Ambroncius Nababan Tersangka Rasisme, Ini Harapan Akademisi Uncen Papua
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Kasus rasisme oleh Ambroncius Nababan terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menyita perhatian di Papua, mulai tokoh adat, tokoh agama, masyarakat, hingga akademisi. Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah resmi menetapkan Ambroncius Nababan sebagai tersangka dan menahannya.
Kecaman dan imbauan masyarakat untuk tidak terprovokasi terus disampaikan berbagai pihak ini agar tidak merembet menjadi kasus serupa yang pernah terjadi. Akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen), Marinus Yaung memberikan masukan kepada Natalius Pigai sebagai langkah turut meredam kasus ini meluas.
Marinus yang juga getol memberikan masukan atas berbagai gejolak di Papua ini berharap Natalisu Pigai memberikan pengampunan atas hinaan rasisme dari Ambroncius. Menurut Marinus, Tuhan tidak menguji umatnya menerima perlakuan rasialis selain manusia pilihan yang memiliki karakter kepemimpinan tersendiri.
"Kawan Natalis yang saya hormati, tidak semua orang di dunia yang Tuhan izinkan menerima perlakuan rasialis kepada dirinya. Itu hanya kepada mereka yang sudah dibekali bakat dan karakter kepemimpinan oleh Tuhan, yang dijinkan untuk dibentuk dan diproses oleh orang lain melalui jalan menyakitkan hati ini," kata Marinus, Selasa (26/1/2021) malam.
Dia mengisahkan salah satu tokoh dunia yang menjadi inspirasi banyak kalangan, dan berharap diambil hikmah oleh Natalius Pigai, yakni Abraham Lincoln (1809-1865). Abraham Lincoln merupakan pengacara muda kala itu. "Kisah Abraham Lincoln bisa dijadikan inspirasi kawanku Natalius," ujarnya.
Dia menceritakan, saat masih pengacara muda, Abraham (Abe) sering berkonsultasi dengan pengacara lain tentang kasusnya. Suatu hari, ia duduk di ruang tunggu untuk menjumpai seorang pengacara senior. Tapi ketika tiba waktunya, pengacara itu hanya melihat Lincoln sekilas dan berteriak, “Apa yang dia lakukan di sini? Singkirkan dia! Aku tidak akan berurusan dengan Seekor Monyet kaku!," ujar Marinus.
Lincoln lalu berpura-pura tidak mendengar, walaupun dia tahu kalau hinaan itu disengaja. Biarpun malu, dia tetap bersikap tenang. Kemudian ketika pengadilan berlangsung, Lincoln diabaikan. Namun pengacara yang telah menghina Lincoln dengan begitu kejamnya, ternyata bisa membela kliennya dengan brillian.
Penanganannya atas kasus itu membuat Lincoln terpesona. Katanya dalam hati, “Nalarnya sangat bagus. Argumennya tepat dan sangat lengkap. Begitu tertata serta benar-benar dipersiapkan! Aku akan pulang dan lebih giat belajar hukum lagi,” lanjutnya.
Waktu berlalu, Lincoln kemudian menjadi presiden Amerika Serikat pada bulan Maret 1861. Di antara kritikus utamanya, terdapat Edwin M Stanton, pengacara yang pernah menghinanya dan melukai hatinya begitu dalam. Namun Lincoln mengangkatnya di posisi penting sebagai sekretaris perang. Ia tidak pernah lupa bahwa Stanton adalah pengacara berotak cerdas, yang amat dibutuhkan negaranya.
Saat Lincoln meninggal, Stanton berkata bahwa Lincoln merupakan mutiara milik peradaban. "Hanya seseorang yang berkarakter dan mau memaafkan seperti Lincoln, dapat bangkit dan berhasil di atas penghinaan! Maka, jaga suasana hati. Jangan biarkan sikap buruk orang lain menentukan cara kita bertindak. Pilih untuk tetap berbuat baik dan belajarlah memafkan. Jadikan “sampah” sebagai “pupuk” atau “bahan bakar” untuk maju, baik di lingkungan keluarga, kerja, atau tempat tinggal kita," ucap Marinus.
Dirinya kembali meminta Natalius Pigai memberikan pengampunan kepada Ambroncius Nababan. Karena dengan pengampunan maka akan membuat Natalius menjadi sosok orang asli Papua yang sangat disegani seperti Abraham Lincoln.
"Kawan Natalius Pigai yang saya sayangi, ketika kawan mengampuni Ambrosius Nababan dan mencabut laporan polisi, Kawan Natalius Pigai akan tercatat sebagai mutiara milik peradaban orang Papua dan Negara Indonesia," pungkasnya.
