Legenda Cerita Rakyat Sumsel, Antu Banyu di Negeri Sembilan Sungai
loading...
A
A
A
PALEMBANG - Di balik panoramanya nan indah memesona, Sungai Musi yang membelah Kota Palembang, Sumatera Selatan ternyata menyimpan banyak misteri, salah satunya misteri Antu Banyu.
Dalam bahasa Indonesia, Antu Banyu artinya Hantu Air. Cerita Antu Banyu yang terkenal di Sumatera Selatan tidak terlepas dari kondisi geografis daerah tersebut yang memiliki banyak sungai.
Semua sungai bermuara ke Sungai Musi, yang memiliki panjang 750 kilometer. Membentang dari sumber mata airnya di daerah Kepahiang Bengkulu, melintasi 17 kabupaten/kota, hingga bermuara ke laut menuju Selat Bangka.
Ada sembilan sungai besar yang bermuara ke Sungai Musi, makanya Sumatera Selatan dikenal dengan sebutan “Negeri Batanghari Sembilan” (Negeri sembilan Sungai).
Sembilan sungai itu adalah Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan.
Di tengah masyarakat yang mendiami sepanjang aliran sungai di Sumatera Selatan ini, cerita Antu Banyu begitu terkenal.
Cerita ini berkembang melampaui batas ruang dan waktu, melintas zaman, melekat sejak lama, diwarisi bahkan dipercaya oleh pewaris aktifnya secara turun-temurun.
Makanya tak heran, meski hanya mitos tapi Antu Banyu seperti nyata. Jika di Palembang terkenal dengan Antu Banyu, maka masyarakat di daerah Komering (sungai Komering) mengenalnya dengan nama Antu Anyar.
Lalu masyarakat Lintang (di bagian hulu sungai Musi) menyebutnya Antu Ayek, dan masyarakat Muara Dua (di muara sungai Ogan dan Komering) mengenal jenis hantu ini dengan sebutan Hantu Lawok.
Sejak dulu sampai sekarang, jika seorang anak kecil sering bermain atau berenang terlalu lama di sungai, biasanya akan ditegur oleh orangnya dengan mengatakan “Ati-ati maen di sungi, gek diambek antu banyu!” (hati-hati main/mandi di sungai, nanti diambil hantu air).
Ada dua versi mengenai awal mula munculnya Antu Banyu. Pertama, kisah mengenai putra mahkota kerajaan yang menderita bau badan dengan putri dari negara seberang.
Pangeran ini badannya berbau amis yang kuat sekali sehingga banyak yang menjauhi dan enggan menikah dengannya.
Sampai ada seorang raja yang bersedia menikahkan putrinya dengan pangeran amis. Namun, ketika pernikahan akan berlangsung, kedua mempelai diarak keliling berdua di dalam sebuah tenda.
Hanya dalam waktu setengah hari, si putri yang merasa tidak tahan dengan bau badan pangeran lalu nekat menceburkan diri ke dalam sungai dan tenggelam. Putri inilah yang menjadi Antu Banyu.
Versi lainnya menyebutkan, ada seorang perempuan muda yang sangat menyukai air pasang. Bila air sedang tinggi dia akan diam-diam berenang sehingga membuat marah orang tuanya.
Akhirnya setelah kesabaran itu habis sementara si anak tetap saja berenang di air pasang maka si orang tua lalu mengutuk anak perempuan mereka menjadi ‘Antu Banyu’.
Sebagian masyarakat menyatakan, Antu Banyu memiliki rambut panjang dan keras, seperti satang (buluh yang panjang).
Selain rambut tersebut berat juga tajam. Antu Banyu yang memiliki habitat hidup di air biasanya menghuni gua-gua, lorong-lorong atau pusaran yang ada di dalam sungai, dan di waktu-waktu tertentu akan memangsa korbannya.
Caranya memangsa korban dengan cara menaikkan rambutnya ke perahu atau ketek. Saat perahu atau ketek akan karam, dengan cepat Antu Banyu akan memangsa korbannya.
Ciri lain kedatangan Antu Banyu adalah pada saat air pasang sedang mengalir, muncul pusaran air. Pusaran itulah yang disebut sebagai istananya Antu Banyu.
Antu Banyu benar-benar menjadi momok menakutkan bagi warga yang hidup di sepanjang Sungai Musi. Bukan hanya bagi anak-anak, namun juga orang dewasa. Bila seseorang tertangkap oleh Antu Banyu, bisa dipastikan orang yang bersangkutan tidak akan kembali dalam keadaan hidup.
