Dikirimi Karangan Bunga Kematian, DPRD Blitar Pilih Membisu
loading...
A
A
A
BLITAR - Sebuah karangan bunga yang dimaksudkan sebagai simbol matinya hati nurani dikirimkan sejumlah aktivis perempuan peduli petani dan buruh Blitar Raya ke Kantor DPRD Kota Blitar, Jatim.
Pengiriman karangan bunga kematian bertuliskan "Tolak UU Omnibus Law, Turut berduka cita atas matinya nurani wakil rakyat" tersebut bersamaan dengan rapat paripurna DPRD. "Ini keprihatinan atas didoknya UU Cipta Karya tadi malam," ujar Khusnul Hidayati, juru bicara komunitas Perempuan Peduli Petani dan Buruh Blitar Raya Selasa (6/9/2020). (Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja Ricuh, Mahasiswa Rusak Fasilitas Umum dan Mobil Dinas)
Karangan bunga mereka letakkan di pintu masuk Kantor DPRD Kota Blitar. Melihat itu, tidak ada satupun anggota legislatif yang mereaksi. Semuanya memilih diam, melanjutkan kegiatan. (Baca juga: Buruh di Jawa Barat: Kami Tidak Percaya Lagi dengan DPR)
Menurut Khusnul, legislatif layak menerima karangan bunga kematian. Sebab dengan disahkannya UU Cipta Kerja, mereka semakin menegaskan diri tidak memihak rakyat, yakni terutama buruh.
"Ini terkesan terburu-buru dan lebih memihak pada investor bukan berpihak pada rakyat," tegas Khusnul. Jika mengacu pada sejumlah negara lain, setahu Khusnul proses pengesahan omnibus law membutuhkan waktu panjang.
Bahkan pembahasan bisa mencapai lima tahun. "Sementara di Indonesia hanya satu tahun," tambah Khusnul. Pemberlakuan omnibus law tidak hanya merugikan buruh dan petani. Melainkan seluruh elemen masyarakat.
Terhadap buruh UU Cipta Kerja menghilangkan uang lembur, hak cuti, dan outsourcing tanpa batas waktu. Kemudian bagaimana pemodal akan lebih leluasa menguasai lahan. Perpanjangan HGU tidak perlu lagi memperhatikan AMDAL, termasuk tidak menghargai tanah petani dan tanah adat.
"Sementara wakil rakyat yang kami harapkan untuk menyampaikan aspirasi nol besar. Karenanya karangan bunga ini wujud duka cita kami kepada DPR," tandas Khusnul.
Sementara itu, selain tidak menanggapi kritik, karangan bunga kematian di pintu masuk Kantor DPRD Kota Blitar tersebut, tidak lama kemudian langsung disingkirkan.
Pengiriman karangan bunga kematian bertuliskan "Tolak UU Omnibus Law, Turut berduka cita atas matinya nurani wakil rakyat" tersebut bersamaan dengan rapat paripurna DPRD. "Ini keprihatinan atas didoknya UU Cipta Karya tadi malam," ujar Khusnul Hidayati, juru bicara komunitas Perempuan Peduli Petani dan Buruh Blitar Raya Selasa (6/9/2020). (Baca juga: Demo Tolak UU Cipta Kerja Ricuh, Mahasiswa Rusak Fasilitas Umum dan Mobil Dinas)
Karangan bunga mereka letakkan di pintu masuk Kantor DPRD Kota Blitar. Melihat itu, tidak ada satupun anggota legislatif yang mereaksi. Semuanya memilih diam, melanjutkan kegiatan. (Baca juga: Buruh di Jawa Barat: Kami Tidak Percaya Lagi dengan DPR)
Menurut Khusnul, legislatif layak menerima karangan bunga kematian. Sebab dengan disahkannya UU Cipta Kerja, mereka semakin menegaskan diri tidak memihak rakyat, yakni terutama buruh.
"Ini terkesan terburu-buru dan lebih memihak pada investor bukan berpihak pada rakyat," tegas Khusnul. Jika mengacu pada sejumlah negara lain, setahu Khusnul proses pengesahan omnibus law membutuhkan waktu panjang.
Bahkan pembahasan bisa mencapai lima tahun. "Sementara di Indonesia hanya satu tahun," tambah Khusnul. Pemberlakuan omnibus law tidak hanya merugikan buruh dan petani. Melainkan seluruh elemen masyarakat.
Terhadap buruh UU Cipta Kerja menghilangkan uang lembur, hak cuti, dan outsourcing tanpa batas waktu. Kemudian bagaimana pemodal akan lebih leluasa menguasai lahan. Perpanjangan HGU tidak perlu lagi memperhatikan AMDAL, termasuk tidak menghargai tanah petani dan tanah adat.
"Sementara wakil rakyat yang kami harapkan untuk menyampaikan aspirasi nol besar. Karenanya karangan bunga ini wujud duka cita kami kepada DPR," tandas Khusnul.
Sementara itu, selain tidak menanggapi kritik, karangan bunga kematian di pintu masuk Kantor DPRD Kota Blitar tersebut, tidak lama kemudian langsung disingkirkan.
(shf)