Lolos Uji BPFK, Ventilator Ambu-Bag Airgency ITB Segera Jalani Uji Klinis
loading...
A
A
A
BANDUNG - Ventilator Airgency yang dikembangkan tim dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB) lolos uji fungsi dan ketahanan dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan RI pada 11 Mei 2020. Selanjutnya, Ventilator Airgency berbasis Ambu-Bag ini akan diuji secara klinis.
Ventilator Airgency, dikutip dari laman ITB.ac.id, adalah alat medis ventilator bertipe Bag-Valve-Mask (BVM) dengan fungsi resuscitator. Intinya adalah, suatu kantong udara (bag) yang ditekan oleh dua capit (clamp) otomatis yang dikontrol saksama hingga dapat mencapai semua parameter ventilasi yang dibutuhkan pasien.
Airgency versi 5.0 ini telah disempurnakan untuk dapat bekerja andal dengan tetap memperhatikan portabilitas, estetika, dan kemudahan dalam manufaktur.
Ventilator portabel berdimensi 22x24x37 sentimeter (cm) untuk pasien COVID-19 itu, menggunakan teknologi ambu-bag (kantong udara) yang diotomatisasi, sehingga tidak perlu lagi dipompa secara manual sebagaimana ventilator umumnya.
Inovasi ini diperuntukkan bagi pasien yang berada dalam tahap tiga atau tahap paling kritis, di mana pasien telah mengalami disfungsi paru-paru, tidak dapat bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan.
Saat ini Ventilator Ambu-bag Airgency telah melewati tiga jenis uji wajib bagi suatu peralatan medis baru, yakni uji fungsi untuk mengecek fitur dalam sistem, uji keamanan sudut untuk memastikan alat dan fungsinya tidak membahayakan tenaga kesehatan (nakes) dan pasien (seperti adanya sudut tajam), dan uji ketahanan/endurance. Terutama, apakah bisa alat dioperasikan selama dua hari tanpa dimatikan.
Alat tersebut dikembangkankan oleh tim dari FTMD, antara lain Dr Yazdi I Jenie, Dr Djarot Widagdo, Christian Reyner MT, Dr Khairul Ummah, dan dari FSRD Muhammad Ihsan.
Dalam proses perancangannya, tim bekerja sama dengan PT Bentara Tabang Nusantara (BETA) dan berkoordinasi dengan tim dokter dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin.
Untuk tahap pengujian alat, tim juga berkoordinasi dengan dr Reza Widianto Sudjud SpAn-KAKV, KIC, MKes dan dr Ike Sri Rejeki Sp An-KIC MKes dari Fakultas Kedokteran Unpad.
Fitur-fitur dalam Ventilator Airgency
Dosen FTMD ITB Christian Reyner mengatakan, fungsi utama Ventilator Ambu-bag Airgency adalah menggantikan alat yang sebelumnya dioperasikan manual.
Keunggulan alat ini, kata Rayner, memiliki sistem sederhana, dapat dioperasikan dengan mudah, dan biaya produksi rendah.
“Harapan kami setelah lolos uji klinis, sudah mendapat izin edar, kami bisa segera memproduksi alat ini dan mengedarkannya ke rumah sakit,” kata Rayner kepada Humas ITB melalui video teleconference, Jumat (15/5/2020).
Dia mengemukakan, alat tersebut memiliki parameter untuk mengatur seberapa besar oksigen yang masuk ke dalam paru-paru pasien. Sebab, setiap orang memiliki pola pernapasan dan kebutuhan oksigen berbeda.
"Dengan Ventilator Ambu-bag Airgency, dokter bisa mengatur sesuai kondisi pasien. Pengaturan lainnya adalah inspiratory dan respiratory dengan rasio antara jumlah oksigen yang diterima dan dikeluarkan. Misalnya 1 : 2 atau 1 : 3. Semua itu bisa diatur oleh dokter yang menangani pasien,” ujar Rayner.
Fungsi selanjutnya adalah pengaturan bidang volume. Karena setiap pasien memiliki bidang volume udara yang juga berbeda. Misalnya 300 mililiter (ml), 400 ml, 500 ml. Maka, alat tersebut juga dapat disesuaikan dengan bidang volume pasien atau kapasitas menerima oksigen.
Selain itu, tutur Rayner, fitur lain yang tak kalah penting dalam alat tersebut adalah warning system yang akan mendeteksi kegagalan fungsi alat dengan ditandai suara “beep”.
“Misalnya, saat dioperasikan ada selang pernapasan yang terlepas, maka alat akan berbunyi sebanyak empat kali ‘beep’. Kemudian ada pendeteksi kebocoran halus, warning dalam kondisi low, high, over pressure yang berkaitan dengan kapasitas paru-paru dan tidal volume yang diberikan oleh dokter,” tutur dia.
Rayner mengungkapkan, Ventilator Ambu-bag Airgency juga dilengkapi sistem perpindahan sumber tenaga listrik otomatis dari AC ke baterai atau DC.
