Kisah Ritual Pesta Seks Prabu Kartanegara dengan Para Gadis Muda Nan Cantik
loading...
A
A
A
Raja Kertanegara adalah sosok putera Wisnuwardhana yang naik tahta Singhasari tahun 1268. Menurut Pararaton, Kartanegara adalah satu-satunya raja Singhasari yang naik takhta secara damai.
Kertanagara merupakan sosok raja Jawa pertama yang ingin memperluas kekuasaannya mencakup wilayah Nusantara. Namun disaat bersamaan Dinasti Yuan atau dikenal sebagai Kekaisaran Mongolia juga melakukan perluasan wilayah termasuk ke wilayah Nusantara.
Dimana Kekaisaran Mongolia ini bahkan telah memiliki daerah kekuasan yang cukup luas, dari Korea hingga Rusia (Kievan Rus) serta Timur-Tengah dengan menghancurkan Dinasti Abbasiyah di Baghdad dan serta kerajaan di Eropa Timur.
Saat bersinggungan dengan Dinasti Yuan inilah Kertanegara yang menganut Buddha mengenal aliran Tantrayana kiri.
Istilah Tantrayana ini berasal dari akar kata “Tan” yang artinya memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada dewa.
Di India penganut Tantrisme banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Tantra adalah suatu kombinasi yang unik antara mantra, upacara dan pemujaan secara total.
Menurut Nagarakretagama, Kertanagara dikisahkan sebagai seorang yang bebas dari segala dosa. Salah satu ritual Tantrayana kiri yang diyakini Prabu Kartanegara adalah berpesta minuman keras dan seks demi mencapai pencerahan atau mencapai nirwana (kesempurnaan).
Namun ritual ini hanya dilakukan Kertanegara untuk mencapai pencerahan demi kemakmuran negara dan rakyat serta dalam menangkal serangan musuh. Jadi bukan untuk kesenangan pribadi atau kenikmatan duniawi semata.
Konon ritual ini mulai dilakukan Kertanegara karena dia mendapatkan kabar jika kehebatan Kaisar Mongol Kubilai Khan yang berhasil menaklukan sebagian daratan Eropa dan Asia ternyata berasal dari kekuatan gaib ritual Tantrik yang dipelajari sang Raja Mongolia ini dari seorang biksu Tibet.
Kemudian Kertanegara mulai mendatangkan para spriritualist ahli Tantra dari Champa (Kamboja) yang berupa gadis-gadis muda yang menawan atau yoginis.
Ritual tersebut dilakukan Kertanegara di bangsal perempuan istananya dengan melibatkan para bawahannya dengan berpasang-pasangan baik laki-laki dan perempuan serta minuman keras.
Para peserta memakai topeng agar identitas mereka tersamarkan. Dalam praktiknya sejumlah peserta yang terdiri dari menteri dan hulubalang Singhasari ini mengikuti ritual dengan taat untuk menguji kemampuan menahan godaan nafsu duniawi demi meraih jalan menuju nirwana.
Namun beberapa yang lain merasa malu atau malah terangsang oleh kenikmatan alkohol dan seks. Tentunya ini bertolak belakang dengan tujuan spritual dari Prabu Kertanegara.
Kertanegara menyakini ritual Tantra kiri yang dilakukannya untuk pencerahan juga dilakukan oleh Kubilai Khan demi mendapatkan bantuan Dewi Kali yang dalam tahapannya menjelma sebagai ibu suri kegelapan.
Sehingga pasukan Kubilai Khan dapat dengan mudah menguasai negara yang diserangnya.
Ritual ini lalu rutin dilakukan sang raja Kartanegara. Bahkan hingga pada akhir kekuasaannya ketika diserang Jayakatwang penguasa Kediri salah satu kerajaan bawahan Singhasari, sang Prabu juga sedang melaksanakan upacara Tantrayana bersama Mahapatih dan pendeta terkenal.
Kertanegara nyatanya tidak memperhitungkan bahaya dari dalam negerinya sendiri karena berkonsentrasi terhadap serangan Bangsa Mongol dengan mengirimkan sebagian pasukannya darat dan lautnya ke Melayu yang terkenal dengan Ekspedisi Pamalayu.
Sehingga ribuan pasukan Kediri yang melakukan penyerangan ke Ibukota Singhasari akhirnya dapat mencapai bangsal perempuan tempat Kertanegara melakukan ritual seks Tantra dan minum arak.
Para penyerbu yang beringas ini dikejutkan dengan pemandangan yang menurut mereka memalukan.
Karena raja, ratu dan sejumlah kerabat keraton berada dalam berbagai pose yang ganjil dengan busana yang awut awutan tengah melakukan ritual minum minuman keras dan seks tantrayana kiri.
Mereka menenggak bergelas-gelas tuak berasyik masyuk bersama para yoginis muda dari Champa tanpa penghiraukan pasukan penyerbu yang telah memasuki bangsal perempuan.
Lalu para penyerbu dari Kediri ini mengamuk dan membantai seisi ruangan tersebut termasuk Prabu Kertanegara dan permaisurinya.
Raja Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa Buddha pada Candi Singasari dan arca-nya terkenal dengan nama Joko Dolog.
