa yang biasa. Dan kita imunitas berbeda saya kena varian biasa, kita Delta, itu saya sudah bisa bergejala (Delta). Jadi ini masalah tingkat keterpaparan, jangan bilang kita isoman karena sama positif dan tidak masker. Tingkat keterpaparan di kita itu berbeda-beda," pungkasnya.
(agn)