Cerita Punggung Kura-Kura dan Emak-Emak Ojol

Rabu, 21 Oktober 2020 - 11:18 WIB
loading...
Cerita Punggung Kura-Kura...
Punggung kura-kura menjadi andalan Purwanti (43) sebagai penarik ojek online perempuan di Kota Semarang Jawa Tengah. Foto SINDOnews
A A A
SEMARANG - Punggung kura-kura menjadi andalan Purwanti (43) sebagai penarik ojek online perempuan di Kota Semarang Jawa Tengah. Benda transparan setinggi di atas kepala itu melekat erat di punggung, hingga sekilas tampak seperti tameng datar.

Ibu tiga anak itu pun bergegas menaiki sepeda motor matiknya, setelah memastikan pengait helm berbunyi “klik”. Punggung kura-kura yang dikenakan juga tak terlalu menggangu, karena posisinya tepat di atas jok motor.

“Ya kalau pakai atribut ini enggak repot sih. Kita malah senang karena lebih aman saat kita bawa penumpang. Kita tidak terganggu juga saat naik motor,” kata Purwanti, perempuan asal Gunungpati Kota Semarang. (Baca: Giliran Driver Ojek Online Semarang Berbondong Pindah ke Gojek)

“Penumpang kita juga merasa lebih aman, lebih santai enggak takut (penularan Covid-19). Dengan adanya ini penumpang juga senang, dia merasa lebih nyaman dan percaya sama kita. Yang pasti saya juga merasa aman,” lugasnya.

Punggung kura-kura itu sebagai penyekat atau pembatas dengan penumpang. Sekat partisi menggunakan bahan dari plastik dengan tulang kerangka di sekelilingnya yang terbuat dari besi. Dengan penyekat itu, tidak akan terjadi kontak fisik secara langsung.

Dia menjelaskan, protokol kesehatan ketat bukan hanya ditetapkan pada dirinya tetapi juga untuk penumpang. Sebelum penumpang naik, dia memberikan hairnet (penutup rambut), masker, dan menyemprotkan hand sanitizer.

“Kita akan kasih dia (penutup) tutup rambut, dan hand sanitizer buat tangannya. Soalnya kadang konsumen pegang uang juga kan. Takutnya juga tangannya pegang kepala atau mulut, nah kita kondisikan dengan hand sanitizer,” bebernya secara lengkap.

“Kalau kita pakai ini (penggung kura-kura) ya selama dapat konsumen Go-Ride. Tapi kalau dapat Go-Send, kita enggak bawa (pakai). Jadi kita taruh saja, lalu kalau ada customer baru kita balik pakai lagi,” ungkapnya.

Masa pandemi Covid-19 mulai sekira Maret 2020, membuat Purwanti harus meningkatkan imunitas tubuh dan memahami pola penularan virus Corona. Terlebih sebagai ojek online, pada awal masa pandemi sempat kebingungan untuk menerapkan protokol kesehatan.

“Kalau penurunan (penghasilan) ya ada sedikit, tapi sekarang sudah lumayan karena kita dikondisikan dengan J3K (Jaga Kesehatan, Kebersihan, dan Keamanan. Setiap pekan kita dites cek suhu badan, motor kita disterilkan, kita juga dijaga pakai ini (punggung kura-kura) juga hand sanitizer,” tutur dia.

“Alhamdulillah dengan adanya program J3K ini kita sangat terbantu. Gojek memberikan program-program, dalam arti kita biasanya enggak pernah dapat order, kini kita dikasih orderan. Jadi banyak permintaan customer,” tandas perempuan yang dua tahun ini melakoni profesi ojol. (Baca: Ekosistem Bisnis Ojek Online Lahirkan Ribuan UMKM di Semarang)

Seorang pelanggan ojek online, Enih Nurhaeni, mengaku nyaman dan aman dengan adanya sekat yang membatasi dirinya dengan pengemudi. Dengan sekat itu bisa mencegah kontak langsung sekaligus sebagai penghalang percikan air liur jika terjadi dialog.

“Kadang kita kan kalau di jalan juga ngobrol dengan driver (pengemudi), jadi sekat itu bisa mencegah terkena droplet (percikan air liur) karena tingginya di atas kepala. Ya kaya punggung kura-kura fungsinya, sebagai pelindung bagi kita konsumen dan ojol-nya,” terang Enih.

Sementara itu, Head Regional Corporate Affairs Gojek Jabar, Jateng & DIY, Arum K. Prasodjo, menyampaikan, penggunaan sekat partisi di punggung pengemudi ojek online untuk mencegah penyebaran Covid-19. Selain itu, juga terdapat beberapa inovasi untuk menjamin keamanan dan kenyamanan pengemudi serta konsumen.

“Kita melakukan edukasi protokol kesehatan ke mereka (mitra), kita kasih masker segala macam. Lainnya lagi adalah sekat di Go-Ride dan Gocar, itu tidak ada biaya tambahan sama sekali baik dari driver maupun pelanggan tidak dikenakan biaya atas keberadaan sekat tersebut,” jelas Arum.

“Di Gocar secara bertahap dan sudah hampir semua memakai sekat. Kalau Go-Ride itu masih dalam tahap uji coba, dan sudah beberapa yang pakai sekat. Itu sebagai langkah preventif untuk menimbulkan rasa aman dari kedua belah pihak. Paling tidak ada mitigasi ,” ujar perempuan murah senyum itu.

Penerapan protokol kesehatan menjadi faktor utama dalam pelayanan kepada konsumen. Di antaranya, setiap mitra pengemudi wajib datang ke Posko Aman untuk menjalani pemeriksaan suhu tubuh dan penyemprotan desinfektan pada kendaraan yang digunakan.

“Kita memonitor ketika mereka (mitra pengemudi) datang ke Posko Aman, karena itu didata di sistem. Kemudian sistem terkoneksi ke fitur, sehingga informasi tentang profil si driver suhu berapa, dan kendaraannya sudah dibersihkan atau belum akan kelihatan,” beber dia.

“Kita juga memperbolehkan dua belah pihak, baik pelanggan dan driver bisa saling menolak. Artinya kalau ternyata kedua belah pihak ada yang tidak memenuhi standar protokol kesehatan. Misalnya driver sudah mau jemput tapi pelanggan tidak mau pakai masker, maka di-cancel enggak apa-apa, tidak akan memengaruhi performa (pengemudi). Pelanggan begitu juga, kalau melihat driver tidak memakai masker dia bisa cancel juga,” tandasnya.
(don)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1896 seconds (0.1#10.140)