Biasanya Antu Banyu sangat selektif memangsa korbannya, antara lain pendatang baru, anak-anak, atau juga remaja.
Antu Banyu akan membawa tubuh korban ke dasar sungai. Setelah 1-2 hari, barulah jasad korban akan ditemukan di tempat yang sama dengan tempat awal korban tenggelam di sungai.
Umumnya saat ditemukan, bagian atas kepala persis di ubun-ubun korban yang ditangkap Antu Banyu, ada bekas luka berbentuk lubang.
Menurut cerita masyarakat, lubang ini diyakini bekas gigitan makhluk gaib bernama Antu Banyu tadi. Karena, konon katanya, Antu Bantu suka menghisap ubun-ubun kepala manusia hingga tembus ke sumsum tulang belakang.
Yang membuat cerita Antu Banyu semakin nyata kebenarannya, lantaran banyak masyarakat yang mengaku pernah melihat langsung penampakannya. Kata mereka, Antu Banyu berwajah mirip kera dan berukuran kecil.
Mulutnya monyong dengan bulu panjang nan tebal menutupi seluruh badan. Itulah makanya, masyarakat menduga Antu Banyu bukan makhluk gaib, melainkan kera kecil yang hidup di air.
Antu Bantu kerap menampakkan diri terutama di perahu-perahu yang tertambat di sungai Musi, jembatan kayu dan rumah rakit yang ada di pinggir sungai. Ciri-ciri suatu tempat telah didatangi oleh Antu Banyu adalah munculnya cairan misterius berupa lendir.
“Cairan yang sangat licin inilah yang kerap mencelakakan orang yang berada di pinggir sungai. Jika tidak hati-hati orang akan terpeleset dan tenggelam. Di saat itulah, Antu Banyu yang telah menunggu di dalam sungai dengan cepat memangsa orang tersebut,” kata Yudi, salah seorang warga Palembang yang mengaku pernah melihat Antu Banyu.
Yudi bahkan menceritakan, dulu pernah ada salah seorang keponakannya yang meninggal akibat digigit Antu Banyu.
“Kejadiannya sudah sangat lama. Waktu itu keponakan saya mandi di sungai sampai menjelang waktu maghrib. Teman-temannya sudah mengingatkan keponakan saya itu, bahwa sebentar lagi maghrib. Tapi dia cuek saja,” ujar Yudi.
Tak lama berselang, tutur Yudi, hanya dalam hitungan detik setelah melompat dari atas jembatan kayu dan mencebur ke sungai, tubuh keponakannya tersebut tak muncul-muncul lagi ke permukaan. Barulah keesokan harinya, tubuh sang keponakan ditemukan mengambang tak jauh dari tempat awal dia melompat tadi.
“Ya sudah meninggal. Tubuhnya memanjang kaku, dan di atas kepalanya ada lubang. Kata orang-orang bekas digigit Antu Banyu,” kenang Yudi.
Peristiwa hilangnya orang akibat diambil Antu Banyu di Sungai Musi sudah banyak terjadi. Mulai dari yang hanya berenang, terpeleset jatuh, hingga sekadar nongkrong santai di pinggir sungai, tiba-tiba hilang dan ditemukan jasadnya sudah mengapung di sungai. (Baca juga: Di Patirtan Ini, Cinta Pandangan Pertama Arok-Dedes Bersemi)
Pada 2018 silam, juga pernah ada peristiwa seorang nelayan di Palembang bernama Fredy Situmorang tewas tenggelam di Sungai Musi. Waktu itu, media-media lokal memberitakan, sebelum tewas tenggelam, korban ketakutan melihat sosok hitam yang diyakininya sebagai Antu Banyu.
Saking takutnya, korban yang waktu itu tengah menyantap mi instan di perahu yang bersandar di Pangkalan 35 Ilir, Palembang, sampai melompat ke Sungai Musi. "Dia teriak ada 'Antu Banyu'. Habis itu loncat ke sungai, langsung hilang," ungkap seorang teman korban, seperti dikutip salah satu media lokal yang memberitakan peristiwa itu.
Sampai kini, orang-orang masih percaya bahwa Antu Banyu benar-benar ada. Makhluk ini diyakini kerap muncul di saat air sungai sedang pasang. (Baca juga: Lampu Suar dan Jangkar Kapal, Jejak Dahsyatnya Letusan Krakatau di Bandar Lampung)
“Selama Antu Banyu belum mendapatkan tumbalnya (memangsa manusia), biasanya air sungai tak akan surut. Kalau sudah ada tumbalnya barulah air sungai surut,” ujar Akmal, warga 7 Ulu, yang rumahnya persis di pinggir Sungai Musi.