Hal itu untuk mengantisipasi jika terjadi mati listrik, maka sumber listrik akan pindah menggunakan baterai dan alat tetap berfungsi tanpa terhenti. “Sistem kami bisa bertahan dengan baterai selama 3-4 jam,” ungkap Rayner.
Alat ini juga memiliki fitur bottle peep atau peep and exspiratory pressure. Fungsinya adalah untuk memastikan bahwa tekanan akhir paru-paru tidak boleh nol atau paru-paru pasien terlalu mengempis.
Persiapan Uji Klinis
Selain tim Humas ITB dan tim pembuat Ventilator Airgency, wawancara virtual itu juga dihadiri oleh dr Reza Widianto Sudjud SpAn-KAKV KIC MKes dari Fakultas Kedokteran Unpad.
Reza mengatakan, uji klinis alat ini sudah disampaikan kepada Komite Medik di Kementerian Kesehatan. “Saat ini kami masih menunggu keputusan mengenai kelayakan uji klinis alat atau tidak untuk alat tersebut,” kata Reza.
Ventilator Ambu-bag Airgency, ujar Reza, tidak akan diuji coba langsung ke pasien. Sebab butuh izin dari keluarga pasien. Sementara alat ini diperuntukkan bagi pasien yang berhenti napas atau kondisi kritis.
“Rasanya tidak mungkin jika dilakukan kepada pasien langsung. Oleh karena itu kami akan membandingkan Ventilator Ambu-bag Airgency dengan ventilator yang dipompa oleh tangan manusia secara manual. Dan yang akan dinilai adalah tidal volume, tekanannya dan lain-lain,” ujar dia.
Saat uji klinis, tutur Reza, alat Ventilator Ambu-bag Airgency yang dibutuhkan adalah alat yang sudah dilakukan tes fungsi. Namun tidak hanya satu, tapi akan diuji dari beberapa alat yang sama sehingga bisa dipastikan bahwa ventilator ini dapat diperbanyak dan digunakan.
Tempat uji klinis rencananya akan dilakukan di Laboratorium FK Unpad. “Pembuatan alat ini adalah niat baik dari kita untuk saling menolong. Karena masing-masing orang ‘kan memiliki kemampuan berbeda, tapi tetap saling membantu. Tapi harapan saya, jangan hanya saat pandemi COVID-19, kita harus maju terus dalam produksi alat yang buatan kita sebagaimana yang diharapkan pemerintah,” pungkas Reza.
Lihat Juga: Sapa Warga, Dhani Wirianata Calon Wakil Wali Kota Bandung Sambangi Warga Cibeunying Kidul
Ventilator Airgency, dikutip dari laman ITB.ac.id, adalah alat medis ventilator bertipe Bag-Valve-Mask (BVM) dengan fungsi resuscitator. Intinya adalah, suatu kantong udara (bag) yang ditekan oleh dua capit (clamp) otomatis yang dikontrol saksama hingga dapat mencapai semua parameter ventilasi yang dibutuhkan pasien.
Airgency versi 5.0 ini telah disempurnakan untuk dapat bekerja andal dengan tetap memperhatikan portabilitas, estetika, dan kemudahan dalam manufaktur.
Ventilator portabel berdimensi 22x24x37 sentimeter (cm) untuk pasien COVID-19 itu, menggunakan teknologi ambu-bag (kantong udara) yang diotomatisasi, sehingga tidak perlu lagi dipompa secara manual sebagaimana ventilator umumnya.
Inovasi ini diperuntukkan bagi pasien yang berada dalam tahap tiga atau tahap paling kritis, di mana pasien telah mengalami disfungsi paru-paru, tidak dapat bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan.
Saat ini Ventilator Ambu-bag Airgency telah melewati tiga jenis uji wajib bagi suatu peralatan medis baru, yakni uji fungsi untuk mengecek fitur dalam sistem, uji keamanan sudut untuk memastikan alat dan fungsinya tidak membahayakan tenaga kesehatan (nakes) dan pasien (seperti adanya sudut tajam), dan uji ketahanan/endurance. Terutama, apakah bisa alat dioperasikan selama dua hari tanpa dimatikan.
Alat tersebut dikembangkankan oleh tim dari FTMD, antara lain Dr Yazdi I Jenie, Dr Djarot Widagdo, Christian Reyner MT, Dr Khairul Ummah, dan dari FSRD Muhammad Ihsan.
Dalam proses perancangannya, tim bekerja sama dengan PT Bentara Tabang Nusantara (BETA) dan berkoordinasi dengan tim dokter dari Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin.
Untuk tahap pengujian alat, tim juga berkoordinasi dengan dr Reza Widianto Sudjud SpAn-KAKV, KIC, MKes dan dr Ike Sri Rejeki Sp An-KIC MKes dari Fakultas Kedokteran Unpad.
