Desak Perpres Investasi Miras Dicabut, MUI: Jabar Incaran Investor Minuman Beralkohol
loading...
A
A
A
BANDUNG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mendukung penuh keputusan MUI Pusat yang mendesak pemerintah mencabut Peraturan Presiden (Perpres) tentang Investasi Minuman Keras (Miras).
"Kami mendukung penuh keputusan MUI Pusat. Prepres itu harus dicabut," tegas Sekretaris Umum (Sekum) MUI Jabar, Rafani Achyar, Senin (1/3/2021).
Menurutnya, kebijakan tersebut benar-benar mengecewakan. Pasalnya, di tengah situasi dan kondisi yang serba sulit akibat pandemi COVID-19 dimana sektor ekonomi ambruk dan tatanan sosial carut marut, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang dinilainya sangat bertentangan dengan kadiah agama.
"Kondisi kita ini sedang sulit, ekonomi ambruk, tatanan sosial rusak, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan perpres itu. Bisa dibayangkan bagaimana dampaknya? karena ini bertentangan dengan kaidah agama. Perpres ini bakal mengundang kemudaratan, kemungkaran yang besar," papar Rafani.
Rafani mengakui, dari perspektif ekonomi, kebijakan tersebut bakal memberikan keuntungan secara ekonomi. Namun, dia kembali menegaskan bahwa perpres tersebut sangat bertentangan dengan kaidah agama.
"Perpres ini bakal menciptakan problem besar, degradasi moral, kemaksiatan, perjudian, dan perbuatan maksiat lainnya," katanya.
Dia juga menilai, meskipun perpres ini hanya dilokalisasi di empat provinsi saja, namun masyarakat Jabar bakal menanggung beban berat atas hadirnya Perpres Investasi Miras.
Dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, kata Rafani, Jabar dipastikan bakal menjadi incaran para investor untuk menjual produk mirasnya.
"Penduduk Indonesia ini 25 persennya ada di Jabar, ini tentu jadi incaran investor (miras). Apalagi, secara demografis, Jabar ini sangat dekat dengan Jakarta. Jabar bakal menjadi daerah pertama yang terdampak perpres ini. Karenanya, kebijakan ini harus dicabut," tandas Rafani.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis menegaskan, minuman beralkohol dan minuman keras (miras) hukumnya haram sesuai Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2009 Nomor 11.
"MUI Tahun 2009 telah mengeluarkan Fatwa Nomor 11 tentang hukum alkohol termasuk juga minuman keras ini hukumnya adalah haram," tegas Cholil dalam keterangan yang diterima, Senin (1/3/2021).
Dalam Fatwa tersebut, tegas Cholil, MUI merekomendasikan pertama, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut.
"Oleh karena itu di antaranya dari rekomendasi yang disampaikan MUI yaitu pada rekomendasi pertama ya, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut," jelasnya.
Kemudian rekomendasi yang kedua, kata Cholil, tidak memberikan izin untuk memperdagangkan, serta menindak secara tegas pihak yang melanggar aturan tersebut.
"Oleh karena itu jelas di sini, saya secara pribadi dan juga menurut Fatwa MUI ini kita menolak terhadap investasi miras, meskipun dilokalisir menjadi 4 provinsi saja," katanya.
"Kami mendukung penuh keputusan MUI Pusat. Prepres itu harus dicabut," tegas Sekretaris Umum (Sekum) MUI Jabar, Rafani Achyar, Senin (1/3/2021).
Menurutnya, kebijakan tersebut benar-benar mengecewakan. Pasalnya, di tengah situasi dan kondisi yang serba sulit akibat pandemi COVID-19 dimana sektor ekonomi ambruk dan tatanan sosial carut marut, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan yang dinilainya sangat bertentangan dengan kadiah agama.
"Kondisi kita ini sedang sulit, ekonomi ambruk, tatanan sosial rusak, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan perpres itu. Bisa dibayangkan bagaimana dampaknya? karena ini bertentangan dengan kaidah agama. Perpres ini bakal mengundang kemudaratan, kemungkaran yang besar," papar Rafani.
Rafani mengakui, dari perspektif ekonomi, kebijakan tersebut bakal memberikan keuntungan secara ekonomi. Namun, dia kembali menegaskan bahwa perpres tersebut sangat bertentangan dengan kaidah agama.
"Perpres ini bakal menciptakan problem besar, degradasi moral, kemaksiatan, perjudian, dan perbuatan maksiat lainnya," katanya.
Dia juga menilai, meskipun perpres ini hanya dilokalisasi di empat provinsi saja, namun masyarakat Jabar bakal menanggung beban berat atas hadirnya Perpres Investasi Miras.
Dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, kata Rafani, Jabar dipastikan bakal menjadi incaran para investor untuk menjual produk mirasnya.
"Penduduk Indonesia ini 25 persennya ada di Jabar, ini tentu jadi incaran investor (miras). Apalagi, secara demografis, Jabar ini sangat dekat dengan Jakarta. Jabar bakal menjadi daerah pertama yang terdampak perpres ini. Karenanya, kebijakan ini harus dicabut," tandas Rafani.
Sebagaimana diketahui, pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Cholil Nafis menegaskan, minuman beralkohol dan minuman keras (miras) hukumnya haram sesuai Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2009 Nomor 11.
"MUI Tahun 2009 telah mengeluarkan Fatwa Nomor 11 tentang hukum alkohol termasuk juga minuman keras ini hukumnya adalah haram," tegas Cholil dalam keterangan yang diterima, Senin (1/3/2021).
Dalam Fatwa tersebut, tegas Cholil, MUI merekomendasikan pertama, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut.
"Oleh karena itu di antaranya dari rekomendasi yang disampaikan MUI yaitu pada rekomendasi pertama ya, pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut," jelasnya.
Kemudian rekomendasi yang kedua, kata Cholil, tidak memberikan izin untuk memperdagangkan, serta menindak secara tegas pihak yang melanggar aturan tersebut.
"Oleh karena itu jelas di sini, saya secara pribadi dan juga menurut Fatwa MUI ini kita menolak terhadap investasi miras, meskipun dilokalisir menjadi 4 provinsi saja," katanya.
(shf)