Evaluasi PPKM di Jabar, Laporan Kasus COVID-19 Harian Masih Campur Aduk

Rabu, 20 Januari 2021 - 03:58 WIB
loading...
Evaluasi PPKM di Jabar, Laporan Kasus COVID-19 Harian Masih Campur Aduk
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.Foto/dok
A A A
BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengungkapkan, pihaknya masih dihadapkan pada kendala penumpukan laporan kasus harian COVID-19 selama lebih dari sepekan pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Pihaknya mengaku telah melaksanakan evaluasi pelaksanaan PPKM alias PSBB proporsional di Jabar itu mengacu padadata real time atau aktual. Namun, di saat yang bersamaan penumpukan laporan kasus harian COVID-19 masih saja terjadi.

"Karena di Jabar, data lama masih tercampur. (Contohnya) pada Jumat (15/1/2021), dari 3.095 kasus, 2.224-nya kasus lama," ungkap Ridwan Kamil dalam keterangan resminya.

Baca juga: Ridwan Kamil: Masyarakat Kota Bekasi Paling Patuh Pakai Masker, Tasikmalaya Terburuk

"Ini masih terus kita perbaiki, termasuk analisis PPKM. Kita akan analisis sendiri menggunakan data yang real time, bukan data yang tercampur dengan data lama. Sedang dikomunikasikan (cara evaluasinya) via Pak Sekda, mana yang masa lalu, mana yang real time PPKM. Kalau menganalisa PPKM pada data lama 'kan tidak fair," sambung dia.

Meski begitu, Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu menyatakan, selama PPKM dilaksanakan di 20 kabupaten/kota di Jabar, tren kepatuhan warga Jabar untuk memakai masker dan menjaga jarak meningkat.

"Dari rata-rata sebelum PPKM itu (persentase) 50-an persen, sekarang memakai masker naik ke angka 70 persen dan menjaga jarak 60 persen," sebutnya.

Rinciannya, pada 11 Januari 2021, tingkat kepatuhan memakai masker adalah 50,88 persen. Angka meningkat menjadi 60,37 persen per 13 Januari 2021 dan meningkat hingga 71,83 persen per 15 Januari 2021.

Kepatuhan menjaga jarak pada 11 Januari 2021 sebesar 41 persen. Angka meningkat menjadi 47,63 persen per 13 Januari 2021 dan meningkat hingga 65,49 persen per 15 Januari 2021.

"Untuk PPKM sudah dievalusasi oleh Pak Luhut (Menko Marves RI), Jabar diapresiasi untuk peningkatan kedisiplinan, termasuk terbaik di Jawa-Bali. Itu berkat kerja Pak Kapolda (Jabar) dan Pak Pangdam (III/Siliwangi) maka sekarang (kepatuhan) naik," ucap Kang Emil.

Sementara itu, Ketua Divisi Penanganan Kesehatan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Jabar, Marion Siagian mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat pelaporan kasus baru positif COVID-19 terhambat.

Baca juga: Bupati Cirebon Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir

Pertama adalah waktu pelaporan data ke pemerintah pusat dibatasi, yakni sampai pukul 14:00 WIB, sementara ada 49 variabel untuk setiap pasien yang mesti diinput. Situasi tersebut menjadi salah satu kendala bagi sumber daya manusia (SDM) di daerah dalam melakukan pelaporan.

"Terbatasnya SDM dengan variabel yang harus diinput relatif banyak, maka seringkali tidak seluruh data dapat terlaporkan pada waktu yang ditentukan," kata Marion.

"Hal lain yang juga menjadi kendala dalam pelaporan adalah data spesimen telah diinput, tapi data hasil pemeriksaan belum diinput oleh laboratorium jejaring pengetesan," imbuhnya.

Selain itu, kata Marion, pihak-pihak yang melaporkan data COVID-19 ke pemerintah pusat, yakni puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan, dan laboratorium, harus menginput data ke dalam berbagai aplikasi.

"Kemudian masih ada laboratorium jejaring yang tidak melaporkan hasil pemeriksaan ke dalam aplikasi New All Record," ucapnya.

Marion menyatakan, guna mengatasi masalah pelaporan COVID-19, kesepahaman dan komitmen berbagai pihak harus diperkuat. Tujuannya agar semua pihak memiliki semangat yang sama untuk mewujudkan satu data COVID-19.

"Untuk mencapai ini perlu memperkuat metadata yang ada, menentukan variabel pelaporan yang prioritas untuk menjadi bahan rilis pemerintah pusat, serta memperkuat verifikasi dan validasi data pelaporan," katanya.

Integrasi data pun menurutnya sangat penting supaya semua pihak yang melaporkan data COVID-19 tidak harus menginput data dalam banyak aplikasi.

"Semangat satu data juga perlu dimiliki oleh kabupaten/kota, di mana rilis data baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota mengacu pada data yang sama, dengan referensi waktu yang sama," kata Marion.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jabar Setiaji menambahkan, pemanfaatan teknologi dengan menghadirkan aplikasi pelaporan yang terintegrasi dapat menjadi salah satu solusi. Aplikasi pelaporan tersebut, kata Setiaji, harus dapat diakses oleh semua pihak yang melaporkan data COVID-19.

"Dalam proses pelaporan tersebut pun menggunakan aplikasi yang sudah saling terintegrasi dengan sistem yang dimiliki Kemenkes RI yaitu aplikasi NAR (New All Record)," imbuhnya.

Menurut dia, Pemprov Jabar sudah menyiapkan platform pelaporan real-time berupa aplikasi. Aplikasi tersebut dapat diakses oleh dinas kesehatan kabupaten/lota dan laboratorium pengetesan se-Jabar. Saat ini, integrasi dengan aplikasi pemerintah pusat sedang dilakukan.

Setiaji optimistis, apabila aplikasi tersebut dapat dimaksimalkan dan proses integrasi bisa diselesaikan dalam waktu singkat, maka data kasus baru positif COVID-19 akan secara real time terlapor.

"Data kasus akan secara real time terlapor dari kabupaten/kota ke provinsi, lalu ke pemerintah pusat," katanya.

Diketahui, 20 kabupaten/kota di Jabar menerapkan PPKM hingga 25 Januari 2021. Ke-20 kabupaten/kota itu, yakni Kabupaten Sukabumi, Sumedang, Cirebon, Garut, Karawang, Kuningan, Ciamis, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Majalengka, Bekasi, Subang, dan Kabupaten Bogor. Selain itu, Kota Depok, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar, Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Bekasi, dan Kota Cimahi.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3050 seconds (0.1#10.140)