Ketua DPD RI Dorong BPOM Uji Klinis Vaksin untuk Anak Batita
loading...
A
A
A
SURABAYA - Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan uji klinis penggunaan vaksin COVID-19 untuk bayi di bawah usia tiga tahun (batita). Sebab, kata mantan Ketua Umum PSSI ini, berdasarkan informasi yang diterimanya belum ada hasil uji klinis dari vaksin tersebut.
"Anak-anak adalah subjek yang cukup rentan dengan sistem imunitas dan kekebalan tubuh yang belum stabil. Sehingga pemberian vaksin untuk anak-anak adalah suatu keniscayaan. Tetapi juga harus diperhatikan melalui uji klinis agar vaksin aman setelah menginjak usia dewasa nanti," kata La Nyalla di sela kunjungan kerja di Surabaya, Jumat (25/3/2021).
Baca juga: PWNU Jatim Minta Pemerintah Lebih Fleksibel Terapkan Kebijakan Larangan Mudik Lebaran
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mendorong agar pemerintah memiliki keberanian untuk melakukan uji klinis. Sebab, fasilitas yang ada serta SDM yang dimiliki cukup mumpuni untuk melakukan hal tersebut.
“Jika tidak dimulai, kita tidak akan berani melakukan uji klinis. Padahal di luar negeri Pfizer melakukan uji klinis vaksin untuk anak-anak 11 tahun kebawah. BiNTech juga uji klinis untuk kelompok anak 12 hingga 15 tahun. Sedangkan AstraZeneca untuk anak yang lebih kecil dari itu," papar La Nyalla.
Senator Dapil Jawa Timur itu melanjutkan, uji klinis sangat penting untuk batita, mengingat kita memiliki populasi anak-anak yang sangat besar. "Setiap tahun 4,8 juta anak lahir. Tentu anak-anak ini harus dilindungi dari bahaya COVID-19," tegas La Nyalla.
Sebelumnya, Juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia membuka opsi untuk melakukan uji klinik penggunaan vaksin kepada batita atau bayi di bawah usia tiga tahun.
Menurut Rizka, hingga saat ini belum ada hasil uji klinis yang dapat memastikan bahwa vaksin aman digunakan bagi batita. Penelitian terakhir terhadap batita baru sampai fase dua, namun belum ada hasil.
"Anak-anak adalah subjek yang cukup rentan dengan sistem imunitas dan kekebalan tubuh yang belum stabil. Sehingga pemberian vaksin untuk anak-anak adalah suatu keniscayaan. Tetapi juga harus diperhatikan melalui uji klinis agar vaksin aman setelah menginjak usia dewasa nanti," kata La Nyalla di sela kunjungan kerja di Surabaya, Jumat (25/3/2021).
Baca juga: PWNU Jatim Minta Pemerintah Lebih Fleksibel Terapkan Kebijakan Larangan Mudik Lebaran
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mendorong agar pemerintah memiliki keberanian untuk melakukan uji klinis. Sebab, fasilitas yang ada serta SDM yang dimiliki cukup mumpuni untuk melakukan hal tersebut.
“Jika tidak dimulai, kita tidak akan berani melakukan uji klinis. Padahal di luar negeri Pfizer melakukan uji klinis vaksin untuk anak-anak 11 tahun kebawah. BiNTech juga uji klinis untuk kelompok anak 12 hingga 15 tahun. Sedangkan AstraZeneca untuk anak yang lebih kecil dari itu," papar La Nyalla.
Senator Dapil Jawa Timur itu melanjutkan, uji klinis sangat penting untuk batita, mengingat kita memiliki populasi anak-anak yang sangat besar. "Setiap tahun 4,8 juta anak lahir. Tentu anak-anak ini harus dilindungi dari bahaya COVID-19," tegas La Nyalla.
Sebelumnya, Juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia membuka opsi untuk melakukan uji klinik penggunaan vaksin kepada batita atau bayi di bawah usia tiga tahun.
Menurut Rizka, hingga saat ini belum ada hasil uji klinis yang dapat memastikan bahwa vaksin aman digunakan bagi batita. Penelitian terakhir terhadap batita baru sampai fase dua, namun belum ada hasil.
(msd)