Kunjungan Wisman Anjlok 75 Persen, Industri Penerbangan Butuh Insentif Pemerintah

Jum'at, 26 Februari 2021 - 13:20 WIB
loading...
Kunjungan Wisman Anjlok...
Kunjungan Wisman Anjlok 75 Persen, Industri Penerbangan Butuh Insentif Pemerintah. Foto/Dok
A A A
BOGOR - Laporan Badan Pusat Statistik ( BPS ) menyebutkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sepanjang 2020 hanya 4,02 juta kunjungan. Bila dibandingkan dengan kunjungan wisman pada 2019 yang sebesar 16,11 juta kunjungan, jumlah ini merosot 75,03% year on year.

Keseluruhan jumlah penumpang angkutan udara domestik sepanjang 2020 tercatat 32,4 juta orang. Angka ini turun 57,76% year on year dari 2019 yang mencapai 76,79 juta orang. Sementara, jumlah penumpang internasional tercatat 3,7 juta orang atau anjlok 80,61% dibandingkan periode yang sama 2019. (Baca juga: Kunjungan Wisman Anjlok 75,03% di 2020, Tantangan Masih Berat di 2021 )

Direktur Utama PT Citilink Indonesia, Juliandra Nurtjahjo, berharap masyarakat memilih moda transportasi udara untuk melakukan perjalanan. Apalagi, studi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan International Air Transport Association (IATA) menyatakan pesawat merupakan moda transportasi paling “sehat” dibanding moda transportasi lainnya. (Baca juga: Orang Miskin Baru di Republik Indonesia Bertambah 1,13 Juta )

Adanya fasilitas filter High Efficiency Particulate Air (HEPA) yang menyaring lebih dari 99% partikel pada aliran udara di pesawat dan dirancang khusus untuk penerbangan, peningkatan frekuensi penyemprotan disinfektan, dan pembersihan kabin pesawat, merupakan bukti sehat dan amannya perjalanan dengan pesawat.

Pemerintah juga mengeluarkan aturan protokol kesehatan lebih ketat untuk penumpang pesawat dibanding dengan moda transportasi lain.

Selain itu, menurut Juliandra, kepercayaan masyarakat untuk kembali berpergian dengan transportasi udara juga tidak lepas dari upaya vaksinasi yang dilakukan pemerintah.

Program vaksinasi secara resmi ditargetkan selesai pada April 2022. Jika vaksinasi dapat terpenuhi sesuai target, dia pun berharap, secara bertahap permintaan penerbangan akan mulai pulih pada 2022.

"Jangka waktu paling optimis yang pernah disebutkan adalah akhir 2023 atau awal 2024, itu baru akan kembali ke angka trafik seperti 2019," ujar dia.

Apabila industri penerbangan sudah normal seperti sedia kala, Juliandra berharap, pemerintah memberikan diskon biaya kebandaraan, biaya bahan bakar, termasuk subsidi atau insentif perpajakan. “Hal itu akan sangat membantu maskapai,” kata dia.

Pemulihan industri penerbangan Indonesia dari keterpurukan imbas pandemi COVID-19 membutuhkan bantuan dan dukungan pemerintah melalui berbagai insentif.

Apalagi, industri penerbangan adalah salah satu kontributor utama perekonomian Indonesia yang memberikan sumbangan lebih dari 2,6% produk domestik bruto (PDB) serta menyediakan sekitar 4,2 juta pekerjaan.

Ketua Umum Indonesia National Air Carries Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, maskapai penerbangan membutuhkan insentif perpajakan. Seluruh maskapai nasional sudah mengajukan permohonan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan sejak Maret 2020. Namun, hingga kini persetujuan pemerintah atas permintaan insentif ini belum turun.

“Keputusan insentif perpajakan ini ada di tangan Kemenko Perekonomian. Saya berharap insentif ini bisa segera direalisasikan, karena ini membantu sekali untuk maskapai,” kata Denon di Jakarta, Kamis (25/2/2021).

Dia mengatakan, ada sekitar 36 perusahaan yang tergabung dalam asosiasi yang mengajukan permintaan insentif perpajakan. Namun, Denon memaklumi bahwa menghitung besaran Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) puluhan maskapai bukan perkara mudah.

“Sampai sekarang kami cukup intens berkomunikasi dengan Kemenko Perekonomian untuk menghitung besaran insentifnya. Tapi karena ini menyangkut dana pemerintah, tentu tidak boleh salah menghitungnya, harus benar-benar sesuai,” kata Denon.

Selain itu, maskapai penerbangan juga membutuhkan fleksibilitas pembayaran ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penerbangan, seperti Pertamina, operator bandara Angkasa Pura I dan II, dan AirNav.

Fleksibilitas pembayaran ke Pertamina, menurut Denon, terkait dengan biaya avtur. Biaya bahan bakar ini memakan 40-45% biaya operasional maskapai. Sementara, Pertamina adalah penyedia avtur satu-satunya di tanah air.

Denon mengaku paham tidak mudah juga bagi BUMN di sektor penerbagan untuk memberi keringanan pada maskapai karena mereka pun cukup terdampak akibat pandemi ini. “Itu sebabnya, yang kami mohonkan adalah fleksibilitas mekanisme pembayaran biaya-biaya, seperti biaya avtur, navigasi, dan biaya-biaya kebandaraan lainnya dari Airnav dan Angkasa Pura,” kata dia.

Sejauh ini, menurut dia, BUMN pun belum menyetujui permintaan fleksibilitas pembayaran tersebut.

Terpisah, CEO Indonesia AirAsia Veranita Yosephine mengungkapkan senantiasa bernegosiasi dengan pengelola bandara terkait biaya parkir pesawat yang tidak aktif untuk mendapatkan penundaan atau pemotongan biaya.

"Maskapai juga mengharapkan adanya subsidi biaya tersebut sebagai bentuk dukungan pemerintah. Industri penerbangan juga akan terbantu dengan adanya percepatan vaksinasi dan upaya-upaya mempermudah tes COVID-19 untuk meringankan biaya perjalanan dengan transpotasi udara," kata Vera.

Saat ini, salah satu insentif yang telah terealisasi adalah keringanan biaya Passenger Service Charge (PSC) untuk mendorong masyarakat bepergian dengan maskapai penerbangan.

Ke depannya, menurut Veranita, pemerintah diharapkan mulai menyiapkan pembukaan pintu perbatasan international. Terutama dalam pemenuhan syarat-syarat kesehatan yang ditetapkan, seperti keterangan bebas COVID-19 maupun vaksinasi. "Hal ini bisa dimulai secara bilateral dengan negara-negara sumber pasar wisatawan mancanegara," ujar Veran.

Menuru Vera, untuk semua persoalan yang dihadapi maskapai dan harapannya ke depan, pihaknya terus berkoordinasi dengan otoritas, asosiasi dan pemangku kepentingan penerbangan agar bisa bertahan dan pulih dari kondisi dampak pandemi ini.
(nth)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1898 seconds (0.1#10.140)