Dalam bahasa Indonesia, Antu Banyu artinya Hantu Air. Cerita Antu Banyu yang terkenal di Sumatera Selatan tidak terlepas dari kondisi geografis daerah tersebut yang memiliki banyak sungai.
Semua sungai bermuara ke Sungai Musi, yang memiliki panjang 750 kilometer. Membentang dari sumber mata airnya di daerah Kepahiang Bengkulu, melintasi 17 kabupaten/kota, hingga bermuara ke laut menuju Selat Bangka.
Ada sembilan sungai besar yang bermuara ke Sungai Musi, makanya Sumatera Selatan dikenal dengan sebutan “Negeri Batanghari Sembilan” (Negeri sembilan Sungai).
Sembilan sungai itu adalah Sungai Komering, Rawas, Batanghari, Leko, Lakitan, Kelingi, Lematang, Semangus, dan Ogan.
Di tengah masyarakat yang mendiami sepanjang aliran sungai di Sumatera Selatan ini, cerita Antu Banyu begitu terkenal.
Cerita ini berkembang melampaui batas ruang dan waktu, melintas zaman, melekat sejak lama, diwarisi bahkan dipercaya oleh pewaris aktifnya secara turun-temurun.
Makanya tak heran, meski hanya mitos tapi Antu Banyu seperti nyata. Jika di Palembang terkenal dengan Antu Banyu, maka masyarakat di daerah Komering (sungai Komering) mengenalnya dengan nama Antu Anyar.
Lalu masyarakat Lintang (di bagian hulu sungai Musi) menyebutnya Antu Ayek, dan masyarakat Muara Dua (di muara sungai Ogan dan Komering) mengenal jenis hantu ini dengan sebutan Hantu Lawok.
Sejak dulu sampai sekarang, jika seorang anak kecil sering bermain atau berenang terlalu lama di sungai, biasanya akan ditegur oleh orangnya dengan mengatakan “Ati-ati maen di sungi, gek diambek antu banyu!” (hati-hati main/mandi di sungai, nanti diambil hantu air).
Ada dua versi mengenai awal mula munculnya Antu Banyu. Pertama, kisah mengenai putra mahkota kerajaan yang menderita bau badan dengan putri dari negara seberang.
Pangeran ini badannya berbau amis yang kuat sekali sehingga banyak yang menjauhi dan enggan menikah dengannya.
Sampai ada seorang raja yang bersedia menikahkan putrinya dengan pangeran amis. Namun, ketika pernikahan akan berlangsung, kedua mempelai diarak keliling berdua di dalam sebuah tenda.
Hanya dalam waktu setengah hari, si putri yang merasa tidak tahan dengan bau badan pangeran lalu nekat menceburkan diri ke dalam sungai dan tenggelam. Putri inilah yang menjadi Antu Banyu.
Versi lainnya menyebutkan, ada seorang perempuan muda yang sangat menyukai air pasang. Bila air sedang tinggi dia akan diam-diam berenang sehingga membuat marah orang tuanya.
Akhirnya setelah kesabaran itu habis sementara si anak tetap saja berenang di air pasang maka si orang tua lalu mengutuk anak perempuan mereka menjadi ‘Antu Banyu’.
Sebagian masyarakat menyatakan, Antu Banyu memiliki rambut panjang dan keras, seperti satang (buluh yang panjang).
Selain rambut tersebut berat juga tajam. Antu Banyu yang memiliki habitat hidup di air biasanya menghuni gua-gua, lorong-lorong atau pusaran yang ada di dalam sungai, dan di waktu-waktu tertentu akan memangsa korbannya.
Caranya memangsa korban dengan cara menaikkan rambutnya ke perahu atau ketek. Saat perahu atau ketek akan karam, dengan cepat Antu Banyu akan memangsa korbannya.
Ciri lain kedatangan Antu Banyu adalah pada saat air pasang sedang mengalir, muncul pusaran air. Pusaran itulah yang disebut sebagai istananya Antu Banyu.
Antu Banyu benar-benar menjadi momok menakutkan bagi warga yang hidup di sepanjang Sungai Musi. Bukan hanya bagi anak-anak, namun juga orang dewasa. Bila seseorang tertangkap oleh Antu Banyu, bisa dipastikan orang yang bersangkutan tidak akan kembali dalam keadaan hidup.
Biasanya Antu Banyu sangat selektif memangsa korbannya, antara lain pendatang baru, anak-anak, atau juga remaja.
