Buruh Desak UMP Jabar Naik 8%, Kadisnakertrans: Apa Dasarnya?

Sabtu, 31 Oktober 2020 - 16:09 WIB
loading...
A A A
"Yang juga kita khawatirkan, jika UMP kita naikkan tanpa dasar hukum, bakal banyak perusahaan yang hengkang dari Jabar. Ujung-ujungnya, pengangguran bakal bertambah banyak," katanya.

Taufik menambahkan, semua pihak harus memahami bahwa UMP hanyalah batas bawah penetapan UMK yang direkomendasikan Pemprov Jabar. UMP menjadi acuan batas bawah UMK yang bakal ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.

"Perlu diingat bahwa UMP ini bukan operasional dan hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Ini yang banyak tidak disadari. Jika pekerja punya masa kerja lebih lama, tentu besaran upahnya pun lebih tinggi," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Selasa (27/10/2020) lalu menyatakan, pandemi COVID-19 yang dijadikan alasan pemerintah tidak menaikkan upah sebagai alasan yang tidak masuk akal.

"Ini sejarah di negeri ini, ada menteri bilang upah tidak naik. Semua negara kena pandemi, COVID bulan alasan untuk tidak menaikan upah," tegas.

Oleh karenanya, Roy menegaskan, buruh di Jabar menolak UMP 2021 yang diputuskan tidak naik atau sama dengan UMP 2020 karena alasan pandemi COVID-19 dan mendesak Gubernur Jabar, Ridwan Kamil untuk menaikkan UMP Jabar 2021 minimal 8%.

"Hai Pak gubernur, UMP bukan tanggung jawab Presiden, bukan tanggung jawab Menteri. Makanya, kita minta kepada Gubernur Jabar menaikan upah minimum minimal 8 persen seperti tahun lalu," tegas Roy.

Roy memaparkan alasan pihaknya menuntut kenaikan upah. Pertama, kata Roy, pemerintah mengakui bahwa upah buruh di Indonesia masih murah. "Buktinya, pemerintah mengeluarkan BSU, bantuan subsidi upah Rp600.000. Kenapa subsidi diberikan? karena upah murah, daya beli buruh juga jadi lemah. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi kita minus 2 persen. Bayangkan saja, (sudah) disubsidi Rp600.000, ekonomi kita masih minus 2 persen," papar Roy.

Alasan kedua, lanjut Roy, berdasarkan proyeksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 sebesar 5,3.Dengan proyeksi tersebut, tidak ada alasan pemerintah tidak menaikkan upah. "Alasan ketiga, saat krisis moneter 1998 lalu, dolar naik. Hari ini, dolar standar, rupah menguat. Saat krisis moneter, pemerintah menaikan upah tidak kurang dari 15 persen. Masa ini gara-gara COVID, upah tidak naik, di mana logikanya," urainya.

Oleh karenanya, Roy juga menginstruksikan kepada seluruh buruh di Jabar untuk mengawal penetakan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2021 dengan kenaikan minimal 8%. "Kita minta bupati wali kota untuk menaikan UMK minimal 8 persen, setelah itu kita kepung lagi. Kita pastikan tanggal 20-21 (November 2020), Gubernur menetapkan UMP sesuai rekomendasi kabupaten/kota," katanya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 4.3023 seconds (0.1#10.140)