Antisipasi Unjuk Rasa Tolak UU Omnibus Law, 1.574 Personel Gabungan Disiapkan

Senin, 05 Oktober 2020 - 23:54 WIB
loading...
Antisipasi Unjuk Rasa...
1.574 personel gabungan disiagakan antisipasi unjuk rasa tolak UU omnibus law di Kota Makassar. Foto: SINDOnews/Ilustrasi
A A A
MAKASSAR - Riak-riak penolakan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law mulai terasa di Kota Makassar. Unjuk rasa diprediksi akan terjadi 6 sampai 8 Oktober mendatang, walaupun hari ini mahasiswa dan buruh terlihat mulai berunjuk rasa.

Kasubag Humas Polrestabes Makassar , Kompol Supriyadi Idrus mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan antisipasi bilamana aksi unjuk rasa tetap dilakukan oleh mahasiswa ataupun kelompok buruh yang menolak UU omnibus law.



"Pada prinsipnya segala bentuk unjuk rasa dilarang, itu perintah atasan, Pak Kapolri . Namun kami sudah mengantisipasi jika demonstrasi masih dilakukan warga. Besok sudah kita siapkan antisipasinya, tentunya dengan pendekatan persuasif imbauan agar unjuk rasa sebisa mungkin tidak merugikan masyarakat dalam hal ini pengguna jalan," kata Supriyadi kepada SINDOnews.

Pria yang akrab disapa Edhy ini menuturkan, sebanyak 1.574 personel bakal dikerahkan untuk mengamankan jika memang gabungan organisasi tetap melakukan demonstrasi, meskipun sudah dilarang.

"Personel itu gabungan dari Polrestabes Makassar, dibantu Polda Sulsel dan TNI dari Kodim 1408/BS Makassar, mereka akan ditempatkan di objek vital, seperti gedung DPRD Sulsel serta di sekitar jembatan layang atau fly over," ucap dia.

Meski begitu, Mantan Kapolsek Rappocini ini mengaku telah mendapatkan informasi adanya unjuk rasa yang dilakukan sejumlah ormas dan gabungan mahasiswa di Jalan Sultan Alauddin dan Pettarani Makassar, sejak sore hingga malam hari. Merek menolak RUU Cipta Kerja karena dianggap tidak berpihak kepada kaum pekerja atau buruh.



"Oh iya memang terlihat ada, tadi sudah ada beberapa personel yang berjaga juga dari Polsek dan Polrestabes. Agar massa ini tidak mengganggu pengguna jalan. Informasi terakhir mereka melakukan aksi tertib. Mudah-mudahan besok sudah bisa diantisipasi lagi," ungkap perwira polisi berpangkat satu bunga ini.

Edhy menegaskan, pihaknya meminta pendemo untuk menyampaikan pendapatnya secara tertib dan damai, serta tidak merusak fasilitas umum yang dapat mengganggu kondisi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas). Jika terjadi maka polisi tidak segan melakukan tindakan represif.

"Tetap kita kedepankan persuasif, akan tetapi jika ada yang melakukan pengrusakan fasilitas umum atau tindakan anarkis, tentu kita tidak akan tinggal diam dan mengambil tindakan represif. Apalagi membuat kemacetan kan, karena lagi-lagi tidak dibenarkan berunjuk rasa di situasi pandemi," tegasnya.



Walau dilarang, Edhy mengaku, pihaknya menerima dua pemberitahuan terkait unjuk rasa dari dua kelompok massa berbeda. Namun dia menegaskan pihaknya tidak akan memproses pemberitahuan itu untuk dikeluarkan izin unjuk rasa mengingat COVID-19 masih mewabah.

"Sejauh ini sudah ada dua yang masuk surat pemeberitahuannya, tapi sesuai kebijakan Polda Sulsel kita tidak mengeluarkan izin keramaian termasuk unjuk rasa. Jadi kita tidak akan proses surat pemberitahuan itu," jelasnya,

Apalagi, lanjut Edhy surat pemberitahuan itu masuk ke pihaknya sangat terlambat, yakni pada Senin 5 Oktober, "Kalau biasanya sebelum pandemi itu tiga hari sebelum aksi dimulai, sudah masuk suratnya, Tapikan ini pandemi, kita memang tidak keluarkan izin keramaian termasuk unjuk rasa," pungkasnya.
(luq)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1823 seconds (0.1#10.140)