Pakar: Inner Child dan Pengaruhnya pada Tumbuh Kembang Anak
loading...
A
A
A
SURABAYA - Banyak yang tidak sadar bahwa hal buruk di masa lalu seharusnya segera diselesaikan. Ketika individu mengalami pengalaman dan perasaan serupa ketika dewasa , saat itu lah inner child muncul.
Inner child ini terbentuk dari pengalaman masa lalu, baik yang menyenangkan maupun tidak. Sehingga bisa mempengaruhi masa depan.
Dosen Universitas Airlangga yang mengajar di Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Dr. Hamidah M.Si menuturkan, inner child yang traumatis akan terefleksikan perilaku dalam bentuk yang bermasalah.
“Yang bermasalah itu ketika inner child tidak menyenangkan, karena yang menyenangkan tidak menimbulkan masalah pada cara berperilakunya pada remaja akhir maupun dewasa,” ujar Hamidah, Selasa (6/4/2021).
Hamidah mengibaratkan inner child seperti bekas luka yang tergores kembali. Pengalaman buruk yang tidak terselesaikan akan tersimpan di alam bawah sadar sehingga terpanggil saat mengalami hal serupa.
Luka di masa lalu akan menumpuk jika individu tidak memiliki kemampuan untuk melawan. Hamidah menambahkan, cara individu menginterpretasikan sesuatu juga berpengaruh.
Jika individu menganggap hal paling sakit di masa lalu bukan sebuah kesakitan, maka hal itu akan menjadikan perasaannya lebih netral.
“Semua berpulang (kembali, Red) pada cara memaknai stimulus. Sejelek apapun kalimat dan tindakan orang lain, kalau tidak diterjemahkan menyakiti maka tidak akan sakit untuk kita,” tegasnya.
Banyak yang tidak sadar bahwa perasaan yang dirasakan individu dari luka masa lalu muncul karena tidak diawasi secara intens.
Hamidah menuturkan, sebenarnya saat individu merasakan rasa sakit, ia cenderung berpura-pura kuat sebagai bentuk bahwa psikologisnya mengindikasi hal yang dialami menyakitkan.
Inner child ini terbentuk dari pengalaman masa lalu, baik yang menyenangkan maupun tidak. Sehingga bisa mempengaruhi masa depan.
Dosen Universitas Airlangga yang mengajar di Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Dr. Hamidah M.Si menuturkan, inner child yang traumatis akan terefleksikan perilaku dalam bentuk yang bermasalah.
“Yang bermasalah itu ketika inner child tidak menyenangkan, karena yang menyenangkan tidak menimbulkan masalah pada cara berperilakunya pada remaja akhir maupun dewasa,” ujar Hamidah, Selasa (6/4/2021).
Hamidah mengibaratkan inner child seperti bekas luka yang tergores kembali. Pengalaman buruk yang tidak terselesaikan akan tersimpan di alam bawah sadar sehingga terpanggil saat mengalami hal serupa.
Luka di masa lalu akan menumpuk jika individu tidak memiliki kemampuan untuk melawan. Hamidah menambahkan, cara individu menginterpretasikan sesuatu juga berpengaruh.
Jika individu menganggap hal paling sakit di masa lalu bukan sebuah kesakitan, maka hal itu akan menjadikan perasaannya lebih netral.
“Semua berpulang (kembali, Red) pada cara memaknai stimulus. Sejelek apapun kalimat dan tindakan orang lain, kalau tidak diterjemahkan menyakiti maka tidak akan sakit untuk kita,” tegasnya.
Banyak yang tidak sadar bahwa perasaan yang dirasakan individu dari luka masa lalu muncul karena tidak diawasi secara intens.
Hamidah menuturkan, sebenarnya saat individu merasakan rasa sakit, ia cenderung berpura-pura kuat sebagai bentuk bahwa psikologisnya mengindikasi hal yang dialami menyakitkan.