Sumber :
- Buku Gayatri Rajapatni, Earl Drake, Penerbit Ombak, 2012.
- Wikipedia dan diolah dari berbagai sumber.
Kertanagara merupakan sosok raja Jawa pertama yang ingin memperluas kekuasaannya mencakup wilayah Nusantara. Namun disaat bersamaan Dinasti Yuan atau dikenal sebagai Kekaisaran Mongolia juga melakukan perluasan wilayah termasuk ke wilayah Nusantara.
Dimana Kekaisaran Mongolia ini bahkan telah memiliki daerah kekuasan yang cukup luas, dari Korea hingga Rusia (Kievan Rus) serta Timur-Tengah dengan menghancurkan Dinasti Abbasiyah di Baghdad dan serta kerajaan di Eropa Timur.
Saat bersinggungan dengan Dinasti Yuan inilah Kertanegara yang menganut Buddha mengenal aliran Tantrayana kiri.
Istilah Tantrayana ini berasal dari akar kata “Tan” yang artinya memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada dewa.
Di India penganut Tantrisme banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Tantra adalah suatu kombinasi yang unik antara mantra, upacara dan pemujaan secara total.
Menurut Nagarakretagama, Kertanagara dikisahkan sebagai seorang yang bebas dari segala dosa. Salah satu ritual Tantrayana kiri yang diyakini Prabu Kartanegara adalah berpesta minuman keras dan seks demi mencapai pencerahan atau mencapai nirwana (kesempurnaan).
Namun ritual ini hanya dilakukan Kertanegara untuk mencapai pencerahan demi kemakmuran negara dan rakyat serta dalam menangkal serangan musuh. Jadi bukan untuk kesenangan pribadi atau kenikmatan duniawi semata.
Konon ritual ini mulai dilakukan Kertanegara karena dia mendapatkan kabar jika kehebatan Kaisar Mongol Kubilai Khan yang berhasil menaklukan sebagian daratan Eropa dan Asia ternyata berasal dari kekuatan gaib ritual Tantrik yang dipelajari sang Raja Mongolia ini dari seorang biksu Tibet.
Kemudian Kertanegara mulai mendatangkan para spriritualist ahli Tantra dari Champa (Kamboja) yang berupa gadis-gadis muda yang menawan atau yoginis.
Ritual tersebut dilakukan Kertanegara di bangsal perempuan istananya dengan melibatkan para bawahannya dengan berpasang-pasangan baik laki-laki dan perempuan serta minuman keras.
Para peserta memakai topeng agar identitas mereka tersamarkan. Dalam praktiknya sejumlah peserta yang terdiri dari menteri dan hulubalang Singhasari ini mengikuti ritual dengan taat untuk menguji kemampuan menahan godaan nafsu duniawi demi meraih jalan menuju nirwana.
Namun beberapa yang lain merasa malu atau malah terangsang oleh kenikmatan alkohol dan seks. Tentunya ini bertolak belakang dengan tujuan spritual dari Prabu Kertanegara.
Kertanegara menyakini ritual Tantra kiri yang dilakukannya untuk pencerahan juga dilakukan oleh Kubilai Khan demi mendapatkan bantuan Dewi Kali yang dalam tahapannya menjelma sebagai ibu suri kegelapan.
Sehingga pasukan Kubilai Khan dapat dengan mudah menguasai negara yang diserangnya.
Ritual ini lalu rutin dilakukan sang raja Kartanegara. Bahkan hingga pada akhir kekuasaannya ketika diserang Jayakatwang penguasa Kediri salah satu kerajaan bawahan Singhasari, sang Prabu juga sedang melaksanakan upacara Tantrayana bersama Mahapatih dan pendeta terkenal.
Kertanegara nyatanya tidak memperhitungkan bahaya dari dalam negerinya sendiri karena berkonsentrasi terhadap serangan Bangsa Mongol dengan mengirimkan sebagian pasukannya darat dan lautnya ke Melayu yang terkenal dengan Ekspedisi Pamalayu.
Sehingga ribuan pasukan Kediri yang melakukan penyerangan ke Ibukota Singhasari akhirnya dapat mencapai bangsal perempuan tempat Kertanegara melakukan ritual seks Tantra dan minum arak.
Para penyerbu yang beringas ini dikejutkan dengan pemandangan yang menurut mereka memalukan.
Karena raja, ratu dan sejumlah kerabat keraton berada dalam berbagai pose yang ganjil dengan busana yang awut awutan tengah melakukan ritual minum minuman keras dan seks tantrayana kiri.
Mereka menenggak bergelas-gelas tuak berasyik masyuk bersama para yoginis muda dari Champa tanpa penghiraukan pasukan penyerbu yang telah memasuki bangsal perempuan.
Lalu para penyerbu dari Kediri ini mengamuk dan membantai seisi ruangan tersebut termasuk Prabu Kertanegara dan permaisurinya.
Raja Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa Buddha pada Candi Singasari dan arca-nya terkenal dengan nama Joko Dolog.
Sumber :
- Buku Gayatri Rajapatni, Earl Drake, Penerbit Ombak, 2012.
- Wikipedia dan diolah dari berbagai sumber.
(sms)