Bayi 1 Tahun di Makassar Dianiaya Pacar Ibu Kandungnya, Begini Kata Psikolog
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kabar bayi laki-laki berusia 14 bulan, berinisial GN yang diduga dianiaya pacar ibu kandungnya berinisial MRP, jadi perhatian banyak pihak. Polisi sendiri tengah memburu terlapor yang bekerja sebagai pengemudi ojek daring.
Kasus itu dilaporkan ST (18), ibu kandung korban ke polisi, Senin, 8 Februari 2021 malam. Ia didampingi dua orang saat melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Panakkukang , Kota Makassar.
Dalam laporan ST, kejadian yang menimpa GN terjadi di sebuah kontrakan Jalan Haji Kalla, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, sekitar pukul 19.30 Wita. Terlapor dan pelapor tinggal bersama.
Informasi kepolisian menyebut, terlapor diduga emosi mendengar tangisan GN, sehingga memukul wajah korban berulang kali. Tak sampai di situ MRP juga membantingnya ke lantai dan kasur, menginjak, sampai menggigit punggung korban.
Dosen Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) , Widyastuti menilai apa yang dilakukan MRP sangat terlewat batas. Menurutnya sebagaimana bayi pada umumnya hanya bisa menangis dan tidur.
"Harus didalami dulu orang ini sehat tidak, secara mental. Dia dalam pengaruh minuman atau narkoba . Maksudnya secara orang normal pasti berpikir yah memang begitu kerjaannya bayi , menangis, tidur, ketawa," kata Widya sapaan akrabnya kepada SINDOnews, Selasa (9/2/2021).
Dia menduga, apa yang dilakukan terlapor karena menganggap bayi tersebut bukan anak kandungnya. Namun Widya bilang itu bukan alasan yang perlu diterima, biar bagaimana pun, pacar sekaligus balita GN berada dalam pengawasannya.
"Orang tua kandung saja bisa melakukan hal itu kepada anaknya ketika ada gangguan masalah atau dalam kondisi di bawah kesadaran. Makanya harus dicek lagi kondisinya sehat secara mental apa tidak," jelasnya.
"Apalagi dia menyatakan suka sama ibu kandung (korban). Harusnya dia ngerti bisa terima, tahu konsekuensinya. Bukan kemudian mau sama ibunya, anaknya tidak mau," lanjut Widya.
Dia menyebutkan kejadian serupa sudah seringkali terjadi. Widya menerangkan masalah tersebut bisa saja disebabkan karena pernikahan dini . Terlebih usia ibu kandung korban yang masih di bawah umur.
"Makanya itu dilarang menikah di usia dini , karena berpengaruh sekali. Itu buktinya anaknya nangis saja sudah main gampar. Secara kematangan psikologis belum stabil, itulah kenapa pemerintah melarang ( pernikahan dini )," tegasnya.
Kasus itu dilaporkan ST (18), ibu kandung korban ke polisi, Senin, 8 Februari 2021 malam. Ia didampingi dua orang saat melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Panakkukang , Kota Makassar.
Dalam laporan ST, kejadian yang menimpa GN terjadi di sebuah kontrakan Jalan Haji Kalla, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, sekitar pukul 19.30 Wita. Terlapor dan pelapor tinggal bersama.
Informasi kepolisian menyebut, terlapor diduga emosi mendengar tangisan GN, sehingga memukul wajah korban berulang kali. Tak sampai di situ MRP juga membantingnya ke lantai dan kasur, menginjak, sampai menggigit punggung korban.
Dosen Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) , Widyastuti menilai apa yang dilakukan MRP sangat terlewat batas. Menurutnya sebagaimana bayi pada umumnya hanya bisa menangis dan tidur.
"Harus didalami dulu orang ini sehat tidak, secara mental. Dia dalam pengaruh minuman atau narkoba . Maksudnya secara orang normal pasti berpikir yah memang begitu kerjaannya bayi , menangis, tidur, ketawa," kata Widya sapaan akrabnya kepada SINDOnews, Selasa (9/2/2021).
Dia menduga, apa yang dilakukan terlapor karena menganggap bayi tersebut bukan anak kandungnya. Namun Widya bilang itu bukan alasan yang perlu diterima, biar bagaimana pun, pacar sekaligus balita GN berada dalam pengawasannya.
"Orang tua kandung saja bisa melakukan hal itu kepada anaknya ketika ada gangguan masalah atau dalam kondisi di bawah kesadaran. Makanya harus dicek lagi kondisinya sehat secara mental apa tidak," jelasnya.
"Apalagi dia menyatakan suka sama ibu kandung (korban). Harusnya dia ngerti bisa terima, tahu konsekuensinya. Bukan kemudian mau sama ibunya, anaknya tidak mau," lanjut Widya.
Dia menyebutkan kejadian serupa sudah seringkali terjadi. Widya menerangkan masalah tersebut bisa saja disebabkan karena pernikahan dini . Terlebih usia ibu kandung korban yang masih di bawah umur.
"Makanya itu dilarang menikah di usia dini , karena berpengaruh sekali. Itu buktinya anaknya nangis saja sudah main gampar. Secara kematangan psikologis belum stabil, itulah kenapa pemerintah melarang ( pernikahan dini )," tegasnya.
(luq)