Fitur-fitur dalam Ventilator Airgency
Dosen FTMD ITB Christian Reyner mengatakan, fungsi utama Ventilator Ambu-bag Airgency adalah menggantikan alat yang sebelumnya dioperasikan manual.
Keunggulan alat ini, kata Rayner, memiliki sistem sederhana, dapat dioperasikan dengan mudah, dan biaya produksi rendah.
“Harapan kami setelah lolos uji klinis, sudah mendapat izin edar, kami bisa segera memproduksi alat ini dan mengedarkannya ke rumah sakit,” kata Rayner kepada Humas ITB melalui video teleconference, Jumat (15/5/2020).
Dia mengemukakan, alat tersebut memiliki parameter untuk mengatur seberapa besar oksigen yang masuk ke dalam paru-paru pasien. Sebab, setiap orang memiliki pola pernapasan dan kebutuhan oksigen berbeda.
"Dengan Ventilator Ambu-bag Airgency, dokter bisa mengatur sesuai kondisi pasien. Pengaturan lainnya adalah inspiratory dan respiratory dengan rasio antara jumlah oksigen yang diterima dan dikeluarkan. Misalnya 1 : 2 atau 1 : 3. Semua itu bisa diatur oleh dokter yang menangani pasien,” ujar Rayner.
Fungsi selanjutnya adalah pengaturan bidang volume. Karena setiap pasien memiliki bidang volume udara yang juga berbeda. Misalnya 300 mililiter (ml), 400 ml, 500 ml. Maka, alat tersebut juga dapat disesuaikan dengan bidang volume pasien atau kapasitas menerima oksigen.
Selain itu, tutur Rayner, fitur lain yang tak kalah penting dalam alat tersebut adalah warning system yang akan mendeteksi kegagalan fungsi alat dengan ditandai suara “beep”.
“Misalnya, saat dioperasikan ada selang pernapasan yang terlepas, maka alat akan berbunyi sebanyak empat kali ‘beep’. Kemudian ada pendeteksi kebocoran halus, warning dalam kondisi low, high, over pressure yang berkaitan dengan kapasitas paru-paru dan tidal volume yang diberikan oleh dokter,” tutur dia.
Rayner mengungkapkan, Ventilator Ambu-bag Airgency juga dilengkapi sistem perpindahan sumber tenaga listrik otomatis dari AC ke baterai atau DC.
Hal itu untuk mengantisipasi jika terjadi mati listrik, maka sumber listrik akan pindah menggunakan baterai dan alat tetap berfungsi tanpa terhenti. “Sistem kami bisa bertahan dengan baterai selama 3-4 jam,” ungkap Rayner.
Alat ini juga memiliki fitur bottle peep atau peep and exspiratory pressure. Fungsinya adalah untuk memastikan bahwa tekanan akhir paru-paru tidak boleh nol atau paru-paru pasien terlalu mengempis.
Persiapan Uji Klinis
Selain tim Humas ITB dan tim pembuat Ventilator Airgency, wawancara virtual itu juga dihadiri oleh dr Reza Widianto Sudjud SpAn-KAKV KIC MKes dari Fakultas Kedokteran Unpad.
Reza mengatakan, uji klinis alat ini sudah disampaikan kepada Komite Medik di Kementerian Kesehatan. “Saat ini kami masih menunggu keputusan mengenai kelayakan uji klinis alat atau tidak untuk alat tersebut,” kata Reza.
Ventilator Ambu-bag Airgency, ujar Reza, tidak akan diuji coba langsung ke pasien. Sebab butuh izin dari keluarga pasien. Sementara alat ini diperuntukkan bagi pasien yang berhenti napas atau kondisi kritis.
“Rasanya tidak mungkin jika dilakukan kepada pasien langsung. Oleh karena itu kami akan membandingkan Ventilator Ambu-bag Airgency dengan ventilator yang dipompa oleh tangan manusia secara manual. Dan yang akan dinilai adalah tidal volume, tekanannya dan lain-lain,” ujar dia.
Saat uji klinis, tutur Reza, alat Ventilator Ambu-bag Airgency yang dibutuhkan adalah alat yang sudah dilakukan tes fungsi. Namun tidak hanya satu, tapi akan diuji dari beberapa alat yang sama sehingga bisa dipastikan bahwa ventilator ini dapat diperbanyak dan digunakan.
Tempat uji klinis rencananya akan dilakukan di Laboratorium FK Unpad. “Pembuatan alat ini adalah niat baik dari kita untuk saling menolong. Karena masing-masing orang ‘kan memiliki kemampuan berbeda, tapi tetap saling membantu. Tapi harapan saya, jangan hanya saat pandemi COVID-19, kita harus maju terus dalam produksi alat yang buatan kita sebagaimana yang diharapkan pemerintah,” pungkas Reza.
Lihat Juga: Sapa Warga, Dhani Wirianata Calon Wakil Wali Kota Bandung Sambangi Warga Cibeunying Kidul
(awd)