Antu Banyu akan membawa tubuh korban ke dasar sungai. Setelah 1-2 hari, barulah jasad korban akan ditemukan di tempat yang sama dengan tempat awal korban tenggelam di sungai.
Umumnya saat ditemukan, bagian atas kepala persis di ubun-ubun korban yang ditangkap Antu Banyu, ada bekas luka berbentuk lubang.
Menurut cerita masyarakat, lubang ini diyakini bekas gigitan makhluk gaib bernama Antu Banyu tadi. Karena, konon katanya, Antu Bantu suka menghisap ubun-ubun kepala manusia hingga tembus ke sumsum tulang belakang.
Yang membuat cerita Antu Banyu semakin nyata kebenarannya, lantaran banyak masyarakat yang mengaku pernah melihat langsung penampakannya. Kata mereka, Antu Banyu berwajah mirip kera dan berukuran kecil.
Mulutnya monyong dengan bulu panjang nan tebal menutupi seluruh badan. Itulah makanya, masyarakat menduga Antu Banyu bukan makhluk gaib, melainkan kera kecil yang hidup di air.
Antu Bantu kerap menampakkan diri terutama di perahu-perahu yang tertambat di sungai Musi, jembatan kayu dan rumah rakit yang ada di pinggir sungai. Ciri-ciri suatu tempat telah didatangi oleh Antu Banyu adalah munculnya cairan misterius berupa lendir.
“Cairan yang sangat licin inilah yang kerap mencelakakan orang yang berada di pinggir sungai. Jika tidak hati-hati orang akan terpeleset dan tenggelam. Di saat itulah, Antu Banyu yang telah menunggu di dalam sungai dengan cepat memangsa orang tersebut,” kata Yudi, salah seorang warga Palembang yang mengaku pernah melihat Antu Banyu.
Yudi bahkan menceritakan, dulu pernah ada salah seorang keponakannya yang meninggal akibat digigit Antu Banyu.
“Kejadiannya sudah sangat lama. Waktu itu keponakan saya mandi di sungai sampai menjelang waktu maghrib. Teman-temannya sudah mengingatkan keponakan saya itu, bahwa sebentar lagi maghrib. Tapi dia cuek saja,” ujar Yudi.
Tak lama berselang, tutur Yudi, hanya dalam hitungan detik setelah melompat dari atas jembatan kayu dan mencebur ke sungai, tubuh keponakannya tersebut tak muncul-muncul lagi ke permukaan. Barulah keesokan harinya, tubuh sang keponakan ditemukan mengambang tak jauh dari tempat awal dia melompat tadi.
“Ya sudah meninggal. Tubuhnya memanjang kaku, dan di atas kepalanya ada lubang. Kata orang-orang bekas digigit Antu Banyu,” kenang Yudi.
Peristiwa hilangnya orang akibat diambil Antu Banyu di Sungai Musi sudah banyak terjadi. Mulai dari yang hanya berenang, terpeleset jatuh, hingga sekadar nongkrong santai di pinggir sungai, tiba-tiba hilang dan ditemukan jasadnya sudah mengapung di sungai. (Baca juga: Di Patirtan Ini, Cinta Pandangan Pertama Arok-Dedes Bersemi)
Pada 2018 silam, juga pernah ada peristiwa seorang nelayan di Palembang bernama Fredy Situmorang tewas tenggelam di Sungai Musi. Waktu itu, media-media lokal memberitakan, sebelum tewas tenggelam, korban ketakutan melihat sosok hitam yang diyakininya sebagai Antu Banyu.
Saking takutnya, korban yang waktu itu tengah menyantap mi instan di perahu yang bersandar di Pangkalan 35 Ilir, Palembang, sampai melompat ke Sungai Musi. "Dia teriak ada 'Antu Banyu'. Habis itu loncat ke sungai, langsung hilang," ungkap seorang teman korban, seperti dikutip salah satu media lokal yang memberitakan peristiwa itu.
Sampai kini, orang-orang masih percaya bahwa Antu Banyu benar-benar ada. Makhluk ini diyakini kerap muncul di saat air sungai sedang pasang. (Baca juga: Lampu Suar dan Jangkar Kapal, Jejak Dahsyatnya Letusan Krakatau di Bandar Lampung)
“Selama Antu Banyu belum mendapatkan tumbalnya (memangsa manusia), biasanya air sungai tak akan surut. Kalau sudah ada tumbalnya barulah air sungai surut,” ujar Akmal, warga 7 Ulu, yang rumahnya persis di pinggir Sungai Musi.
(boy)