Gamma, Paskibra Berprestasi yang Tewas Ditembak Polisi Adalah Anak Yatim
loading...
A
A
A
SRAGEN - Gamma Rizkynata Oktafandy (17), anggota Paskibra dan siswa SMK Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah yang tewas ditembak oknum polisi merupakan anak yatim.
Foto/Ist
Almarhum Gamma tinggal bersama ayahnya di Semarang setelah ibundanya meninggal dunia.
Siman, kakek Gamma mengenang cucunya sebagai anak yang penurut, pendiam, dan tekun.
"Dia tidak nakal, selalu pamit kalau mau pergi. Dia anak yatim karena ibunya sudah meninggal," ungkap Siman saat ditemui SINDOnews di Sragen, Jawa Tengah, Selasa (26/11/2024).
Siman menuturkan bahwa Gamma dan ayahnya berencana mengunjungi Sragen pada Desember 2024 mendatang.
"Kami kaget ketika mendengar kabar cucu saya (Gamma) meninggal dunia," ujar Siman.
Keluarga berharap polisi dapat bertindak adil dan transparan dalam menangani kasus ini, serta memberikan hukuman setimpal kepada pelaku.
Mereka menginginkan keadilan bagi Gamma, yang mereka yakini tidak bersalah dalam insiden tersebut.
Foto/Ist
Keluarga memutuskan untuk mengadakan tahlilan selama tujuh hari sejak pemakaman pada Minggu malam.
"Kami berkumpul di rumah, berdoa bersama untuk almarhum. Semoga tenang di sisi-Nya," kata Siman.
Peristiwa ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan kerabat Gamma, yang dikenal sebagai siswa berprestasi dan panutan di sekolahnya.
Waka Kesiswaan SMK N 4 Semarang, Agus Riswantini, menyebut korban merupakan anak yang baik dan seorang anggota Paskibra yang baru saja menang lomba pasukan baris-berbaris di Akpol Semarang.
Riswantini juga mengungkapkan jika korban Gamma Rizkynata Oktafandy adalah anak yang baik dan berbakat. Dirinya juga membantah jika korban adalah siswa yang suka tawuran.
Informasi yang dihimpun SINDOnews, Gamman dan timnya menang Porsimaptar Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang pada Oktober 2024 kategori lomba PBB.
Keluarga besar Gamma menggelar tahlilan selama tujuh hari di Sragen. Gamma menjadi korban penembakan oknum polisi di kawasan Jalan Candi Penataran, Kalipancur, Kota Semarang pada Minggu (24/11/2024) dini hari.
Menurut keluarga, Gamma pamit bermain pada Sabtu malam (23/11/2024). Namun setelah itu tidak dapat dihubungi hingga larut malam.
Setelah keluarga mencari sepanjang malam, kabar duka menyatakan bahwa Gamma meninggal dunia akibat luka tembak di pinggul.
Korban sempat dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr Kariadi Semarang sebelum dinyatakan meninggal.
Jenazah Gamma dibawa dari Semarang ke Sragen, tepatnya ke rumah kakeknya di Kampung Padas, Kelurahan Sine.
Setelah disemayamkan, korban dimakamkan di TPU Bangunrejo/Padas, Desa Saradan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, pada Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB.
Yuli Andika, paman Gamma membantah dugaan bahwa keponakannya terlibat dalam tawuran dan gangster.
"Anaknya itu pendiam, alim, kegiatan sekolahnya bagus, bahkan ikut Paskibra. Jadi tidak mungkin kalau dia terlibat tawuran seperti yang diberitakan," tegasnya.
Yuli menyatakan bahwa keluarga tidak menerima tindakan yang menghilangkan nyawa keponakannya dan menuntut keadilan.
"Kalau ada tindakan tegas, itu tidak dibenarkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Kalau pun dilumpuhkan, mestinya kaki yang ditembak," ujarnya.
Ia juga mendesak agar aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini dan menghukum pelaku secara maksimal.
"Kami tidak ikhlas. Jika nyawa dibayar nyawa, kami setuju," tegasnya.
