Revisi RUU Kejaksaan Sudah Sesuai Harapan Publik

Selasa, 15 September 2020 - 17:28 WIB
loading...
Revisi RUU Kejaksaan Sudah Sesuai Harapan Publik
Revisi RUU Kejaksaan yang diusung Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah sesuai harapan masyarakat. (Foto/SINDOnews/Dok)
A A A
BOGOR - Revisi RUU Kejaksaan yang diusung Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah sesuai harapan masyarakat dan bertujuan untuk lebih melayani para pencari keadilan, melindungi dan menjaga demokrasi, mencegah penegak hukum jadi alat politik.

Guru Besar Hukum Pidana dan Pengajar Program Pasca Sarjana Bidang Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Indriyanto Seno Adji SH mengatakan, dalam RUU tersebut penegakan hukum akan mengutamakan sistem pengawasan kewenangan, sehingga terwujud sistem peradilan pidana terpadu (Integrated Criminal Justice System/ICJS) dalam keterangan persnya di Bogor, Selasa (15/9/2020)

Seperti diketahui Badan Legislatif (Baleg) DPR RI telah mengajukan revisi RUU Kejaksaan. Salah satunya adalah perubahan Pasal 30 ayat (1) huruf (e) yang berbunyi melengkapi berkas perkara tertentu dengan melakukan penyidikan lanjutan dan huruf (f) melakukan mediasi penal. (BACA JUGA: Pascapenikaman Syekh Ali Jaber, Polda Jabar Siap Beri Pengamanan Ekstra kepada Ulama)

Selain itu, Pasal 30 ayat (2) yang berbunyi untuk melengkapi berkas perkara, penyidikan lanjutan dilakukan dengan ketentuan (a) dilakukan terhadap tersangka, (b) dilakukan terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara, dan/atau untuk mempercepat penyelesaian perkara, (c) diselesaikan dalam waktu paling lama 30 hari setelah selesainya proses hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum acara pidana dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.

Revisi juga dilakukan pada Pasal 30 ayat 5 yang mengatur wewenang dan tugas Kejaksaan di bidang ketertiban dan ketenteraman umum yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi, kewenangan selaku intelijen penegakan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat dan pengamanan kebijakan penegakan hukum.

Selain itu, pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia, pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.

"RUU Kejaksaan secara filosofis yuridis dan juga sisi facet hukum tata negara (HTN) dan hukum pidana memiliki dua aspek yang tidak menyimpangi prinsip due process of law dan masih dalam batas koridor linear ICJS," bebernya.

Pertama, kata Indriyanto Seno Adji, sistem hubungan wewenang penyidikan dan penuntutan ini justru berkarakter hukum pidana modern yang mengakui adanya Separation Institution of Sharing Powers (Distribution of Powers) antara kepolisian dan kejaksaan, termasuk bentuk tugas dan fungsi kewenangan pro justitia. (BACA JUGA: Soal Ombibus Law RUU Cipta Kerja, Sosiolog: Dampak Lingkungan Penting Dikritisi)

Kedua, tambahnya, pemahaman relasi wewenang sistem penyidikan dan penuntutan yang terpisah secara absolut sebagai model separation of power sudah ditinggalkan karena dianggap sebagai definisi tirani dan menyesatkan.

“Karena itu distribusi kewenangan pada ICJS adalah legitimatif terhadap prinsip koordinasi dan kooperasi antara 2 pilar penegak hukum (polisi dan jaksa). Model ini meminimalisasi ego sektoral antara dua lembaga ini,” kata Indriyanto Seno Adji.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1625 seconds (0.1#10.140)