Awalnya Alas Beringin, Pasar Beringharjo Terus Ngangeni

Jum'at, 11 September 2020 - 07:04 WIB
loading...
Awalnya Alas Beringin, Pasar Beringharjo Terus Ngangeni
Pasar tradisional Beringharjo sudahada sejak 1758 dan masih eksis hinga saat ini di tengah menjamurnya pasar modern. Foto/Koran SINDO/Priyo Setyawan
A A A
BERLABEL tradisional, Pasar Beringharjo Yogyakarta justru memiliki banyak keunikan. Lokasinya yang di jantung kota, yakni Jalan Malioboro, membuat pasar ini sangat strategis. Kendati diapit toko dan mal yang lebih modern, Beringharjo malah kian eksis dengan tak melepaskan nilai-nilai historisnya.

Pasar Beringharjo sudah ada sejak 1758 atau dua tahun setelah raja pertama Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) I, bertakhta tahun 1756. Karena itu Pasar Beringharjo tak hanya lekat dengan nilai sejarah, tetapi juga filosofisnya. Dua abad berlalu, Pasar Beringharjo pun menjadi ikon Yogyakarta. (Baca: 7 Daerah Ini Masih Berlakukan PSBB)

Sejarawan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Ririn Darini menjelaskan keberadaan Pasar Beringharjo tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta. Saat itu hutan beringin di utara keraton dibuka oleh Sultan HB I untuk digunakan sebagai aktivitas ekonomi masyarakat.

Pemilihan lokasi sesuai dengan konsep tata ruang kerajaan yang disebut catur gatra tunggal atau catur sagotra. Hal itu berarti keraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai ruang publik, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat perekonomian. Hingga saat ini baik Pasar Beringharjo, Masjid Gedhe Kauman, Keraton Yogyakarta maupun Alun-alun DIY masih ada dan terjaga dengan baik.

“Konsep ini memiliki makna filosofis bahwa ruang diatur dengan empat aspek, yaitu politik yang diwakili oleh bangunan keraton, sosial budaya dengan keberadaan alun-alun, pasar besar di bagian timur sebagai aspek ekonomi, dan masjid agung di barat sebagai aspek religius,” paparnya.

Aktivitas perekonomian di bekas hutan beringin itu pun terus tumbuh dan berkembang sehingga sudah tidak representatif lagi. Atas kondisi itu, pada 1925 saat bertakhta, Sri Sultan HB VIII meminta Nederlandsch Indisch Beton Maatschappij atauperusahaanbeton Hindia Belandauntuk membangun pasar.

Awalnya Alas Beringin, Pasar Beringharjo Terus Ngangeni


Pembangunan pun akhirnya dilakukan secara bertahap yang dimulai pada 24 Maret 1925. Tahap pertama sebanyak 11 los dapat diselesaikan pada Agustus 1925 sehingga untuk transaksi ekonomi memiliki bangunan permanen. “Tahun itu juga bangunan pasar diresmikan oleh Sri Sultan HB VIII dan diberi nama Beringharjo,” jelasnya. (Baca juga: Tuntutlah Ilmu Walau ke Negeri China Ternyata Bukan Hadis Shahih)

Nama Beringharjo merupakan perpaduan dari kata “bering” dan “harjo”. Dinamai “bering” karena lokasi berdiri pasar semula hutan beringin (bering) yang diharapkan dapat memberikan kesejahteraan (harjo). “Dari sisi bangunan, pasar ini memiliki keunikan. Arsitekturnya ada sentuhan gaya Eropa (kolonial) dan Jawa. Ini bisa dilihat dari bagian depan pasar yang sampai saat ini masih asli, sedangkan tambahan ada di bagian belakang,” terangnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Yogyakarta Yunianto Dwi Sutono mengatakan, secara umum Pasar Beringharjo berdiri di atas lahan seluas 2,5 hektare. Terdiri atas bangunan Pasar Beringharjo barat dan timur. Bangunan utama di bagian barat terdiri atas dua lantai.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1928 seconds (0.1#10.140)