Kisah Heroik Prajurit Kopassus Pukul Mundur Pasukan Gurkha di Pedalaman Kalimantan
loading...
A
A
A
SAMBAS - Tepat hari ini, Jumat 16 April 2021 Komando Pasukan Khusus (Kopassus) berulang tahun yang ke-69. Segudang prestasi dan keberhasilan diraih satuan elite TNI AD ini dalam berbagai operasi penugasan.
Salah satunya dalam Operasi Dwikora di Pedalaman Kalimantan (Dwikora) di era awal tahun 60 an. Dimana pasukan Korps Baret Merah yang kala itu masih bernama RPKAD berhasil memukul mundur Prajurit Gurkha yang merupakan pasukan bayaran dari Nepal dari pedalaman Kalimantan hingga keluar ke perbatasan Malaysia.
Asisten Intel Kodam XIV/Hasanuddin Kolonel Inf Muhammad Aidi membenarkan adanya kisah heroik mengenai pertempuran pasukan RPKAD dengan Prajurit Gurkha yang terkenal sadis di lokasi dekat Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK).
Baca: Gurkha, Pasukan Perang Bayaran Paling Mematikan di Dunia
"Ya saya sempat membaca literatur di Museum Gurkha di Inggris soal pertempuran antara pasukan Korp Baret Merah (RPKAD) dengan Pasukan Gurkha yang merupakan tentara bayaran asal Nepal di sekitar Betung Kerihun tersebut," kata mantan Asisten Intel Kopassus ini.
Menurut M Aidi, dia yang dulu sempat menjabat sebagai Komandan Batalyon 21 Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Solo juga ikut dalam Ekspedisi Khatulistiwa beberapa tahun lalu.
"Waktu itu saat saya berpangkat Letkol dan menjabat Danyon 21 dan ikut dalam Ekspedisi Khatulistiwa di Pedalaman Kalbar sempat mendengar kisah-kisah heroik dari para tokoh Dayak Iban tentang keberhasilan Pasukan RPKAD memukul mundur pasukan Gurkha ke perbatasan Malaysia. Pak LB Moerdani (mantan Panglima ABRI) memang dulu sempat diterjunkan di perbatasan Malaysia," kata M Aidi kepada SINDOnews, Jumat malam (20/3/2020).
M Aidi mengatakan, waktu tahu dirinya merupakan salah satu anggota Pasukan Baret Merah (Kopassus) sejumlah tetua adat Dayak Iban langsung menceritakan kisah-kisah heroik mengenai pasukan RPKAD yang kala itu dapat membuat pasukan Gurkha lari tunggang langgang.
"Karena ada dari para tetua adat yang saat itu masih belia ikut terjun membantu Pasukan Baret Merah dalam mencari jejak dan memandu Pasukan memasuki perbatasan Malaysia," timpal mantan Kapendam XVII/Cenderwasih ini.
Menurut para Tetua Dayak Iban, Pasukan Gurkha yang terkenal itu sempat terkejut dengan serangan pasukan dengan memakai baret merah yang tiba-tiba muncul dari semak-semak dan rerimbunan pepohonan.
"Padahal saat konfrontasi dengan Malaysia memang Pasukan Gurkha dikerahkan dalam jumlah yang cukup banyak. Ya jumlahnya tidak sebanding dengan Pasukan Korps Baret Merah yang diterjunkan kesana. Namun karena dibantu warga Suku Dayak Iban dan Panglima Burung, Pasukan Gurkha dapat diusir hingga kembali ke Malaysia," katanya.
Jejak bekas pertempuran antara pasukan RPKAD dengan Gurkha hingga kini masih bisa ditemui salah satunya adalah bekas Heliped di Bukit Paraku atau Parako. Bekas heliped ini berada persis di salah satu puncak bukit di tepi aliran Sungai Tekelan. Namun pada bagian atas bukit itu kini sudah tertutup rapat tanaman jenis paku-pakuan ini, tak sulit mendakinya. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit mencapai puncaknya.
Dulunya menjadi tempat pendaratan sekaligus markas pasukan Parako, tak mengherankan jika sejumlah masyarakat di kawasan ini kerap menemukan senjata, bahkan mortir yang tertimbun tanah, menjadi “ranjau” di dalam hutan hingga di dasar sungai.
“Kadang malam hari tiba-tiba masyarakat mendengar suara dentuman seperti bom. Setelah dicari tahu, ternyata suara ranjau yang tak sengaja diinjak babi hutan,” kata Kupron, salah satu warga Dayak Iban yang dalam satu kesempatan menemani Wartawan SINDOnews Hendri Irawan menjelajah kawasan TNBK.
Baca: Jejak Keberhasilan Operasi Kopassus di Tanah Papua
Bukit Parako atau Paraku, demikian masyarakat dan petugas TNBK menamai bukit penuh nilai historis ini, rencananya akan dijadikan salah satu destinasi wisata minat khusus yang bisa dikunjungi pelancong.
Selain itu dari berbagai keterangan dan literatur yang ditemukan SINDOnews, juga disebutkan adanya pertempuran antara Pasukan Elite Korps Baret Merah ini dan dengan Pasukan Special Air Service (SAS) di Desa Mapu, Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia. Dalam pertempuran tersebut pasukan RPKAD mampu menewaskan personel SAS saat menyerbu Pos Pasukan Inggris tersebut di Mapu.
Pertempuran ini tentunya menambah kisah heroik pasukan Korps Baret Merah di medan Operasi Dwikora dalam konfrontasi dengan Malaysia. Tak salah jika Presiden Soekarno memilih warna merah darah untuk baret Pasukan Komando ini karena memang terbukti kehandalannya.
