Korban Pelecehan Alami Trauma, Aktivis IAIN Tulungagung Minta Stop Victimisasi
loading...
A
A
A
TULUNGAGUNG - Aktivis mahasiswi IAIN Tulungagung yang menjadi korban dugaan pelecehan seksual senior di kampusnya, mengalami trauma. Paska kejadian, korban lebih banyak menutup diri, menghindari pergaulan luas.
"Korban trauma. Tapi tidak sampai depresi," ujar Roiyatus Saadah, aktivis Dewan Eksekutif Mahasiswa Instute (Dema I) menjawab Sindonews.com Senin (16/11/2020).
Bersama tiga puluhan aktivis lintas fakultas yang mengatasnamakan IAIN TA (Tulungagung) Bersuara, Roiyatus selaku korlap aksi, Senin ini (16/11) mendemo kampus IAIN.
Pihak rektorat dituntut segera mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. Dalam perjalanan menuju lereng gunung Wilis, korban digerayangi dan dipaksa melakukan tindak asusila .
Kasus dugaan pelecehan seksual tersebut dilaporkan ke kampus pada 16 September. Namun baru direspon pihak kampus pada 1 Oktober. Para aktivis juga meminta ijazah pelaku yang diwisuda 10-14 November lalu, ditangguhkan.
Informasi yang dihimpun Sindonews, paska kejadian, korban yang sebelumnya aktif di forum kajian gender di kampus, mengalami perubahan prilaku. Korban lebih banyak diam. Yang bersangkutan terlihat terpukul atas peristiwa yang menimpanya. (Baca: Aktivis Mahasiswi Diduga Alami Pelecehan Seksual, IAIN Tulungagung Didemo).
Menurut Roiyatus, meski dirundung trauma, korban yang merupakan mahasiswi Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum tetap berusaha mengikuti kegiatan kuliah. "Kebetulan kuliahnya belum tatap muka karena masih suasana pandemi COVID-19," terang Roiyatus.
Selain lamban merespon, para aktivis juga menyesalkan adanya upaya victimisasi atau memojokkan korban dari kampus. Gejala tersebut muncul paska pelaporan. Diantaranya mulai dari menyalahkan korban karena bersedia naik gunung hanya berdua dengan korban. Terjadinya pelecehan seksual dianggap sebagai resiko. Kemudian adanya dorongan kepada korban untuk memaafkan pelaku dan melupakannya. (Baca: Dituduh Tiduri Wanta, Pria Ini Dihukum Adat Pakai Besi Panas).
Victimisasi tersebut celakanya justru datang dari oknum dosen. Menurut Roiyatus, segala upaya victimisasi harus dihentikan. "Stop upaya victimisasi kepada korban," tegas Roiyatus yang menegaskan mengawal kasus hingga tuntas.
"Korban trauma. Tapi tidak sampai depresi," ujar Roiyatus Saadah, aktivis Dewan Eksekutif Mahasiswa Instute (Dema I) menjawab Sindonews.com Senin (16/11/2020).
Bersama tiga puluhan aktivis lintas fakultas yang mengatasnamakan IAIN TA (Tulungagung) Bersuara, Roiyatus selaku korlap aksi, Senin ini (16/11) mendemo kampus IAIN.
Pihak rektorat dituntut segera mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. Dalam perjalanan menuju lereng gunung Wilis, korban digerayangi dan dipaksa melakukan tindak asusila .
Kasus dugaan pelecehan seksual tersebut dilaporkan ke kampus pada 16 September. Namun baru direspon pihak kampus pada 1 Oktober. Para aktivis juga meminta ijazah pelaku yang diwisuda 10-14 November lalu, ditangguhkan.
Informasi yang dihimpun Sindonews, paska kejadian, korban yang sebelumnya aktif di forum kajian gender di kampus, mengalami perubahan prilaku. Korban lebih banyak diam. Yang bersangkutan terlihat terpukul atas peristiwa yang menimpanya. (Baca: Aktivis Mahasiswi Diduga Alami Pelecehan Seksual, IAIN Tulungagung Didemo).
Menurut Roiyatus, meski dirundung trauma, korban yang merupakan mahasiswi Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum tetap berusaha mengikuti kegiatan kuliah. "Kebetulan kuliahnya belum tatap muka karena masih suasana pandemi COVID-19," terang Roiyatus.
Selain lamban merespon, para aktivis juga menyesalkan adanya upaya victimisasi atau memojokkan korban dari kampus. Gejala tersebut muncul paska pelaporan. Diantaranya mulai dari menyalahkan korban karena bersedia naik gunung hanya berdua dengan korban. Terjadinya pelecehan seksual dianggap sebagai resiko. Kemudian adanya dorongan kepada korban untuk memaafkan pelaku dan melupakannya. (Baca: Dituduh Tiduri Wanta, Pria Ini Dihukum Adat Pakai Besi Panas).
Victimisasi tersebut celakanya justru datang dari oknum dosen. Menurut Roiyatus, segala upaya victimisasi harus dihentikan. "Stop upaya victimisasi kepada korban," tegas Roiyatus yang menegaskan mengawal kasus hingga tuntas.
(nag)