Ziarahi Makam Bung Karno, BPIP Jadikan Wafatnya Gus Dur Hari Perdamaian Politik Indonesia

Rabu, 30 Desember 2020 - 19:48 WIB
loading...
Ziarahi Makam Bung Karno, BPIP Jadikan Wafatnya Gus Dur Hari Perdamaian Politik Indonesia
Tampak rombongan BPIP yang berziarah dan berdoa di Makam Bung Karno di Kota Blitar. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
BLITAR - Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Yudian Wahyudi berziarah ke Makam Proklamator RI Soekarno di Kota Blitar. Ziarah yang dilakukan bersamaan dengan tanggal dan bulan wafatnya Presiden RI Ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Yakni 30 Desember 2009.

Di sela ziarah dan berdoa, Yudian mengatakan, ingin menjadikan tanggal 30 Desember sebagai Hari Perdamaian Politik Indonesia. "Saya ingin menjadikan 30 Desember sebagai Hari Perdamaian Politik Indonesia," ujar Yudian Wahyudi kepada wartawan Rabu (30/12/2020).

Di depan wartawan, Yudian mencoba merasionalkan alasan menjadikan 30 Desember sebagai Hari Perdamaian Politik Indonesia. Ia memulai dengan kesamaan hari wafatnya Gus Dur dengan peristiwa pembebasan Kota Mekkah (Fathkul Mekkah) oleh Nabi Muhammad. Yakni sama di bulan Desember.

(Baca juga: Resmi Dibubarkan Pemerintah, Ketua FPI Blitar Raya Pilih Wait and See )

Yudian merangkaikan dua peristiwa yang berbeda masa tersebut menjadi satu rajutan benang merah. Termasuk menyambungkan dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI yang diproklamatori Soekarno-Hatta. Ia memulai dari pembebasan Kota Mekkah yang disebutnya sebagai peristiwa sejarah revolusi pertama tanpa tetesan darah.

Pada hari peristiwa pembebasan Mekkah itu kemudian dikenang sebagai Hari kasih sayang. "Peristiwa revolusi pertama dalam sejarah yang tidak berdarah (Pembebasan Mekkah). Tidak ada darah menetes dan mengamnesti lawan lawannya," terang Yudian.

Dalam konteks Indonesia, puncak politik lapangan Nabi Muhammad tersebut, kata Yudian diteladani oleh Bung Karno dengan Proklamasi Kemerdekaan. Tidak ada darah yang tumpah dalam Proklamasi yang diterjemahkan sebagai peristiwa revolusi. Padahal Bung Karno menurut Yudian tidak hanya memerdekakan negara kecil. Tapi juga menyatukan 40 negara atau kerajaan di bawah Pancasila.

(Baca juga: Selama Pandemi COVID-19, Kejati Jatim Gelar 82.411 Sidang Secara Daring )

"Ternyata Bung Karno umat Islam yang paling berhasil meneladani puncak politik lapangan Rasulullah," papar Yudian. Nabi Muhammad juga memiliki Piagam Madinah dengan cita cita masyarakat majemuk. Spirit masyarakat majemuk itu, kata Yudian dalam tanda petik adalah Pancasila.

Kemudian dalam perjalanannya, masyarakat Indonesia mendaulat Gus Dur yang wafat 30 Desember sebagai Bapak Pluralisme Indonesia. Menurut Yudian secara simbolik pluralisme telah menyatu dengan cita cita masyarakat majemuk. Hal itu lalu ditindaklanjuti oleh Presiden Joko Widodo yang di periode kedua memberikan tempat bagi lawan politik utamanya.

Presiden Jokowi mengangkat Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menjadi menteri dalam pemerintahannya. Peristiwa politik tersebut pernah terjadi periode kedua Islam. Yakni setelah Nabi Muhammad wafat, dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah. Abu Bakar kemudian mengangkat lawan politik utamanya, yakni Abu Sofyan sebagai Gubernur.

"Dalam sejarah Indonesia hal itu tidak pernah ada. Bahkan di luar negeri tidak pernah begitu," kata Yudian. Peristiwa politik yang ada di Indonesia tersebut, menurut Yudian merupakan perwujudan konsep Islam rahmatan lil alamin. Karenanya Yudian ingin menjadikan hal itu sebagai Hari Perdamaian Politik Indonesia. Ia sengaja menegaskan diksi politik karena persoalan yang lain sudah damai.

"Silahkan berbeda pendapat. Tapi dalam tanda petik jangan sampai berlebihan," pungkas Yudian. Di makam Bung Karno rombongan BPIP menggelar doa tahlil bersama. Setelah dari Makam Bung Karno, rombongan sempat melakukan makan siang di Kota Blitar. Setelah itu mereka langsung bertolak ke Jombang untuk menziarahi makam Gus Dur.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2074 seconds (0.1#10.140)