Semua pihak berharap, kasus rasial yang menimpa Natalius bisa diselesaikan secara hukum dengan baik. Karena dampak dari itu sangat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat di Tanah Papua.
Kecaman dan imbauan masyarakat untuk tidak terprovokasi terus disampaikan berbagai pihak ini agar tidak merembet menjadi kasus serupa yang pernah terjadi. Akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen), Marinus Yaung memberikan masukan kepada Natalius Pigai sebagai langkah turut meredam kasus ini meluas.
Marinus yang juga getol memberikan masukan atas berbagai gejolak di Papua ini berharap Natalisu Pigai memberikan pengampunan atas hinaan rasisme dari Ambroncius. Menurut Marinus, Tuhan tidak menguji umatnya menerima perlakuan rasialis selain manusia pilihan yang memiliki karakter kepemimpinan tersendiri.
"Kawan Natalis yang saya hormati, tidak semua orang di dunia yang Tuhan izinkan menerima perlakuan rasialis kepada dirinya. Itu hanya kepada mereka yang sudah dibekali bakat dan karakter kepemimpinan oleh Tuhan, yang dijinkan untuk dibentuk dan diproses oleh orang lain melalui jalan menyakitkan hati ini," kata Marinus, Selasa (26/1/2021) malam.
Dia mengisahkan salah satu tokoh dunia yang menjadi inspirasi banyak kalangan, dan berharap diambil hikmah oleh Natalius Pigai, yakni Abraham Lincoln (1809-1865). Abraham Lincoln merupakan pengacara muda kala itu. "Kisah Abraham Lincoln bisa dijadikan inspirasi kawanku Natalius," ujarnya.
Dia menceritakan, saat masih pengacara muda, Abraham (Abe) sering berkonsultasi dengan pengacara lain tentang kasusnya. Suatu hari, ia duduk di ruang tunggu untuk menjumpai seorang pengacara senior. Tapi ketika tiba waktunya, pengacara itu hanya melihat Lincoln sekilas dan berteriak, “Apa yang dia lakukan di sini? Singkirkan dia! Aku tidak akan berurusan dengan Seekor Monyet kaku!," ujar Marinus.
Lincoln lalu berpura-pura tidak mendengar, walaupun dia tahu kalau hinaan itu disengaja. Biarpun malu, dia tetap bersikap tenang. Kemudian ketika pengadilan berlangsung, Lincoln diabaikan. Namun pengacara yang telah menghina Lincoln dengan begitu kejamnya, ternyata bisa membela kliennya dengan brillian.
Penanganannya atas kasus itu membuat Lincoln terpesona. Katanya dalam hati, “Nalarnya sangat bagus. Argumennya tepat dan sangat lengkap. Begitu tertata serta benar-benar dipersiapkan! Aku akan pulang dan lebih giat belajar hukum lagi,” lanjutnya.
Waktu berlalu, Lincoln kemudian menjadi presiden Amerika Serikat pada bulan Maret 1861. Di antara kritikus utamanya, terdapat Edwin M Stanton, pengacara yang pernah menghinanya dan melukai hatinya begitu dalam. Namun Lincoln mengangkatnya di posisi penting sebagai sekretaris perang. Ia tidak pernah lupa bahwa Stanton adalah pengacara berotak cerdas, yang amat dibutuhkan negaranya.
Saat Lincoln meninggal, Stanton berkata bahwa Lincoln merupakan mutiara milik peradaban. "Hanya seseorang yang berkarakter dan mau memaafkan seperti Lincoln, dapat bangkit dan berhasil di atas penghinaan! Maka, jaga suasana hati. Jangan biarkan sikap buruk orang lain menentukan cara kita bertindak. Pilih untuk tetap berbuat baik dan belajarlah memafkan. Jadikan “sampah” sebagai “pupuk” atau “bahan bakar” untuk maju, baik di lingkungan keluarga, kerja, atau tempat tinggal kita," ucap Marinus.
Dirinya kembali meminta Natalius Pigai memberikan pengampunan kepada Ambroncius Nababan. Karena dengan pengampunan maka akan membuat Natalius menjadi sosok orang asli Papua yang sangat disegani seperti Abraham Lincoln.
"Kawan Natalius Pigai yang saya sayangi, ketika kawan mengampuni Ambrosius Nababan dan mencabut laporan polisi, Kawan Natalius Pigai akan tercatat sebagai mutiara milik peradaban orang Papua dan Negara Indonesia," pungkasnya.
Semua pihak berharap, kasus rasial yang menimpa Natalius bisa diselesaikan secara hukum dengan baik. Karena dampak dari itu sangat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat di Tanah Papua.
(shf)