Lihat Juga: Tembak Mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar Jalani Sidang Etik 10 Jam
Foto/Ist
Almarhum Gamma tinggal bersama ayahnya di Semarang setelah ibundanya meninggal dunia.
Siman, kakek Gamma mengenang cucunya sebagai anak yang penurut, pendiam, dan tekun.
"Dia tidak nakal, selalu pamit kalau mau pergi. Dia anak yatim karena ibunya sudah meninggal," ungkap Siman saat ditemui SINDOnews di Sragen, Jawa Tengah, Selasa (26/11/2024).
Siman menuturkan bahwa Gamma dan ayahnya berencana mengunjungi Sragen pada Desember 2024 mendatang.
"Kami kaget ketika mendengar kabar cucu saya (Gamma) meninggal dunia," ujar Siman.
Keluarga berharap polisi dapat bertindak adil dan transparan dalam menangani kasus ini, serta memberikan hukuman setimpal kepada pelaku.
Mereka menginginkan keadilan bagi Gamma, yang mereka yakini tidak bersalah dalam insiden tersebut.
Foto/Ist
Keluarga memutuskan untuk mengadakan tahlilan selama tujuh hari sejak pemakaman pada Minggu malam.
"Kami berkumpul di rumah, berdoa bersama untuk almarhum. Semoga tenang di sisi-Nya," kata Siman.
Peristiwa ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan kerabat Gamma, yang dikenal sebagai siswa berprestasi dan panutan di sekolahnya.
Siswa Berprestasi
Waka Kesiswaan SMK N 4 Semarang, Agus Riswantini, menyebut korban merupakan anak yang baik dan seorang anggota Paskibra yang baru saja menang lomba pasukan baris-berbaris di Akpol Semarang.
Riswantini juga mengungkapkan jika korban Gamma Rizkynata Oktafandy adalah anak yang baik dan berbakat. Dirinya juga membantah jika korban adalah siswa yang suka tawuran.
Informasi yang dihimpun SINDOnews, Gamman dan timnya menang Porsimaptar Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang pada Oktober 2024 kategori lomba PBB.
Gelar Tahlilan 7 Hari
Keluarga besar Gamma menggelar tahlilan selama tujuh hari di Sragen. Gamma menjadi korban penembakan oknum polisi di kawasan Jalan Candi Penataran, Kalipancur, Kota Semarang pada Minggu (24/11/2024) dini hari.
Menurut keluarga, Gamma pamit bermain pada Sabtu malam (23/11/2024). Namun setelah itu tidak dapat dihubungi hingga larut malam.
Setelah keluarga mencari sepanjang malam, kabar duka menyatakan bahwa Gamma meninggal dunia akibat luka tembak di pinggul.
Korban sempat dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr Kariadi Semarang sebelum dinyatakan meninggal.
Jenazah Gamma dibawa dari Semarang ke Sragen, tepatnya ke rumah kakeknya di Kampung Padas, Kelurahan Sine.
Setelah disemayamkan, korban dimakamkan di TPU Bangunrejo/Padas, Desa Saradan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, pada Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB.
Yuli Andika, paman Gamma membantah dugaan bahwa keponakannya terlibat dalam tawuran dan gangster.
"Anaknya itu pendiam, alim, kegiatan sekolahnya bagus, bahkan ikut Paskibra. Jadi tidak mungkin kalau dia terlibat tawuran seperti yang diberitakan," tegasnya.
Yuli menyatakan bahwa keluarga tidak menerima tindakan yang menghilangkan nyawa keponakannya dan menuntut keadilan.
"Kalau ada tindakan tegas, itu tidak dibenarkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Kalau pun dilumpuhkan, mestinya kaki yang ditembak," ujarnya.
Ia juga mendesak agar aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini dan menghukum pelaku secara maksimal.
"Kami tidak ikhlas. Jika nyawa dibayar nyawa, kami setuju," tegasnya.
Lihat Juga: Tembak Mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar Jalani Sidang Etik 10 Jam
(shf)