Greenpeace Ingatkan Industri Hati-hati Klaim Ramah Lingkungan Terkait Galon Sekali Pakai

Jum'at, 27 November 2020 - 01:03 WIB
loading...
Greenpeace Ingatkan Industri Hati-hati Klaim Ramah Lingkungan Terkait Galon Sekali Pakai
Greenpeace Ingatkan Industri Hati-hati Klaim Ramah Lingkungan Terkait Galon Sekali Pakai. Foto/Ist
A A A
BOGOR - Greenpeace menyebutkan klaim ramah lingkungan produk galon sekali pakai yang beredar di pasaran hanyalah sebuah gimmick. Industri harus hati-hati mengklaim dirinya ramah lingkungan .

“Ini hanya gimmick. Sebenarnya mereka hanya melakukan green washing artinya pencitraan bahwa mereka mengeluarkan produk ramah lingkungan,” kata Juru Kampanye Urban Greenpeace Muharram Atha Rasyadi dalam bincang-bincang bersama Aliansi Zero Waste Indonesia, baru baru ini. (Baca juga:
Greenpeace: Luas Karhutla Gambut 8 Kali Pulau Bali dalam 5 Tahun )


Menurut Atha, metode kampanye yang dilakukan produsen air minum kemasan galon sekali pakai adalah trik umum yang sering digunakan industri dalam memasarkan produk. Produsen membangun pesan bahwa produk tersebut aman dan ramah lingkungan. “Tapi harus didalami dulu, apa yang dimaksud dengan ramah lingkungan?” tanya Atha. (Baca juga: Potensi Investasi Hijau di Indonesia Tembus Rp6.300 Triliun )

Dia menjelaskan, dilihat dari materialnya menggunakan plastik sekali pakai yang memang berbeda dengan material yang digunakan pada galon guna ulang. “Untuk galon guna ulang memang menggunakan material yang berbeda dan didesain dapat digunakan berulang-ulang sehingga usia pakai jauh lebih panjang,” jelas Atha.

Sementara untuk galon sekali pakai, meskipun menggunakan plastik jenis PET yang dapat didaur ulang namun Atha menegaskan bukan berarti produk tersebut dapat diklaim ramah lingkungan. Salah satu yang harus menjadi perhatian adalah apakah galon sekali pakai tersebut sudah benar-benar terserap ke industri daur ulang.

Sebagaimana diketahui, hingga saat ini pengelolaan sampah di Indonesia belum berbasis pemilahan. Dalam mengumpulkan dan memilah sampah plastik, sebagian besar masih harus mengandalkan sektor informal seperti pemulung.

“Jadi, persoalan galon ini, untuk bisa terserap, apakah harus dikumpulkan pemulung atau masyarakat secara aktif datang ke bank sampah terdekat? Tapi adakah yang mau menumpuk dulu galon sekali pakai baru kemudian disetorkan ke bank sampah? Belum lagi jumlah dan sebaran pemulung di Indonesia sangat tidak merata," kata dia.

Atha mengingatkan industri untuk lebih berhati-hati dalam klaim produk. “Harus ada tanggung jawab dari produsen atas kemasan dari produk yang dihasilkan yang tidak bisa terurai oleh alam. Ketika produsen mengenalkan produk baru, seharusnya mereka sudah menyiapkan skema take back dengan kapasitas yang harusnya sama dengan produk yg dikeluarkan,” pungkas dia.
(nth)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3509 seconds (0.1#10.140)