Khofifah Targetkan Sertifikasi Aset Milik Pemprov Jatim Tuntas 3 Tahun
loading...
A
A
A
SURABAYA - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa menargetkan seluruh aset milik Pemprov Jatim tersertifikasi dalam kurun waktu 3 tahun. Saat ini masih terus dilakukan penyisiran terkait aset milik Pemprov Jatim.
Baca juga: Menurut Bahlil, Anies, Ganjar, dan Khofifah Perlu Belajar ke Kang Emil
"Bersama dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim, kami menyisir semua lini seluruh aset milik pemerintah, termasuk didalamnya kurun waktu penyelesaian sertifikasi," ujar Khofifah, Jumat (29/1/2021).
Dia menjelaskan, koordinasi secara masif terus dilakukan jajarannya, utamanya terhadap aset yang selama ini masih belum diserahkan kepada daerah. Saat ini, juga sudah teridentifikasi secara detail beberapa aset milik Pemprov Jatim dalam penguasaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), anak perusahaan BUMD, dan pihak ketiga. Identifikasi juga sudah terkategorikan mulai hijau, merah dan kuning. Sehingga bisa terdata secara utuh.
"Penyisiran dilakukan secara berlapis. Dengan melakukan penyisiran akan terdata. Sehingga seluruh aset milik Pemprov Jatim dan BUMD serta anak perusahaan BUMD bisa lebih sistemik dan terkoneksi dengan baik. Dampaknya bisa meningkatkan konduktivitas akan keberadaan aset," ungkapnya.
Pada tahun ini, lanjutnya, Pemprov Jatim juga mendapatkan aset dari Kemenkes dan telah disertifikasi, yaitu RSU dr Soetomo dan RSJ Menur. Sedangkan satu aset lainnya yaitu Jemundo masih dalam proses finalisasi sertifikasi.
"Bupati dan wali kota juga diajak berseiring untuk memastikan aset yang semestinya tersertifikasi dan kepemilikan lebih permanen. Karena apabila belum tersertifikasi, aset tersebut bisa beralih fungsi dan kepemilikan serta berkurang jumlahnya," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Koordinasi Supervisi III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Brigjen Bahtiar Ujang Purnama mengatakan, Pemerintah daerah harus fokus terhadap kepemilikan aset dan jangan sampai ada kekeliruan.
Dia mencontohkan, di salah satu provinsi ada kejadian di mana pemerintah daerah membeli aset milik sendiri dengan jumlah sangat besar yaitu Rp684 miliar. Kemudian setelah dilakukan pencatatan, ternyata aset yang dibeli adalah milik pemerintah daerah itu sendiri dan sudah tercatat dalam database aset. "Kasus tersebut saat ini dalam proses pidana korupsi," ujarnya.
Hal tersebut, lanjutnya, bisa terjadi karena Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi dan mengurusi terkait aset tidak memiliki kepedulian akan inventaris aset daerah. Pemerintah daerah, juga harus mewaspadai aset yang belum tersertifikasi dan belum masuk dalam database aset. Kondisi seperti itu, bisa menyebabkan perubahan fungsi dan pemilik.
"Oleh sebab itu, saya berpesan jangan sampai hal tersebut terjadi di Pemprov Jatim. Jika hal semacam itu terjadi, maka OPD yang membidangi akan dilakukan pemeriksaan, yang berpotensi masuk pidana korupsi," katanya.
Baca juga: Menurut Bahlil, Anies, Ganjar, dan Khofifah Perlu Belajar ke Kang Emil
"Bersama dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Jatim, kami menyisir semua lini seluruh aset milik pemerintah, termasuk didalamnya kurun waktu penyelesaian sertifikasi," ujar Khofifah, Jumat (29/1/2021).
Dia menjelaskan, koordinasi secara masif terus dilakukan jajarannya, utamanya terhadap aset yang selama ini masih belum diserahkan kepada daerah. Saat ini, juga sudah teridentifikasi secara detail beberapa aset milik Pemprov Jatim dalam penguasaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), anak perusahaan BUMD, dan pihak ketiga. Identifikasi juga sudah terkategorikan mulai hijau, merah dan kuning. Sehingga bisa terdata secara utuh.
"Penyisiran dilakukan secara berlapis. Dengan melakukan penyisiran akan terdata. Sehingga seluruh aset milik Pemprov Jatim dan BUMD serta anak perusahaan BUMD bisa lebih sistemik dan terkoneksi dengan baik. Dampaknya bisa meningkatkan konduktivitas akan keberadaan aset," ungkapnya.
Pada tahun ini, lanjutnya, Pemprov Jatim juga mendapatkan aset dari Kemenkes dan telah disertifikasi, yaitu RSU dr Soetomo dan RSJ Menur. Sedangkan satu aset lainnya yaitu Jemundo masih dalam proses finalisasi sertifikasi.
"Bupati dan wali kota juga diajak berseiring untuk memastikan aset yang semestinya tersertifikasi dan kepemilikan lebih permanen. Karena apabila belum tersertifikasi, aset tersebut bisa beralih fungsi dan kepemilikan serta berkurang jumlahnya," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Koordinasi Supervisi III Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Brigjen Bahtiar Ujang Purnama mengatakan, Pemerintah daerah harus fokus terhadap kepemilikan aset dan jangan sampai ada kekeliruan.
Dia mencontohkan, di salah satu provinsi ada kejadian di mana pemerintah daerah membeli aset milik sendiri dengan jumlah sangat besar yaitu Rp684 miliar. Kemudian setelah dilakukan pencatatan, ternyata aset yang dibeli adalah milik pemerintah daerah itu sendiri dan sudah tercatat dalam database aset. "Kasus tersebut saat ini dalam proses pidana korupsi," ujarnya.
Hal tersebut, lanjutnya, bisa terjadi karena Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi dan mengurusi terkait aset tidak memiliki kepedulian akan inventaris aset daerah. Pemerintah daerah, juga harus mewaspadai aset yang belum tersertifikasi dan belum masuk dalam database aset. Kondisi seperti itu, bisa menyebabkan perubahan fungsi dan pemilik.
"Oleh sebab itu, saya berpesan jangan sampai hal tersebut terjadi di Pemprov Jatim. Jika hal semacam itu terjadi, maka OPD yang membidangi akan dilakukan pemeriksaan, yang berpotensi masuk pidana korupsi," katanya.
(shf)