Lihat Juga: Dua Jenderal Kopassus Paling Disegani Ini Sangat Dekat dengan Gus Dur, Kini Ikuti Jejaknya Jadi Presiden
Salah satunya dalam Operasi Dwikora di Pedalaman Kalimantan (Dwikora) di era awal tahun 60 an. Dimana pasukan Korps Baret Merah yang kala itu masih bernama RPKAD berhasil memukul mundur Prajurit Gurkha yang merupakan pasukan bayaran dari Nepal dari pedalaman Kalimantan hingga keluar ke perbatasan Malaysia.
Asisten Intel Kodam XIV/Hasanuddin Kolonel Inf Muhammad Aidi membenarkan adanya kisah heroik mengenai pertempuran pasukan RPKAD dengan Prajurit Gurkha yang terkenal sadis di lokasi dekat Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK).
Baca: Gurkha, Pasukan Perang Bayaran Paling Mematikan di Dunia
"Ya saya sempat membaca literatur di Museum Gurkha di Inggris soal pertempuran antara pasukan Korp Baret Merah (RPKAD) dengan Pasukan Gurkha yang merupakan tentara bayaran asal Nepal di sekitar Betung Kerihun tersebut," kata mantan Asisten Intel Kopassus ini.
Menurut M Aidi, dia yang dulu sempat menjabat sebagai Komandan Batalyon 21 Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Solo juga ikut dalam Ekspedisi Khatulistiwa beberapa tahun lalu.
"Waktu itu saat saya berpangkat Letkol dan menjabat Danyon 21 dan ikut dalam Ekspedisi Khatulistiwa di Pedalaman Kalbar sempat mendengar kisah-kisah heroik dari para tokoh Dayak Iban tentang keberhasilan Pasukan RPKAD memukul mundur pasukan Gurkha ke perbatasan Malaysia. Pak LB Moerdani (mantan Panglima ABRI) memang dulu sempat diterjunkan di perbatasan Malaysia," kata M Aidi kepada SINDOnews, Jumat malam (20/3/2020).
M Aidi mengatakan, waktu tahu dirinya merupakan salah satu anggota Pasukan Baret Merah (Kopassus) sejumlah tetua adat Dayak Iban langsung menceritakan kisah-kisah heroik mengenai pasukan RPKAD yang kala itu dapat membuat pasukan Gurkha lari tunggang langgang.
"Karena ada dari para tetua adat yang saat itu masih belia ikut terjun membantu Pasukan Baret Merah dalam mencari jejak dan memandu Pasukan memasuki perbatasan Malaysia," timpal mantan Kapendam XVII/Cenderwasih ini.
Menurut para Tetua Dayak Iban, Pasukan Gurkha yang terkenal itu sempat terkejut dengan serangan pasukan dengan memakai baret merah yang tiba-tiba muncul dari semak-semak dan rerimbunan pepohonan.
"Padahal saat konfrontasi dengan Malaysia memang Pasukan Gurkha dikerahkan dalam jumlah yang cukup banyak. Ya jumlahnya tidak sebanding dengan Pasukan Korps Baret Merah yang diterjunkan kesana. Namun karena dibantu warga Suku Dayak Iban dan Panglima Burung, Pasukan Gurkha dapat diusir hingga kembali ke Malaysia," katanya.
Jejak bekas pertempuran antara pasukan RPKAD dengan Gurkha hingga kini masih bisa ditemui salah satunya adalah bekas Heliped di Bukit Paraku atau Parako. Bekas heliped ini berada persis di salah satu puncak bukit di tepi aliran Sungai Tekelan. Namun pada bagian atas bukit itu kini sudah tertutup rapat tanaman jenis paku-pakuan ini, tak sulit mendakinya. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit mencapai puncaknya.
Dulunya menjadi tempat pendaratan sekaligus markas pasukan Parako, tak mengherankan jika sejumlah masyarakat di kawasan ini kerap menemukan senjata, bahkan mortir yang tertimbun tanah, menjadi “ranjau” di dalam hutan hingga di dasar sungai.
“Kadang malam hari tiba-tiba masyarakat mendengar suara dentuman seperti bom. Setelah dicari tahu, ternyata suara ranjau yang tak sengaja diinjak babi hutan,” kata Kupron, salah satu warga Dayak Iban yang dalam satu kesempatan menemani Wartawan SINDOnews Hendri Irawan menjelajah kawasan TNBK.
Baca: Jejak Keberhasilan Operasi Kopassus di Tanah Papua
Bukit Parako atau Paraku, demikian masyarakat dan petugas TNBK menamai bukit penuh nilai historis ini, rencananya akan dijadikan salah satu destinasi wisata minat khusus yang bisa dikunjungi pelancong.
Selain itu dari berbagai keterangan dan literatur yang ditemukan SINDOnews, juga disebutkan adanya pertempuran antara Pasukan Elite Korps Baret Merah ini dan dengan Pasukan Special Air Service (SAS) di Desa Mapu, Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia. Dalam pertempuran tersebut pasukan RPKAD mampu menewaskan personel SAS saat menyerbu Pos Pasukan Inggris tersebut di Mapu.
Pertempuran ini tentunya menambah kisah heroik pasukan Korps Baret Merah di medan Operasi Dwikora dalam konfrontasi dengan Malaysia. Tak salah jika Presiden Soekarno memilih warna merah darah untuk baret Pasukan Komando ini karena memang terbukti kehandalannya.
Lihat Juga: Dua Jenderal Kopassus Paling Disegani Ini Sangat Dekat dengan Gus Dur, Kini Ikuti Jejaknya Jadi Presiden
(sms)